Rasanya kedua kaki Raihan menjadi lemas seketika. Pria itu duduk di teras mesjid. Bibirnya tersenyum kecut. Mana bisa dia menjadi kakak yang egois? Ya, benar. Raihan tidak bisa bohong dan mengelak lagi jika kehadiran Luna memang memberi warna yang berbeda dalam hidupnya. Tak pernah Raihan merasa sangat bersemangat menjalani hari-harinya sebelum Luna datang. Gadis itu ibarat pelangi yang muncul setelah hujan badai. Sayang, pelangi memang indah, tapi ia tak abadi. Raihan hanya bisa menikmati keindahannya dalam sekejap. Ia muncul lalu menghilang. "Rai, kenapa duduk di luar? Ayo, masuklah! Sebentar lagi adzan Isya." Suara Abah membuat Raihan berusaha tenang dan memaksakan diri untuk tersenyum ke ayahnya itu. "Eh, iya, Bah. Aku hanya sedikit gerah." Raihan menjawab dan berusaha sesantai mu