Jihan membunyikan bel satu kali kemudian melamun memandangi pintu yang dicat warna putih tulang. Rasanya badan Jihan lemas, akibat kebanyakan menangis dan tidak bisa tidur. Ini patah hati pertama yang dialami Jihan dan jangan ditanya bagaimana rasanya, sudah pasti luar biasa menyakitkan. “Siap–lho, Jihan?” tanya Nabila kaget. “Kenapa? Itu kardus isinya apa?” “Bukan apa-apa, cuma mau ngembaliin barangnya abang. Aku nggak bisa lama-lama, ya, Bil. Soalnya ada urusan.” “Lho, bukannya lo udah tau kalau Abang pergi?” Nabila menampilkan raut heran. “Pagi tadi pesawatnya udah berangkat. Mau survey kampus sama apartemen yang bakal dia tempati di Inggris.” Kali ini Jihan-lah yang kaget. Tangan Jihan gemetar tapi sebisa mungkin Jihan tutupi. “O-oh. Aku ...” Jihan menelan ludah susah payah. Tenggo