"Mbak, saya izin ke poli urologi, ya?" Riani duduk di hadapan Lia. "Hm? Ngapain?" Lia yang sedang sibuk memeriksa dokumen segera mengangkat kepalanya. "Mau… periksa." Jawabnya ragu-ragu. Ia memang belum memberitahu Lia perihal kondisi kehamilannya. "Periksa apa?" Lia mengernyit. Semakin curiga. "Hm… ini… kemungkinan plasenta akreta. Jadi mau konsul urologi." "Heh? Kamu?" Lia terbelalak. Riani mengangguk. "Ya ampun, Ri. Ya sudah sana. Semoga kondisinya nggak parah-parah banget, ya. Eh, periksanya sama Dokter Ryan?" "Enggak. Sendiri. Dokter Ryan sibuk di ruang isolasi." Riani tersenyum tanggung. "Mau aku temani?" "Nggak usah, Mbak. Pekerjaan kamu 'kan banyak. Aku bisa sendiri, kok." Kali ini Riani tersenyum manis. Demi agar Lia tidak memaksa ikut. Bukan apa, ia segan merepotkan ora