10. Hanya Seorang Pengganti

2267 Kata
“Victoria!” teriak Chloe ketika melihat Victoria keluar dari mobil. “Chloe,” sapa Victoria tersenyum menghampiri Chloe. “Apa yang kau lakukan di sini?” “Aku ingin mentraktirmu minum. Aku belum sempat berterima kasih atas bantuanmu di festival waktu itu karena sibuk,” jawab Chloe. “Itu sudah lama berlalu. Kau terlalu menganggapnya serius padahal itu hanya hal kecil. Hanya perlu naik ke panggung dan bermain piano,” ujar Victoria. “Tetap saja. Berkatmu festivalnya berlangsung dengan baik. Kau pantas ditraktir,” ucap Chloe. “Baiklah kalau kau memaksa. Aku tidak akan menolak. Bagaimana kalau di cafe yang baru buka di seberang jalan?” tawar Victoria yang mengundang kekehan Chloe. “Untung kau tidak meminta di tempat yang mahal,” gurau Chloe. “Aku masih tahu diri,” balas Victoria bangga. “Ayo, pergi,” ajaknya kemudian beranjak bersama Chloe. Sesampainya di cafe, mereka duduk di meja yang berada di tengah setelah memesan minuman. Entah karena masih baru atau karena hari masih pagi, saat ini cafe hanya diisi oleh beberapa pengunjung termasuk Victoria dan Chloe. “Apa kegiatanmu hari ini?” tanya Chloe. “Seperti biasa, hanya latihan,” jawab Victoria kemudian meminum jus stroberinya. “Tapi, sepertinya akhir-akhir ini kau yang sibuk.” “Begitulah. Aku baru kembali dari Italia untuk peninjauan,” ungkap Chloe. “Italia? Apa pemandangan di sana bagus? Kudengar banyak tempat wisata yang indah di sana,” tanya Victoria antusias. “Ya. Kau bisa mengunjungi tempat-tempat wisata itu kalau tujuanmu untuk berlibur. Sayangnya, aku ke sana untuk bekerja. Menyebalkan dan melelahkan sampai terkadang aku berpikir untuk berhenti saja,” gerutu Chloe yang membuat Victoria terkekeh. “Tapi, kau masih ada waktu untuk mentraktirku,” ucap Victoria. “Kau pengecualian,” ujar Chloe. “Wow! Aku merasa sangat tersanjung,” canda Victoria. “Harus,” balas Chloe dan keduanya tertawa bersama. Setelahnya, mereka berdua terdiam sesaat. Chloe lalu melirik Victoria yang menikmati jus stroberinya dengan ragu. “Vic,” panggil Chloe yang dibalas deheman oleh Victoria. “Apa kau sudah tahu kalau ... malam ini Isabelle akan mengadakan konser solonya?” tanyanya sedikit ragu. “Tidak. Sekalipun tahu, dia juga tidak akan mengundangku,” ucap Victoria tidak acuh. Namun begitu, hal tersebut tak lantas membuat Chloe lega. Entah kenapa, ia justru merasa semakin resah dan tak tenang. “Bagaimana kalau dia mengundangmu?” tanya Chloe. “Maka dunia ini akan runtuh. Kau tahu hubungan kami tidak seakrab itu untuk saling mengundang,” tukas Victoria. “Baiklah,” gumam Chloe. “Tapi, kenapa kau tiba-tiba bertanya?” tanya Victoria menengadah menatap Chloe. “Ah, bukan apa-apa. Aku hanya penasaran,” jawab Chloe sedikit gugup seraya tersenyum kaku dan langsung mengalihkan topik pembicaraan. Setelah cukup lama berbincang, keduanya beranjak dari cafe dan Victoria kembali ke grup musik. Sementara Chloe pergi entah ke mana. Begitu menginjakkan kaki di dalam gedung, Victoria langsung disambut dengan kehebohan orang-orang tentang konser solo Isabelle malam nanti. Mungkin, hanya Victoria-lah satu-satunya yang mengabaikan hal itu. “Wah! Aku sudah tidak sabar menanti malam ini! Isabelle pasti akan sangat cantik!” “Aku juga. Aku sangat ingin mendengar permainan pianonya. Kudengar kemampuannya semakin meningkat.” “Jika kemampuannya meningkat lagi, mungkin dia sudah mencapai skill dewa!” “Benar. Bahkan sebelum pergi ke Paris, Isabelle sudah menjadi kebanggaan para guru karena permainannya sangat bagus.” “Omong-omong, menurut kalian apa Luke akan hadir?” Seketika langkah Victoria berhenti saat mendengar pertanyaan itu dilontarkan. “Sudah pasti dia akan datang. Sejak dulu Luke selalu menjadi penonton di bangku pertama saat Isabelle tampil. Kau lupa? Bahkan Luke sendiri yang menjemput Isabelle di bandara saat dia kembali.” “Benar juga. Akan aneh kalau Luke tidak datang.” “Aku juga yakin seratus persen kalau Luke akan datang. Bagaimanapun, mereka berdua adalah ikon kota Melbourne.” Tak ingin mendengarnya lebih jauh, Victoria kembali melangkahkan kaki lalu masuk ke lift yang diisi oleh beberapa orang. Dalam sekejap, Victoria langsung menjadi pusat perhatian akibat berita Isabelle yang akan mengadakan konser malam ini. Victoria bahkan dapat mendengar bisikan mereka yang membicarakan tentang hubungannya bersama Luke dan Isabelle. Tentu saja selalu ada tatapan merendahkan dan ucapan menghina untuknya jika masalah itu telah dikaitkan dengan Isabelle. Begitu pintu lift terbuka, Victoria langsung keluar dan melangkah menuju ruang latihannya dengan mengabaikan tatapan orang-orang yang lagi-lagi tertuju padanya. “Kau sudah datang,” sapa Alice yang tengah bermain ponsel sambil bersandar di dinding. “Ya,” gumam Victoria. “Kau sedikit telat hari ini,” ucap Alice. “Aku bertemu Chloe dan dia mentraktirku minum,” jelas Victoria yang dibalas anggukan oleh Alice. “Oh, ya. Kau sudah dengar kalau malam ini Isabelle mengadakan konser?” tanya Alice. “Ya. Orang-orang membicarakannya begitu aku menginjakkan kaki di pintu masuk,” jawab Victoria datar. “Aku mengerti apa yang kau rasakan. Bahkan saat aku datang, orang-orang sudah mulai membicarakannya seolah itu adalah hal yang sangat besar sampai membuatku mual,” gerutu Alice. “Bukankah memang seperti itu? Bagaimanapun, ini adalah konser pertamanya setelah kembali dari Paris. Tentu saja orang-orang sangat penasaran dan menantinya,” tutur Victoria. “Hah! Konser apanya? Dia hanya ingin menyombongkan dirinya yang telah belajar di Paris selama empat tahun. Padahal bukan hanya dia satu-satunya yang pernah belajar di Paris. Tapi, semua orang menganggapnya seolah baru kembali dari surga setelah mengasah kemampuannya ke tingkat dewa,” oceh Alice kesal. “Ugh! Aku sangat kesal sampai ingin menyumbat mulut mereka satu per satu,” keluhnya yang membuat Victoria terkekeh. “Hentikan. Kau tahu? Wajahmu sudah seperti kepiting rebus karena marah,” gurau Victoria. “Aku tidak peduli selama aku puas memakinya,” dengus Alice. “Sudahlah. Lepaskan ponselmu dan ayo berlatih,” ajak Victoria kemudian beranjak menuju pianonya. Alice tak membantah dan menurut. “Omong-omong, hari ini Miss Foster tidak masuk lagi. Jika dihitung, ini sudah hari ketiga,” sahut Alice. “Kau sudah coba menghubunginya?” tanya Victoria. “Sudah. Tapi, sepertinya ponselnya tidak aktif. Pesanku masih belum terkirim,” jawab Alice. “Apa mungkin karena pemilihan ketua tim? Setelah hari itu, Miss Foster sudah tidak pernah kelihatan lagi. Kejadiannya pun sangat heboh karena Miss Foster sampai meninggikan suara,” tebaknya. “Aku juga tidak begitu yakin,” gumam Victoria dengan kening mengerut khawatir. “Aku juga akan coba menghubunginya nanti.” *** Victoria mendudukkan tubuhnya ke sofa di dalam kamar lalu memeluk bantal kecil favoritnya. Selama beberapa saat Victoria termenung memikirkan Lawrence yang akhir-akhir ini tidak datang ke grup musik. Sejujurnya Victoria juga khawatir dengan Lawrence setelah hari itu. Tak ingin larut dalam kekhawatiran, Victoria mengambil ponselnya lalu mengirim pesan pada Lawrence. -Miss Foster, kau baik-baik saja? Sudah beberapa hari kau tidak datang ke grup musik. Apa terjadi sesuatu padamu? Tolong balas pesanku setelah kau membacanya. Kami mengkhawatirkanmu.- Seusai mengirim pesan, Victoria meletakkan ponselnya di atas meja lalu menutup mata. Luke belum pulang. Dan seperti biasa, Victoria hanya akan menghabiskan waktu sendiri menunggu pria itu pulang. “Luke, kapan kau pulang?” gumam Victoria menghela napas panjang. Karena merasa bosan di kamar, Victoria memutuskan untuk latihan piano sekaligus menunggu Luke di ruang tamu. Namun saat hendak beranjak, ponsel Victoria tiba-tiba berdering beberapa kali. Itu adalah pesan dari grup musik yang terus berdatangan. Penasaran, Victoria kembali mengambil ponselnya lalu membuka pesan grup musik yang begitu ramai. Detik berikutnya, Victoria langsung menyesal membuka grup setelah tahu bahwa mereka sedang membahas konser Isabelle. Saat hendak keluar dari aplikasi, mata Victoria tiba-tiba tertuju pada satu nama. Luke. Kini, mereka sedang membahas Luke yang hadir di sana. Dalam sekejap jantung Victoria berdegup kencang dan jari-jarinya mulai gemetar takut. Dengan ragu, Victoria mengklik sebuah video yang masuk. Victoria menggigit bibir bawahnya ketika melihat Luke benar-benar ada di sana. Bahkan pria itu duduk di bangku paling depan. Dengan jantung yang berdebar kencang, Victoria keluar dari aplikasi dan segera menghubungi Chloe. Tak butuh waktu lama, Chloe langsung menjawab panggilannya. “Halo, Vic,” sapa Chloe. Kini, Victoria dapat merasakan kecemasan dari suara Chloe. “Apa kau bisa menjemputku sekarang?” tanya Victoria. “Kau ... apa kau sudah tahu?” tanya Chloe balik. “Bisa atau tidak?” tanya Victoria sembari meremas bajunya. “Aku akan ke sana sekarang,” ucap Chloe dan Victoria langsung memutus panggilannya lalu melempar ponselnya ke atas meja. Dalam diam penuh ketakutan, Victoria menunggu Chloe datang menjemputnya. Tanpa sadar, Victoria terus menggigit bibir bawah dan meremas bajunya dengan erat. Setelah menunggu cukup lama, Victoria langsung beranjak saat mendengar suara mobil berhenti di depan villa. Dengan setengah berlari, Victoria menuruni tangga. “Aku akan keluar. Kau tidak perlu mengantar. Ada yang menjemputku,” ucap Victoria pada Thomas yang berada di depan villa. Tanpa menunggu jawaban Thomas, Victoria bergegas keluar dari pekarangan villa lalu masuk ke dalam mobil Chloe. “Kau yakin ingin pergi?” tanya Chloe khawatir. “Jalan saja,” pinta Victoria datar. “Baiklah,” ucap Chloe menghela napas kemudian melajukan mobilnya. Selama perjalanan, Victoria hanya menatap keluar jendela dalam diam dengan pikiran yang kacau. Beberapa kali Chloe menoleh pada Victoria karena cemas. Tak berapa lama, mobil Chloe berhenti di depan sebuah gedung di mana beberapa orang masih berdatangan. “Apa kau akan masuk?” tanya Victoria. “Tidak. Aku masih ada urusan,” jawab Chloe. “Baiklah. Terima kasih telah mengantarku,” ucap Victoria kemudian keluar dari mobil Chloe dan masuk ke dalam gedung. Tanpa bertanya pun, Victoria dapat mengetahui letak ruangan di mana Isabelle melangsungkan konser solonya. Dengan kaki yang sedikit gemetar, Victoria terus melangkah menuju sebuah aula besar yang telah dipenuhi oleh banyak orang. Begitu menginjakkan kaki di dalam, Victoria langsung disambut oleh melodi dari piano yang dimainkan. Dan di tengah panggung, Isabelle dengan anggunnya memainkan piano tersebut. Namun, bukan itu yang ingin Victoria lihat. Dengan segera, mata Victoria menyisir para penonton di bangku pertama dan ketemu. Mata Victoria berhenti pada seorang pria yang duduk dengan setelan yang tampak familiar. Di sana, Luke duduk dengan tatapan yang terus tertuju pada Isabelle. Victoria merasakan dadanya terasa sakit. Luke bahkan tak hadir di penampilannya beberapa waktu lalu. Tapi kini, Luke datang di konser solo Isabelle dan duduk di bangku paling depan. Hal yang sangat Victoria harapkan. Tanpa sadar, Victoria kembali menggigit bibir bawahnya dengan kedua tangan mengepal. Matanya terus menatap Luke yang bahkan tak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Isabelle. Ingin rasanya Victoria menangis saat itu juga. Namun, Victoria sadar bahwa ia tak bisa melakukan itu di sana. Akhirnya, Victoria hanya bisa berdiri di sana sembari menatap Luke yang tampak terpesona pada penampilan Isabelle. Perhatian Victoria teralihkan ketika semua orang bertepuk tangan dengan meriah setelah Isabelle menyelesaikan penampilannya. Ketika tatapan Luke dan Isabelle bertemu, Victoria tak dapat lagi menahan rasa sakitnya dan bergegas meninggalkan aula. Entah bagaimana, kini Victoria berada di dalam toilet. Ia lalu masuk ke dalam salah satu bilik, menutup mulut dan menangis tanpa suara. Sebelah tangannya yang lain meremas dadanya yang terasa begitu sakit. Saat ini, Victoria tak tahu lagi harus melakukan apa selain menangis. Kepalanya seolah kosong. Tubuhnya gemetar tanpa henti dan air mata terus mengalir di pipinya. Tak berapa lama kemudian, beberapa orang tiba-tiba masuk seraya berbincang. Awalnya, Victoria ingin mengabaikan mereka. Namun, ia tak bisa saat mendengar nama Isabelle disebut. “Kau lihat tadi? Isabelle semakin cantik setelah kembali dari Paris. Permainan pianonya juga semakin bagus.” “Benar. Dan kau lihat Luke? Dia tidak pernah mengalihkan pandangannya dari Isabelle. Jantungku sampai berdebar melihat mereka berdua.” “Aku juga merasakannya. Sejak dulu mereka berdua selalu terlihat serasi jika bersama. Saat Isabelle tampil, Luke selalu menjadi penonton terdepan untuknya. Kau ingat julukan mereka dulu? Romeo dan Juliet yang tak terpisahkan. Kya~” “Haaa .... Aku benar-benar iri dengan mereka berdua. Kapan aku bisa mendapat pria seperti Luke?” “Eh. Tapi, kau sudah dengar rumornya?” “Rumor apa?” “Katanya Luke memelihara seekor burung di villa-nya.” “Ya! Aku pernah mendengarnya. Tapi sayangnya, tidak ada yang pernah melihat burung itu. Padahal aku sangat penasaran dengannya. Andai ada satu orang saja yang berani mendekat ke villa itu, kita pasti bisa melihatnya.” “Untuk apa penasaran? Kau juga mengetahuinya. Burung itu adalah adik Isabelle, Victoria.” “Ya, ampun! Benarkah? Aku baru mengetahuinya. Isabelle pasti sedih jika mengetahuinya. Victoria benar-benar keterlaluan dan tidak tahu diri. Bagaimana bisa dia bersama Luke? Sudah jelas kalau Luke hanya untuk Isabelle.” “Bukan hanya tidak tahu diri, dia juga tidak tahu malu dengan memanfaatkan ketenaran Isabelle untuk memanjat naik di dunia sosial. Isabelle bahkan tidak bisa dibandingkan dengan wanita itu. Tapi, aku yakin kalau Luke hanya bermain dengannya. Luke hanya menjadikan wanita itu sebagai pengganti terbaik saat Isabelle pergi ke Paris selama empat tahun.” “Benar juga. Jika serius, Luke pasti sudah membawanya keluar dan mengenalkannya pada semua orang. Lagi pula seperti rumornya, dia hanya seekor burung yang terkurung dalam sangkar selamanya.” “Sudah pasti. Tidak ada yang bisa mengalahkan Isabelle di hati Luke sejak dulu sampai sekarang.” “Ya, ampun! Sudah jam begini! Penampilan kedua Isabelle akan dimulai. Ayo, pergi!” Brak! Setelah kedua wanita itu pergi, Victoria yang masih berada di bilik toilet hanya bisa membeku tanpa bisa bergeming. Kenyataan itu benar-benar membuat dadanya terasa sesak seketika. “Seekor burung? Pengganti? Jadi, selama ini aku hanya dijadikan seorang pengganti? Dan itu pengganti Isabelle?” lirih Victoria dan air matanya kembali mengalir. Dadaa Victoria terasa lebih sakit dan sesak dari sebelumnya. Di pandangan orang lain, Victoria tak lebih dari seekor burung yang dikurung dalam sangkar. Sementara Luke hanya menganggapnya sebagai pengganti Isabelle. Kini, Victoria tak dapat menahan rasa sakitnya lagi dan langsung menangis histeris dengan air mata yang terus berderai. Sambil memukul-mukul dadanya, Victoria terus menangis. Tangisan memilukan yang menyayat hati. *** To be continued.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN