Sampai di lokasi syuting, Jey menyerahkan kunci mobil milik Nida kembali padanya. “Hati-hati di jalan. Jika ada hal penting, sebaiknya segera menghubungiku.” Pesan Jey pada Nida.
Nida mengangguk lalu melangkah kembali menuju mobilnya. Wanita itu masih teringat dengan raut wajah Jey yang bersemu merah ketika dia membahas hal-hal pribadi dengan pria tersebut. Nida mengulum senyumnya sambil mengemudikan mobilnya menuju ke rumah katering.
“Bagaimana? Apa pesanan hari ini sudah diantar semuanya?” Tanya Nida pada karyawannya di sana.
“Sudah Mbak, semuanya sudah selesai. Tinggal pengiriman terakhir, mungkin Juki dan Almira sudah dalam perjalanan kembali ke sini.” Jelas Mita pada Nida.
“Ya, sudah, aku balik dulu ke rumah. Kalian bereskan semuanya, nanti.”
Semua karyawannya serempak menganggukkan kepala. Nida keluar dari dalam rumah katering menuju ke arah mobilnya. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Syifa dan Akila setibanya di rumah kedua orangtuanya. Hanya mereka yang bisa menghapus gelisah di dalam hati Nida saat ini semenjak ditinggal Rafa Hanafi.
Nida turun dari dalam mobilnya, dia melihat mobil Rafa terparkir di halaman rumah. “Kenapa mobil Mas Rafa ada di sini? Aku nggak salah lihat kan?” Tanya Nida pada dirinya sendiri. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam, sampai di ambang pintu Nida mengucapkan salam.
Sayup-sayup terdengar sahutan Rafa dari dalam kediaman kedua orangtuanya. Akila dan Syifa turut berlari menuju ke pintu untuk menjemput kedatangan mama tercintanya tersebut.
“Syifa, Akila?” Nida duduk berjongkok menerima pelukan dari kedua putrinya.
Samar-samar dia mendengar langkah sepatu mendekat dari belakang punggung kedua putrinya. “Mas Rafa?” Seru Nida seraya kembali berdiri.
“Aku datang untuk menjenguk anak-anak, sudah lama kami tidak bertemu. Pabrik ramai pesanan jadi aku tidak punya waktu untuk datang ke sini.” Jelas pria itu panjang lebar pada Nida.
“Mas Rafa nggak datang sendiri kan ke sini? Ayana? Di mana? Aku akan membuatkan minuman untuknya.” Seru Nida seraya menggandeng kedua tangan putrinya masuk ke dalam rumah.
“Aku datang sendirian kemari.” Sahutnya pada Nida seraya mengekornya masuk kembali ke dalam.
Nida merasa ada beberapa hal yang harus dia bahas dengan serius, kedatangan Rafa hari ini tentunya bukan sekedar untuk menemui kedua putrinya. “Bapak dan Ibu? Mas sudah bertemu?” Tanya Nida dengan nada serius. Sejak perceraian mereka berdua, Rafa tidak sekalipun pernah datang untuk menyapa putrinya apalagi datang untuk menjenguk kedua mertuanya. Pria itu seakan sudah lupa dengan semua hal yang berhubungan dengan Nida.
“Sudah, tapi sepertinya Bapak dan Ibu tidak senang melihatku datang ke sini. Sebenarnya apa yang sudah kamu katakan pada mereka tentangku? Apa kamu sudah menjelek-jelekkan aku di depan mereka?” Terka Rafa seraya menatap Nida dengan tatapan penuh ejekan. “Mentang-mentang kamu sudah dilamar sama pria begajulan itu! Begitu mudahnya kamu membuat diriku terlihat buruk di depan Bapak dan juga Ibumu!”
Nida hanya menundukkan wajahnya, tapi sepertinya ucapan Rafa memang sudah sangat keterlaluan. “Mas datang untuk menghina Nida?” Tanyanya dengan tatapan sedih.
“Aku sudah bilang, aku datang untuk menjenguk Akila dan Syifa! Mereka darah dagingku sendiri!” Seru Rafa dengan nada tinggi.
“Iya, Nida tahu. Tapi ucapan Mas Rafa tentang Jey sama sekali tidak masuk akal.”
“Lihat, belum apa-apa kamu sudah membela pria itu! Apalagi kalau kalian sudah menikah nanti!? Pasti dia akan memberikan contoh-contoh yang buruk padamu! Dia akan membuat kamu melawan nasehat orang tua! Aku tidak rela melihat Syifa dan Akila memiliki ayah seperti berandalan itu! Batalkan saja pertunangan kalian! Aku masih bisa menghidupi kalian!” Bentak Rafa pada Nida.
Nida sangat terkejut mendengar permintaan Rafa Hanafi, selama ini pria itu tidak pernah muncul di depan matanya. Dari perceraian sampai Nida memutuskan untuk menikah dengan Jey. Dan ketika hari pernikahannya sudah dekat tiba-tiba Rafa menyela agar dia membatalkan hubungan tersebut dengan Jey.
“Astaga, Mas Rafa. Mas sama sekali nggak bisa mengatur Nida sesuka hati. Apa yang akan dipikirkan oleh kedua orangtuanya Jey pada keluarga Nida? Kami sudah setuju dan tinggal menghitung hari masuk ke pelaminan. Tapi Mas Rafa tiba-tiba datang dan mengatakan semua ini? Maaf Mas, Nida mau masuk ke dalam. Hari sudah sore Nida harus memandikan anak-anak.” Ucapnya seraya berdiri dari kursinya.
“Kamu mengusirku sekarang, Nid? Nida?!” Teriaknya pada wanita itu. Nida tidak menjawab tapi langsung masuk ke dalam.
Rafa mengepalkan tangannya, pria itu segera berdiri dan keluar dari dalam kediaman tersebut. “Aku tidak akan membiarkan kamu jatuh ke tangan pria preman itu! Lihat saja nanti!” Ucapnya dalam hati.
Nida sampai di ruang belakang, dia meletakkan tasnya di atas meja lalu menarik kursi dan duduk di sebelah ayah dan ibunya.
“Bagaimana? Kamu sudah berbicara dengan Rafa?” Bu Ratmi mengusap bahu Nida.
“Sudah Bu, Mas Rafa bilang Nida nggak boleh menikah sama Jey. Dia bilang Jey tidak pantas untuk Nida dan anak-anak.” Jelasnya pada kedua orangtuanya. Nida menatap wajah ayah dan ibunya. Dia sangat bingung kalau mereka juga merubah keputusannya.
“Sudah, jangan dengarkan omongan Rafa. Yang penting hubungan kamu sama Nak Jey tidak ada masalah.” Bu Ratmi berusaha menenangkan hati Nida sebisanya.
“Iya, Bapak ini juga nggak habis pikir. Bisa-bisanya Rafa menikah dengan Ayana, padahal kalian baru resmi bercerai. Seolah-olah dia sangat terburu-buru! Bapak dengar Ayana juga sudah hamil. Tepat setelah Ayana bercerai dengan Rifai dia langsung mengejar Rafa. Kamu jangan ambil hati ucapan Rafa lagi, walau dia adalah ayah dari kedua putrimu, dia bukan lagi suamimu, Nduk!” Seru Pak Santoso pada Nida.
Nida tidak tahu ternyata ayahnya sendiri sudah tahu hubungan antara Rafa dan Ayana begitu detail.
“Iya, Pak. Nida tahu, besok-besok Nida tidak akan mengambil hati apa yang Mas Rafa katakan pada Nida.”
Nida segera beranjak berdiri dari kursi meja makan, wanita itu segera membersihkan tubuhnya lalu melihat kedua putrinya. Ternyata mereka sudah terlelap di dalam kamarnya.
“Mbak Nida? Bibi mau pamit pulang dulu, anak-anak sudah makan dan sekarang sudah tidur.” Ucap pelayan tersebut pada Nida.
“Iya, Bibi hati-hati di jalan.” Sahutnya sambil mengukir senyum.
Nida bergegas masuk ke dalam kamarnya sendiri, wanita itu melihat ponselnya. Tidak ada pesan atau panggilan masuk di sana. Baru saja dia meletakkannya di atas meja, benda pipih tersebut tiba-tiba berdering nyaring. Ragu-ragu Nida menerima panggilan dari Jey.
“Halo? Jey?”
“Syifa dan Akila di mana?”
“Mereka baru saja tidur.” Sahutnya dengan nada datar.
Sebenarnya Jey baru saja mendapatkan laporan dari orang suruhannya tentang kedatangan Rafa Hanafi di kediaman kedua orangtuanya Nida beberapa menit yang lalu. Jey cemas kalau Nida sampai sedih lagi.
“Kamu baik-baik saja kan?”
“Aku?” Ulang Nida seraya meremas sisi gaun tidurnya. Saat ini Nida sedang duduk di tepi tempat tidur tanpa hijabnya. Jey bisa mendengar napas Nida sedikit tidak teratur di seberang sana.
“Hem, kamu.” Sahut Jey dari seberang sana.
“Aku..”
“Suaramu terdengar tidak baik-baik saja, Nida. Perlukah aku datang ke rumah, malam ini?” Tanya Jey sambil mengulum senyum. Sudah tahu pasti Nida akan menolak kedatangannya malam-malam begini, tapi dia tetap saja mengajukan pertanyaan mustahil tersebut untuk membuat panik wanita berkerudung itu. Rasanya Jey tidak akan merasa lega jika tidak melihat bibir milik Nida cemberut walau hanya sehari saja.