Setelah Melamar Malah Dilamar!

1242 Kata
Luna menghentakkan kakinya. Kesal sumpah! Udah capek-capek lari nyari ruangan Raihan, ditambah ikutan nyimak obrolan perjodohan kucluk itu, hasilnya malah zonk. Menyebalkan! Dengan wajah semrawut, Luna mengeluarkan kunci motor yang ia terima dari Ragil. "Luna, udah mau pulang?" Ragil datang. "Iya. Kenapa? Mau bikin darah gue makin panas?" Luna menjawab dengan nyolot. "Lah kok marah? Gue salah apa? Kan tadi gue ngajak lo keluar biar lo gak ngerasain canggung berada di acara gituan." "Eh, kira-kira menurut lo ya, Abang lo bakalan mau gak sih?" "Mau apaan? Nikah gitu?" "Iya. Mau ya Abang lo nikah sama cewek jubahan tadi?" "Ya mana gue tahu, Lu. Cuma kalau melihat track record Abang gue sih kayaknya asal Abah setuju, pasti mau aja." "Hah? Abah? Maksudnya Pak Kiyai?" Ragil mengangguk. "Kami memanggil ayah dengan panggilan Abah." Luna mengangguk dan ber-o-ria. "Terus Pak Kiyai setuju?" lanjut Luna. "Entahlah, kan yang ikutan ngobrol sama mereka malah elo. Gue keluar lagi tadi." "Iya juga sih. Tapi tadi Pak Kiyai menyerahkan keputusan sama Mas Rai. Ah, kan jadi galau kalau kayak gini." Ragil menatap Luna dengan tatapan curiga, "Elo ngejar Bang Raihan buat apa?" Sebelum menjawab, Luna tersenyum lebar, "Gue cewek normal lah, Gil. Wajar dong kalau gue tertarik sama Abang lo. Wanita menyukai pria. Wajar kan? Normal namanya." "Bukan masalah normal atau tidaknya. Tapi gue sangat tahu siapa elo. Banyak pria yang suka dan tergila-gila sama elo. Kenapa malah Bang Raihan yang elo kejar?" "Kalau gue sukanya Abang lo gimana lagi?" Ragil tampak membuang nafas kasarnya, "Ngapain? Elo mau buat gue merasa canggung ya? Lo tahu gue pernah nembak lo. Atau ini bentuk penyesalan elo karena udah nolak gue? Pengen deket lagi sama gue dengan cara deketin Bang Raihan?" Luna melongo. Lah, darimana si Ragil punya kesimpulan yang aneh seperti itu? "Apaan sih? Ngomong elo udah ngaco deh. Gak ada niat ke sana, Gil." "Terus?" "Emang elo gak mau gitu punya ipar kayak gue?" "Ha? Jadi elo serius sama Bang Raihan?" "Iya lah." "Ck, modelan begini Bang Raihan mana mau, Lu?" "Heh, elo merendahkan gue ya?" Jelas Lulu gak terima dong! Walaupun selera Raihan ia juga belum tahu pasti, tapi direndahin begini tentu saja ia tersinggung! Untung aja calon adik ipar, kalau bukan, Lulu gak mau lagi lihat wajah ini anak. "Bukan begitu, Luna. Cuma ya realistis aja. Lo lihat kan tadi circle Bang Raihan yang kayak gimana? Semuanya pakai baju tertutup." "Lho, kemarin gue udah pakai baju jubahan kok." Ragil tersenyum geli, "Iya gitu?" "'Ck, iya, serius kok! Tanya saja sama Ma Rai sana!" "Udahlah, mending sekarang elo pulang dulu. Cari tahu tipe cewek yang disukai sama Bang Raihan." Luna mendengus kesal. "Ya udah, gue pulang ya, dah adik ipar sayang!" Ragil hanya menggeleng. Untung cantik. Walau sikapnya menyebalkan, tetap saja terlihat lucu di mata Ragil. Bahkan ia yakin Luna gak beneran cinta sama Bang Raihan. Bisa saja mungkin hanya akal-akalan gadis itu biar sering bertemu dengan dirinya. Seketika hati Ragil jadi menghangat. *** "Non, ada tamu." Suara lembut Mbok Yem membangunkan Luna. Yang dibangunkan cuma bergerak sedikit lalu tidur lagi. "Non, katanya ada hal penting." "Apa sih, Mbok? Aku masih ngantuk ah!" Luna menarik lagi selimutnya. "Kalau begitu, Mbok bilang ke Tuan Amar kalau Nona masih tidur ya?" Mata Luna langsung melek. "Ish, jangan! Iya ini udah bangun!" Mbok Yem adalah seorang wanita yang berusia lima tahun lebih tua dari mamanya. Wanita ini yang merawat Luna sejak orok. Ya, Sinta sangat sibuk dengan bisnisnya. Hal menyebalkan yang sering jadi senjata Mbok Yem adalah ayahnya! Ya, Luna takut sama pria hebat itu. Pernah Luna pulang malem dalam keadaan mabuk berat. Tidur seharian dan dibangunkan ayahnya dengan seember air! Gila emang. VOC tingkat dewa! "Siapa yang datang?" tanya Luna setelah menggeliat dan menguap lebar. "Tuan Edward." "Ha? Ngapain si Edi datang sepagi ini?" Ya, Edward adalah salah satu pacarnya. Pria blasteran Indonesia-Jerman yang sudah enam bulan jadi pacar ketiganya. Sebenarnya Luna sudah berencana untuk memutuskan pria itu. "Katanya ini hal penting, Non. Sekarang dia sedang ditemani oleh Tuan Amar." "Ha? Papa menemani si Edi?! Ngapain?!" Lulu panik dong! Jangan bilang kalah si Edi beneran serius mau melamarnya! Gawat ini! Luna mencepol rambutnya asal. Ia segera turun ke bawah. Ya, kamarnya berada di lantai dua. "Hai Luna?" Edward menyapanya dengan senyuman manis. Bagi Luna malah terlihat kucing garong yang siap memangsa ikan asin. "Ada apa, Ed?" Luna duduk di samping papanya. "Kamu tuh ya? Jam segini baru bangun. Edward sudah menunggu kamu sejak tadi." Amar menggeleng melihat tingkah putrinya. "Gak apa-apa, Om. Luna selalu cantik apalagi pas bangun tidur begini." "Haha, kamu pandai merayu juga ya?" Amar tertawa geli. "Maaf, Om. Apa boleh saya bawa Luna keluar hari ini?" "Eh, aku gak mau. Hari ini aku ada jadwal ke kampus." Luna langsung menjawab sebelum Papanya memberi jawaban. "Nah, kalian selesaikan masalah kalian. Oke? Papa harus berangkat kerja. Lu, ingat jangan keluyuran gak jelas! Mending ikut ngaji tuh ke pesantren lagi!" Mata Luna langsung sumringah, "Iya, Pa. Aku mau ngaji lagi." Edward kaget, "Kamu mau ke pesantren?" Luna mengangguk, "Iya, hari ini jadwal aku penuh banget, Edi. Pagi ini aku ke kampus, ada bimbingan skripsi. Sorenya aku ke pesantren." "Tapi kita udah lama gak jalan, Lu. Kamu juga tidak pernah balas pesanku lagi. Apa aku ada salah?" "Aduh, gimana ya? Sebenarnya kamu gak ada salah sih, tapi aku yang salah." "Maksudnya?" "Sebenarnya aku sudah tidak bisa melanjutkan hubungan kita lagi." "Lho, kenapa? Aku salah apa sama kamu?" "Udah aku bilang, Ed. Kamu gak salah kok." "Kalau kamu kemarin lihat aku sama Lucy di bar, kamu jangan salah faham! Aku sedang mabuk dan gak sadar. Aku minta maaf mengenai itu." Lah, malah pengumuman sendiri dia. Padahal Luna sama sekali gak tahu tentang kejadian dengan si Lucy di bar. Wong semalam dia gak ke bar kok. Ya ya, memang dulu Luna punya mata-mata yang sering dipakai buat mengawasi ketiga pacarnya. Bukan untuk mengekang, justru untuk cari aman agar ia tak ketahuan punya banyak pacar. "Oh aku gak masalah, Ed." "Oh, syukurlah. Luna, aku serius sama kamu. Sebentar lagi kamu lulus. Ayo kita menikah!" Luna tersenyum geli. Kemarin dia melamar seorang pria. Dan sekarang pagi buta begini malah dilamar orang. "Maaf, Edi. Aku gak bisa. Kamu pria baik. Pasti bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku." Edward tampak kecewa, "Tapi Luna, aku tidak mau kita putus. Aku masih cinta sama kamu." Duh, gimana ya, walau si Edi ganteng, tapi Luna sangat tahu. Kehidupan pria ini agak bebas. Seks before married buat si Edi bukan hal yang tabu. Entah berapa lobang yang sudah dimasuki burungnya si Edi. Luna bergidik ngeri membayangkan betapa banyaknya goa keramat yang dicelup si Edi ini. Benar-benar bukan calon suami idaman pokoknya. "Maaf, Edi. Aku gak bisa. Sorry, aku rasa kita sampai di sini saja. Aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaan kamu dengan gadis lain." Edi tampak sangat kecewa. Pria itu tak bicara lagi lalu keluar dan terdengar menyalakan mesin. Edi pergi dengan ngebut bersama motornya. "Ada apa, Lu?" Mama datang setelah Edward pergi. "Biasalah urusan anak muda, Ma." "Jangan bohong, kamu barusan menolak lamaran Edward ya?" "Mama nguping?" "Gak sengaja sih. Tapi kenapa kamu tolak? Si Edi ganteng lho, kaya raya pula." "Ish, Mama gak tahu aja si Edi doyan banget tidur sama banyak wanita." "Ha? Masa sih?" Mama kaget. Lalu matanya tetiba melotot ke arah putrinya, "Heh, jangan bilang kamu juga pernah tidur dengan pria tadi?!" Luna meringis, "Ish, jangan teriak dong, Ma." "Jawab, Mezzaluna?!" Wah, udah manggil nama lengkap nih! Pertanda Sang Ratu sedang marah besar, pikir Luna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN