Jatuh Talak

1392 Kata
Tentu saja jawaban Savana ini menjadi tamparan besar bagi Andika. Tidak terima dengan ketegasan Savana, Andika pun mendengus kasar. “Ok…aku akan turuti permintaanmu! Tapi kirana, tidak boleh kamu bawa! Aku akan menyerahkan dia untuk diadopsi oleh keluarga Saputra!” “Tidak akan!” teriak Savana menolak dengan tegas. “Sampai kapan pun aku tidak akan menyerahkan putri pada monster macam kalian!” Savana langsung masuk kedalam kamar untuk mengambil Savana dan membereskan seikit pakaiannya, kemudian kembali menghampiri Soraya dan Andika yang tampak marah. “Dengar Savana! Kamu boleh pergi kemana pun kamu suka. Tapi tinggalkan Kirana disini!” bentak Soraya sambil berniat untuk mengambil Kirana dari gendongan Savana. “Diam!” teriak Savana dengan keras. “Jangan pernah berani menyentuh putriku, atau kalia akan menyesal!” ucapnya penuh ancaman. “Sekarang! Jatuhkan talak untukku, Mas!” Didesak seperti itu ego Andika pun tersulut, dai merasa harga dirinya sedang diinjak – injak Savana saat ini. Dan tanpa ragu lagi, Andika pun berucap. “Savana Aqila! Mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi!” ucapnya dengan tegas, “Sekarang, pergi dari sini!” usirnya sambil menunjuk keluar. Mendengar kalimat yang diucapkan Andika, Savana pun menutup mata sejenak untuk merasakan betapa sakitnya hati saat ketulusan cinta dan pengabdiannya dibalas dengan pengkhianatan oleh sang suami yang kini menjadi mantan. Savana menarik nafas dalam, lalu berkata. “Terima kasih, aku harap, kamu tidak akan menyesal dengan keputusan ini,” Mendengar ucapan Savana, Soraya langsung tertawa lepas. “Menyesal?!” ucapnya. Sambil menyunggingkan senyum mengejek, Soraya meneruskan. “Kamu pikir siapa kamu! Tidak akan mungkin Andika menyesal telah membuang sampah tidak berguna seperti kamu! Sekarang, cepat pergi!” bentaknya sambil menunjuk kearah luar. Savana hanya memberikan seulas senyum tipis, lalu membalikan badannya dan hendak melangkah meninggalkan Andika dan Soraya yang tersenyum puas. “Ingat Savana! Aku tidak akan pernah mau mengakui anakmu itu sebagai anakku! Dan aku tidak akan pernah memberikan sepeser pun uang untuk biaya hidupnya!” Kaki yang hampir saja dilangkahkan pun diurungkan. Savana kembali membalikan badannya. Sambil menatap tajam Andika, Savana berkata dengan tegas. “Kamu tidak perlu khawatir! Aku tidak akan pernah meminta apapun dari kamu untuk Kirana! dan aku, tidak akan pernah memberitahu kamu kalau Kirana Sakit! Jangankan Sakit, sampai Kirana meninggal pun aku tidak akan memberitahu kamu!” Selesai bicara Savana kembali meneruskan niatnya untuk pergi dari rumah mantan suaminya. Dengan menenteng tas kecil berisi pakaian ganti miliknya dan juga Kirana, Savana pun keluar dari pagar rumah mantan suaminya. Berjalan menelusuri jalanan komplek dan langsung tembus dengan jalan raya. Merasa kakinya sudah tidak sanggup lagi berjalan sambil menggendong Kirana, Savana pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di Pos Satpam sebuah komplek perumahan elit. Savana duduk di bangku panjang yang berada diluar pos. “Mama…Kilana, lapal,” ucap Kirana yang seketika mengingatkan Savana kalau putrinya belum makan apapun "Ya ampun, mama lupa sayang. Mama lupa kalau Kirana belum makan,” sesalnya sambil mengelus rambut putrinya dengan lembut, lalu mendudukan Kirana di bangku, “Kirana tunggu disini ya nak, mama akan beli roti dikios sana.” Tangannya menunjuk keseberang jalan, dan tampak sebuah kios disana. Kirana mengangguk. Lalu Savana pun berjalan menuju kios untuk membeli sebungkus roti dan sebotol air mineral. Dan setelah membayar apa yang dibelinya, Savana pun memutuskan untuk kembali secepatnya. Namun, baru saja kakinya menginjakkan aspal, tiba - tiba Ciiiit!!! Awas!!! Savana terkejut saat melihat sebuah mobil dengan kecepatan tinggi mengarah melaju kencang. Savana melihat seorang anak laki – laki berusia sekitar enam tahun yang berlari dan menyeberang jalan tidak melihat kanan kiri. Untung saja, Savana dengan cepat meraih tubuh bocah tersebut dan menjatuhkan badannya hingga membentur trotoar jalan, membuat pelipis Savana terluka dan mengeluarkan darah. “Kamu tidak apa – apa?” tanya Savana sambil memeriksa keadaan bocah laki – laki itu. Bocah laki – laki berusia sekitar lima tahun itu tidak menjawab, dan hanya menatap Savana yang seketika terkejut dengan ketampanan bocah laki – laki itu. Bola mata bulat kecoklatan dipadu hidungnya yang mancung dengan bentuk wajah yang bulat menyempurnakan ketampanan bocah itu. ‘Tampan sekali, anak ini!’ pikir Savana dalam hatinya. Tangan Bocah itu bergerak merogoh kantong kemejanya mengeluarkan tisyu, lalu mengusap bagian pelipis Savana yang terluka dan masih mengeluarkan darah. “Maafin Azzam, tante. Gara – gara nolongin Azzam, kepala tante jadi berdarah,” ucapnya terlihat begitu menyesal. Savana mengelus rambut Azzam yang sedikit beratakan. “Azzam, tidak apa – apa, sayang?” Azzam menggeleng kepala. “Syukurlah kalau Azzam tidak apa – apa.” Savana terlihat begitu lega. “Sekarang kita istirahat dulu di Pos Satpam.” Azzam mengangguk. Keduanya lalu berjalan menuju pos Satpam tempat dimana Kirana menunggu. Sesampainya di Pos Satpam, Savana segera memberikan air mineral yang sudah dibuka kepada Kirana. “Ini, siapa tante?” tanya Azzam sambil menujuk Kirana. “Ini anak tante, Namanya Kirana,” ucap Savana memperkenalkan. “Azzam, kenapa Azzam lari – lari? Apa ada yang mengejar Azzam?” Azzam mengangguk. Matanya melirik kearah seorang perempuan yang mengenakan pakaian seperti seorang suster. Perempuan itu berjalan menghampiri Savana dan Azzam. Wajahnya terlihat begitu ketakutan. “Den Azzam! Den Azzam tidak apa – apa?!” serunya sambil memeriksa kondisi Azzam. “Sekarang kita pulang, kalau sampai papanya Den Azzam tahu Den Azzam seperti ini, papanya Den Azzam pasti marah!” rengek pelayan itu membujuk Azzam pulang. Mendengar ucapan pelayan itu, Savana baru sadar kalau Azzam ternyata lari dari rumah. Belum sempat Savana berkata, Azzam sudah terlebih dulu menjawab dengan nada tegas. “Nggak mau! Azzam nggak mau pulang! Papa janji mau ngajak Azzam main! Tapi kenapa sampai sekarang belum pulang?!” jawabnya lantang. Savana menarik nafas dalam, lalu menatap Azzam dan berkata. “Jadi, Azzam kabur dari rumah?” Azzam mengangguk sambil mengangkat wajahnya. Sepasang manik hitap kelam menatap lekat Savana yang tersenyum sambil mengelus rambut Azzam. “Azzam kesel sama papa yang sering boong. Janji mau nemenin Azzam main, tapi sampai sekarang masih belum pulang!” ucap bocah itu mengadu. Savana kembali tersenyum lalu berkata pelan, “Sayang, kalau papa tidak bisa menemani Azzam main, Azzam kan masih bisa minta mama untuk menemani Azzam main. Kan sama mama juga bisa main,” Mendengar perkataan Savana, Azzam menundukan kepala wajahnya berubah murung dan sedih. “Mama Azzam udah gak ada tante. Azzam udah gak punya mama,” Savana terkejut, dia tidak menyangka kalau bocah sekecil itu harus kehilangan kasih sayang seorang ibu. “Maafkan tante, sayang. Tante tidak tahu kalau ternyata mama Azzam sudah gak ada,” sesal Savana karena sudah membuat bocah itu terlihat sedih. “Azzam! Pulang!” Azzam tersentak kaget mendengar ucapan lantang dari seorang pria yang tentu saja sudah Azzam kenal suaranya. Melihat Azzam seperti ketakutan, Savana pun mengarahkan pandangannya ke sumber suara. Seketika mata Savana menangkap sosok pria tampan yang berdiri dengan mengenakan jas berwarna merah marun. Savana menajamkan matanya mengamati pria itu untuk beberapa saat, sampai akhirnya Savana pun berseru. “Mas, Bayu?!” Pria yang dipanggil Bayu oleh Savana itu pun sektika menatap Savana dan memperhatikannya dengan seksama. “Kamu…Savana ‘kan?!” tanyanya memastikan Savana tersenyum sambil mengangguk, “Iya, mas. Aku Savana, adiknya Kak Dewa,” jawabnya tegas. Wajah Savana berubah cerah. Tidak disangka dirinya akan bertemu dengan Bayu setelah hampir tujuh tahun. Bayu, itulah nama lengkapnya. Pria yang merupakan sahabat Dewa Nalendra kakak kandungnya Savana itu, adalah cinta pertamanya Savana. Namun sayangnya, pria itu harus menikah dengan perempuan lain, karena dijodohkan oleh keluarganya. Dan tentu saja, pernikahan Bayu dengan wanita lain membuat Savana pun frustasi. Tapi Savana tidak bisa menyalahkannya, karena mereka belum sempat menjalin hubungan asmara. Kalu saja Savana berani berterus terang tentang perasaannya, mungkin saja Savana tidak akan menikah dengan Pria b******n seperti Andika. “Ya ampun Savana! Apa yang sudah terjadi sama kamu?” Bayu memperhatikan Savana dari atas sampai bawah. Perubahan besar membuat Bayu hampir tidak mengenali Savana. Savana hanya tersenyum getir. Wajar kalau Bayu menanyakan hal itu padanya, perubahan besar telah terjadi pada diri Savana setelah menikah dengan Andika Permana. Padahal sebelumnya Savana adalah seorang Nona Muda keluarga Nalendra, dan nama lengkap Savana sendiri adalah Savana Aqila Nalendra. Tentu saja penampilan Savana seperti itu sangat tidak layak bagi seorang Nona muda dari keluarga kaya, bahkan termasuk salah satu keluarga terkaya di Negeri ini. Tapi semuanya adalah pilihan Savana yang lebih memilih untuk menikah dengan Andika Permana. dan akibatnya, Dewa Nalendra pun mengusir Savana serta memutuskan hubungan keluarga dengannya. “Ceritanya panjang, Mas,” ucap Savana lirih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN