Pak Ustadz, Nikah Yuk!

1026 Kata
"Oh, dia putrinya Bu Sinta dan Pak Amar, Bah!" jawab Raihan. Ayahnya tentu sudah sangat mengenal kedua orang tua Luna. Hanya saja entah kenapa Pak Amar dan Bu Sinta jarang membicarakan putri semata wayang mereka ini. Alhasil, Raihan sendiri baru tahu belakangan ini. Padahal ia sudah lama berbisnis dengan orang tua Luna. "Oalah, jadi ini Luna ya?" Pak Kiyai tersenyum hangat. Luna jadi malu sendiri. Orang sini semua jubahan. Padahal bukan lagi acara ngaji juga. Apa mereka gak gerah ya? "Pak Kiyai kenal saya?" Luna mengangguk sopan. "Oh tentu saja. Mari masuk, Nak! Kebetulan ini saya lagi ada tamu juga." Pak Kiyai menatap tamunya. Ada sepasang pria yang wanita seumuran Mama dan Papanya Luna. Serta seorang gadis jubahan yang kerjaannya nunduk terus sejak tadi. Pasti gadis ini yang akan dijodohkan ke Raihan. Lulu gak rela rasanya. Harus segera bertindak cepat. Dengan berani, Luna masuk dan duduk di kursi samping Raihan. Jelas sekali keluarga gadis itu sangat kaget. "Terimakasih, Pak Kiyai, Mas Rai juga." Sengaja Luna mengubah panggilannya untuk Raihan menjadi Mas Rai. Biar dikira mereka sudah akrab dan dekat! "Lulu! Hah, Lu... lu?" Tetiba Ragil datang dan menyusul ke dalam. Anak itu sepertinya baru sadar jika Lulu sudah terlanjur masuk ke dalam dan mengacau acara perjodohan ini. "Lho, kamu kenal Lulu juga, Ragil?" Pak Kiyai malah tersenyum geli melihat kedua putranya yang seolah kewalahan dengan tingkah si Lulu. "Iya, Bah. Bang maaf ya, dia terlalu aktif, aku kewalahan menghadapi anak ini! Maaf Bu, Pak, Mbak juga," Ragil lalu beralih ke Lulu, menarik tangan gadis itu dari kursi, "Lu! Ayo pulang!" "Apaan sih lo? Gue juga mau bertamu ke sini!" Lulu ngeyel. "Ekhm, gak apa Nak Ragil, biarkan saja. Oh ya Pak Kiyai bagaimana dengan rencana kita selanjutnya?" Ayah dari gadis itu mengembalikan pembicaraan yang sedang berlangsung sebelumnya. Lulu melotot ke arah Ragil, "Gue dibolehin di sini!" bisiknya. Ragil menyerah dan keluar dari ruangan dengan wajah lesu. Pasti setelah ini Bang Rai memarahinya. Iya, tadi Raihan minta Ragil mencegah Luna di gerbang pesantren. Jangan sampai masuk ke dalam. Ini malah bukan hanya masuk, tapi juga mengganggu acara perjodohan itu. Untung saja dia suka sama Lulu, kalau tidak, udah diajak duel tuh anak. Sementara itu, di dalam ruangan, Pak Kiyai tampak menatap putra pertamanya itu. "Kalau saya sebagai orang tua, hanya bisa mendoakan untuk putra saya. Pernikahan adalah ibadah terpanjang. Yang akan menjalani semuanya adalah Raihan. Jadi saya serahkan sepenuhnya ke Raihan." "Kami juga sama. Jika Lubna setuju, maka kami pun setuju. Tapi Lubna sudah sangat percaya kepada pilihan kami. Terlepas dari itu semua, kami melihat Nak Raihan adalah pria yang sholih. Alangkah baiknya jika kita bisa menjadi keluarga dalam ikatan sunnah Rasulullah Saw." Lulu sebenarnya tidak begitu faham dengan ucapan orang-orang ini, tapi dia bisa menangkap maksud mereka. Duh, Raihan mau gak ya? Lulu sedikit cemas. "Ekhm, sebelumnya saya minta maaf, apa boleh saya ngobrol sebentar dengan Mas Rai?" Lulu menginterupsi. Jelas sekali di ruangan ini semua orang terkejut dengan ucapan Lulu. Deg-degan sekali rasanya. Lulu sampai merapal doa semoga Raihan tidak mengusirnya setelah ini. "Baik, mari!" Lulu melongo. Begitu juga dengan semua orang di sini. Alih-alih marah, Raihan malah bersedia bicara dengan Luna. Tentu saja Luna senang bukan main. Ini artinya pria itu lebih peduli padanya daripada perjodohan ini kan? Lulu berdiri dan mengikuti langkah Raihan yang sebelumnya pamit dulu ke tamu dan Pak Kiyai. Setelah dapat izin, Raihan keluar dari ruangan dan diikuti oleh Luna. "Motor saya sudah beres?" tanya Raihan begitu keduanya sampai di depan rumah. Lumayan agak jauh dari ruangan tadi. "Sudah, Mas." Luna menjawab sambil mesem-mesem meong. Dalam hati ia menduga pasti Raihan tersipu dengan panggilan barunya ini. Cuma kan kadang pria sejenis Raihan ini suka gengsi untuk mengakuinya. Raihan mengerutkan keningnya, "Tumben kamu panggil saya Mas?" Luna tersenyum lebar, tuh kan? Pasti pria ini baper deh. Ouh, manisnya! "Biar lebih akrab, Mas." Luna kembali menduga. Pasti Raihan mau curhat masalah perjodohan tadi. Makanya langsung mau diajak ngobrol berdua begini. "Terserah kamu. Mana motor saya?" Lah, kirain pria ini mau curhat gak mau dijodohin sama gadis itu. Terus ngajakin kabur gitu, kan Luna senang. Eh ini malah tanpa basa basi langsung nanyain motor. "Ada di depan. Tadi kuncinya sudah saya kasih ke Ragil." Agak kecewa sih, tapi jangan harap Luna akan menyerah begitu saja. "Lah, jadi kamu udah ketemu sama Ragil?" Raihan mengerutkan keningnya lagi. "Udah, kenapa? Cemburu ya?" Luna tersenyum menggoda. Pasti si ganteng salting tuh, pikir Luna. Tapi yang diharapkan malah jauh dari kenyataan. Dengan wajah datarnya, Raihan menjawab, "Kalau sudah bertemu, kenapa malah nyari saya? Kalau begitu, kamu juga sudah menerima kunci motor kamu kan? Kamu bisa pulang. Saya masih ada urusan." Raihan hendak pergi. "Eh, tunggu!" Dasar gak peka! Kenapa malah pergi sih? Raihan berbalik dan menatap sekilas wajah Luna. "Ada apa?" "Mengenai perjodohan tadi apa Anda sudah menyetujuinya?" Sumpah, Lulu sangat takut sekali. Bagaimana kalau Raihan demen sama si Lubna tadi? Kan mereka sesama jenis jubahan juga. Duh, bisa ketendang nih. Baru kali ini Luna merasa saingannya sangat berat dalam mendapatkan pria. "Mengenai itu, biar jadi urusan saya saja." Raihan menjawab dengan datar tanpa ekspresi. Susah banget menebak pikiran orang ini. "Eh, gak bisa! Saya mau tahu! Saya gak mau pulang sebelum dapat jawaban." Luna menghadang Raihan yang hendak pergi dengan kedua tangan ia rentangkan menghalangi jalan pria itu. Raihan malah tersenyum geli, "Kenapa rasanya jadi seperti saya dijodohkan sama kamu? Kamu maksa minta jawaban seperti ini?" Luna tersenyum kikuk, "Ya kan saya salah satu kompetitor. Jadi harus tahu dong, kalau saya terus maju sedangkan Anda sudah mau nikah ya kan perjuangan saya jadi sia-sia." Raihan menahan tawa, "Kamu serius mau menikah dengan saya?" "Tentu saja. Pak Ustadz, nikah yuk?" Luna menatap Raihan dengan serius. Sebenarnya agak takut juga sih. Kalau beneran diterima gimana ya? Kan awalnya juga Luna hanya mau menaklukan pria ini karena telah berani menolaknya. Ya, Luna mau pria ini tunduk padanya. Seperti kebanyakan pria lain yang dia temui. Tapi kali ini Luna akan serius, gak apa-apa deh beneran nikah sama pria tinggi di depannya. Ganteng, baik dan pekerja keras pula. Alih-alih menjawab, Raihan malah tertawa geli. "Haha, kamu lucu," jawab pria itu lalu melenggang pergi meninggalkan Luna. Lah, jawabannya gimana? Kok gantung sih?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN