Kisi-kisi Wawancara

2066 Kata
Semuanya tampak suram, Obie tahu jika ia harus membuat suasana yang tercipta di gubuk Agatha menjadi lebih baik lagi. Setidaknya Obie harus membuat kaca jendela yang buram menjadi bersih cemerlang hingga cahaya matahari dapat masuk ke dalamnya. Namun, untuk sekarang Obie belum mempunyai modal untuk melakukan niatnya tersebut. Bahkan untuk makannya sehari-hari saja bersama Opie maka Obie harus bekerja keras kembali menyusuri jalanan seperti sebelum ia mengenal Jonathan. Hal tersebut sama sekali tidak membuat Obie mengeluh karena jujur saja turun ke jalanan bukanlah sesuatu yang begitu buruk bagi Obie, mungkin karena ia sudah pernah merasakannya dulu. Hanya saja, seperti pria pada umumnya, Obie pun memiliki keinginan untuk dapat menjadi pria yang mapan dan berpenghasilan besar. Atau mungkin tidak perlu upah yang besar, yang terpenting upah yang didapatnya cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan keinginannya. Juga cukup untuk memberi makan Opie, dan memperbaiki gubuk Agatha. Ah, rasanya keinginan Obie terlalu banyak sedangkan dirinya sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan kembali. Lantas, apa yang bisa dilakukannya untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang cukup di waktu-waktu ini? Sebenarnya Obie mempunyai niat untuk berjualan makanan, dengan modal yang ia kumpulkan dari hasil mengamen di jalanan. Katanya besok akan ada sebuah pameran di taman kota. Biasanya, banyak warga asing yang datang dan baik hati memberikan bayaran pada pengamen dan pengemis jalanan. Mungkin besok Obie akan mencari peruntungannya di sana. “Opie!” teriak Obie yang mencari keberadaan kucingnya bermain di luar gubuk. Dirinya baru saja selesai menghitung uang yang sudah dikumpulkannya sejak hari kemarin. Belum banyak memang, tapi sudah cukup untuk menjadi modal Obie membuka usaha. Niatnya, Obie akan membuka usaha roti. Karena menurutnya untuk membuat roti ia tidak membutuhkan dana yang besar. Obie hanya perlu membeli terigu, ragi, gula, mentega, dan s**u. Apalagi roti merupakan makanan pokok, jadi Obie berharap jika dagangannya kelak akan laku keras. Sebagai strategi pemasaran, Obie tidak akan mengambil keuntungan yang besar dari roti-roti yang akan dijualnya kelak. Karena ia pernah mendengar sebuah nasihat dari pedagang di salah satu pasar tradisional yang mengatakan bahwa, tidak perlu mengambil keuntungan yang banyak yang terpenting barang dagangan laku banyak. Begitu katanya, dan Obie akan mencoba untuk menerapkannya sebagai jalan yang akan ia tempuh untuk meraih kesuksesan. Sebenarnya, Obie tidak begitu berharap banyak pada Tuhan untuk menjadikannya manusia yang sukses hingga disanjung banyak orang dan mampu mendirikan gedung pencakar langit. Ia hanya berharap jika Tuhan akan membuat hidupnya menjadi layak untuk dijalani dalam segi apa pun. Meonggg ... Akhirnya Opie datang dengan ekor pendeknya yang bergerak-gerak. Obie segera mengangkat kucing itu ke atas pangkuannya dan memberi sebuah paha ayam yang sebelumnya sudah digoreng. “Makanlah, kau belum makan apa-apa bukan sejak pagi? Aku tidak mau setelah hidup denganku bukannya makin tercukupi justru kau semakin kelaparan.” Dengan luwes sebelah tangannya mengelus kepala Opie dengan penuh kasih sayang. “Opie, dengarkan aku. Kau harus sering berdoa untukku agar aku menjadi pria yang bisa mendapatkan uang banyak. Karena jika aku banyak uang, kau pun akan ikut senang. Aku akan membelikan daging yang banyak untukmu, aku pun akan membelikanmu rumah kucing yang sangat bagus dan nyaman untuk aku tinggali.” Sebuah bayangan yang sangat indah, pupil matanya membesar ketika Obie mengatakan kalimatnya. Sekarang, salah satu visi hidupnya adalah menjadikan Opie kucing yang bahagia. Setidaknya kucing yang ia temukan dalam keadaan kumuh itu harus bisa lebih gemuk dari sebelumnya. Meong ... Seolah mengerti dengan apa yang dikatakan oleh tuanya, Opie mengeong dengan keras dan tak merdu. Hal tersebut membuat Obie tertawa keras. Sekarang ia setuju dengan apa yang pernah dikatakan oleh Agatha bahwasanya tidak ditemukan unsur kegemasan yang ada dalam diri Opie. Kucing itu terlalu liar dan garang hingga suaranya pun terdengar menyeramkan di telinga yang belum terbiasa mendengarnya. Mengingat Agatha, Obie jadi kembali merindukan wanita itu, sepertinya ia harus mencari celah agar dapat menemui Agatha. Menurut berita yang Obie baca di ponsel, Agatha sudah mulai masuk kuliah kembali. Ingin rasanya Obie tersenyum saat melihat gambar Agatha yang turun dari sebuah mobil mewah dengan pakaian yang ditaksir sangat mahal tersebut. Obie tahu, jika dirinya bekerja selama sebulan penuh sekali pun maka ia tidak akan bisa membeli pakaian yang dikenakan oleh Agatha. Dari berita tersebut, Obie dapat menyimpulkan jika Agatha baik-baik saja. Terlepas dari fakta jika pria yang menikahinya adalah pria yang telah membunuh orang tua Agatha, Obie yakin jika Agatha tidak mendapatkan perlakuan buruk dari suaminya. Dan hal tersebut sudah sangat melegakan baginya. *** Tadinya Agatha sedang bersantai di ruang utama rumah Hunt dengan banyak camilan yang ia simpan di meja. Namun, suasana menyenangkan itu berubah ketika tiga dayangnya menghampiri dengan suara-suara yang terus saja menginterupsinya. Dimulai dari Peggy yang menawarkan Agatha untuk dibawakan minum, kemudian Adel yang dengan spontan mendudukkan dirinya di bawah sofa dan memijat kaki Agatha dengan jemari lentiknya, serta Katty yang juga tak mau ketinggalan memijat kepala Agatha yang sama sekali tidak sedang mengalami sakit atau pusing. Jika begini ceritanya, yang ada adalah Agatha yang pusing karena tingkah mereka yang sangat berlebihan dalam menjalankan tugas mereka. Dengan kesal Agatha berdiri seraya mengibas-ngibaskan tangannya untuk mengusir camilan yang tumpah ke tubuhnya akibat gerakan yang ia ciptakan. “Tidak bisakah kalian membuatku tenang?” dengus Agatha dengan wajah yang memberengut. Mungkin ia adalah salah satu jenis manusia yang senang untuk melakukan banyak hal sendiri. Itu lebih baik daripada banyak tangan yang merecokinya yang justru akan membuatnya kelimpungan untuk mengatur tangan-tangan yang tidak bekerja seperti tangannya. “Kami hanya ingin membantumu, Nyonya,” balas Adel dengan senyum yang masih terpatri di wajahnya. Sekarang tubuhnya sudah kembali berdiri di samping Peggy yang memegang sebuah gelas berisi air putih. Agatha memutar bola matanya malas. “Tapi sekarang aku tidak sedang membutuhkan bantuan kalian. Jika aku membutuhkannya maka aku akan memanggil kalian dan meminta tolong.” Katty menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak Nyonya, sudah menjadi tugas kami untuk memberikan bantuan sebelum kau memintanya. Sebagai pelayan pribadi, kami harus cepat tanggap dalam menangkap keinginan Nyonya bahkan sebelum Nyonya mengatakannya.” “Dan Nyonya tidak perlu khawatir karena kami sangat mengerti dan peka pada apa yang Nyonya butuhkan,” timpal Peggy dengan senyum yang kalah lebar. Ketiganya memamerkan gigi mereka ke arah Agatha yang justru membuat Agatha ingin meraih kapak untuk memangkas habis gigi-gigi itu hingga tak tersisa satu pun. Kini Agatha kembali mendudukkan dirinya di sofa setelah mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merasa sangat berlebihan, bahkan seorang bayi pun tidak diperlakukan dengan cara seperti ini. “Baiklah, jadi apakah boleh aku meminta tolong pada kalian sekarang?” tanya Agatha setelah mendapatkan ide di kepalanya. Matanya menatap ke arah Adel terlebih dahulu sebelum kemudian melihat ke arah dua saudari kembar, yang menandakan bahwa Agatha ingin meminta tolong kepada mereka semua. Ketiganya kompak mengangguk. Mereka merasa jika akhirnya Agatha mau memerintah mereka. Agatha tersenyum tipis yang dibuat semanis mungkin. Dengan senyuman lebarnya Agatha berkata, “Sekarang kalian pergi ke kamar kalian masing-masing dan jangan keluar kecuali kalian lapar.” “Apa?” Peggy kaget mendengar kalimat perintah yang dilontarkan oleh majikannya. Lantas ia melihat ke arah Adel dan Katty yang juga terlihat kaget dengan apa yang diutarakan oleh Agatha. “Nyonya Agatha, apa kau yakin itu yang kau ingin kami lakukan?” tanya Peggy untuk memastikan. “Ya, aku sangat yakin. Maka sekarang berbaliklah dan laksanakan perintahku,” ungkap Agatha seraya kembali memakan kembali camilannya. “Baik, Nyonya!” jawab ketiganya serentak dengan tangan memberikan hormat sebelum kemudian mereka pergi meninggalkan Agatha sendirian. Hal tersebut membuat Agatha tersenyum lega karena merasa jika ia bisa makan dengan tenang kembali. Ternyata menjadi nyonya besar itu seperti ini rasanya, banyak orang berada di bawah telunjuknya. Memang terdengar sangat memudahkan hidupnya, tetapi Agatha tidak ingin jika ia akan terlena dengan kenyamanan yang James berikan. Agatha harus ingat jika apa yang dimilikinya kini hanya sebuah ilusi yang memiliki tepi. Pada akhirnya, dirinya dan James akan mengakhiri kepura-puraan mereka. Apa yang kini didapatkannya akan kembali punah pada waktunya. Jadi, Agatha tidak ingin membiasakan dirinya untuk menjadi Nyonya jika pada akhirnya ia akan kembali seperti semula. Sebuah harapan besar bagi Agatha jika nanti ketika mereka berpisah maka James akan memberikan sedikit uang padanya sebagai bekal bagi Agatha untuk memulai kehidupan baru. Agatha akan kembali tinggal di dalam gubuknya yang semoga saja tidak akan roboh karena tidak berpenghuni. Sebenarnya Agatha bisa saja mencari pekerjaan dan mengumpulkan uang yang didapatnya. Namun, tentu saja James tidak akan membiarkan wanita yang berstatus sebagai istrinya untuk bekerja. Pria itu mempunyai gengsi yang cukup tinggi untuk membuat dirinya dianggap sebagai pria kaya raya yang memanjakan wanitanya. “Nyonya Agatha, di mana Adel dan kedua rekannya?” Agatha mengalihkan pandangannya ketika Vin yang telah merangkap menjadi pengawal pribadinya datang dari arah luar. Pria tersebut tampak muda walau dalam balutan jas yang sangat formal. James memang menuntut para pekerjanya untuk memakai pakaian yang rapi dan tidak murah. Sama seperti Hans yang sering memakai jas dengan merek yang sudah tidak diragukan lagi kualitasnya—yang tentu saja sesuai dengan harga yang tertera di bandrol, Vin pun kini memakai jas yang tampak serupa jika hanya dilihat dengan sekilas mata. “Kenapa kau mencari mereka?” tanya Agatha dengan heran, sedikit mengubah posisi duduknya agar lebih sopan untuk dilihat. “Tuan James memanggil wartawan untuk datang ke sini sekitar satu jam lagi. Kau dan para pelayan pribadimu harus bersiap untuk wawancara,” jelas Vin sesuai dengan informasi yang baru didapatkannya. Beberapa saat yang lalu, Hans Parighi yang menjadi orang kepercayaan James mengirimkan pesan yang memberitahukan jika para wartawan sedang menuju ke rumah ini melakukan wawancara dengan Agatha. “Apa kau bilang? Wawancara? Mengapa aku harus diwawancara?” Agatha terperangah dengan berita yang baru didengarnya. Ia menghembuskan napasnya kasar dengan wajah yang berubah pucat. Ternyata James sangat serius dengan ucapannya mengenai menjadikan Agatha disorot oleh media demi untuk membuat Emily melihat bagaimana beruntungnya seorang Agatha Claire yang bangkit dari kemiskinan setelah dipersunting oleh James. “Akan dilakukan sesi wawancara,” balas Vin. Agatha mengangguk singkat dengan wajah yang sangat gamang untuk dijelaskan. “Adel, Peggy, dan Katty ada di kamar mereka masing-masing. Jika kau tidak keberatan tolong beritahu mereka.” “Baik, Nyonya.” Tepat ketika Vin pergi menuju kamar tiga pelayan pribadi Agatha, James datang dalam balutan pakaian santai yang tetap terlihat mahal dan berkelas. Pria sukses nan sombong tersebut mendudukkan dirinya di samping Agatha yang masih berada dalam kegamangannya. “Kau sudah tahu jika kau akan diwawancarai bukan?” tanya James seraya memiringkan tubuhnya ke arah Agatha. Wajahnya sangat terlihat segar dengan bulir-bulir air yang terjatuh dari helai rambutnya. Jelas sekali menunjukkan jika James baru saja selesai mandi. Agatha akhirnya membalas tatapan suaminya dengan wajah memelas, rasanya ia belum siap untuk tampil di hadapan awak media. Tolong ingatkan James jika Agatha bukanlah wanita yang berkarier di industri hiburan sebelumnya, jadi diwawancarai bukanlah sesuatu yang lumrah baginya. “Tidak bisakah kau mengundurkannya untuk lain hari? Aku sama sekali belum siap.” Seharusnya James memberikan Agatha waktu untuk menyiapkan mental dan menyusun kalimat yang baik dan benar. Akan tampak tidak baik hasilnya bila Agatha berkata dengan terbata-bata atau berputar pada topik yang membosankan. “Maka dari itu bersiaplah sekarang. Aku sudah membelikanmu pakaian yang serupa denganku, jadi kau harus memakainya. Dan lagi, ada beberapa kisi-kisi yang akan kusampaikan padamu,” balas James seraya menyimpan camilan yang ada di tangan Agatha ke meja. “Apa itu?” tanya Agatha dengan alis berkerut. “Dengarkan aku baik-baik. Pertama, kau harus mengatakan jika kau sangat bahagia bisa menikah denganku. Katakan jika menikah denganku adalah salah satu keberuntungan yang Tuhan berikan padamu.” Agatha mendengus mendengarnya. Sungguh lidahnya akan terasa kelu jika ia gunakan lisannya untuk memuji pria sombong semacam suaminya tersebut. Bisa-bisa James semakin besar kepala dibuatnya. “Ke-dua, kau harus mengatakan jika aku sering memberikanmu kejutan dan barang-barang yang mewah dan mahal tentunya.” “Kalau memberikanku barang yang mewah dan mahal kau memang melakukannya,” sela Agatha. Ia memutarkan bola matanya semakin malas. Sungguh James sangat senang untuk dipuja dan dipuji layaknya pria itu adalah pria paling baik hati dunia. Ingin rasanya Agatha memberitahukan wartawan jika James merupakan pria kejam berhati iblis yang telah tega membunuh orang tua angkat Agatha. Mungkin jika hal tersebut dilakukan maka Agatha tidak akan lagi dianggap sebagai wanita yang beruntung karena telah menikah dengan James. Sebaliknya, Agatha akan dianggap sebagai wanita yang malang. “Dan ke-tiga, katakan pada wartawan jika kita akan pergi berbulan madu ke Yunani dalam jangka waktu yang dekat. Katakan juga jika kita tidak akan menunda momongan, bahkan jika bisa, katakan jika kau ingin mengandung bulan ini juga,” pungkas James.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN