Kejutan

1695 Kata
Beberapa orang terpekik tak nyaman karena kehadiran seekor kucing kurus berwarna dominan abu-abu. Obie dan Agatha tidak menyangka jika keputusan mereka membawa Opie membuat keributan seperti ini. Obie dan Agatha berada di area kuliner pasar. Mereka membeli roti isi di seorang pedagang yang menggunakan gerobak. Di sini disediakan kursi memanjang untuk duduk. Terdapat beberapa pengunjung selain Obie dan Agatha. Dan pengunjung-pengunjung tersebutlah yang terganggu oleh Opie yang berlalu lalang di bawah kaki mereka. Memang salah Opie. Kucing itu tidak tahu malu dan terus berjalan-jalan dengan kepala yang terangkat. Sepertinya kucing itu merasa besar kepala karena dibawa membeli roti isi. Padahal sejak tadi banyak orang yang berdecak tak suka bahkan merasa jijik pada kucing itu. “Lihatlah kucingmu, dia tidak tahu malu,” bisik Agatha kepada Obie. Jujur saja Agatha merasa malu karena bagaimanapun Opie datang bersamanya. Jika kucing itu mengganggu orang lain maka dirinya dan Obie akan disalahkan karena lalai dalam menjaga hewan peliharaan. Tapi benar apa yang dikatakan oleh Jonathan bahwa Opie bukan hewan terlatih. Sejak tadi Agatha dan Obie memberikan kode agar kucing itu terdiam. Tapi Opie sama sekali tidak mau menurut atau memang kucing itu tidak mengerti. Opie bukanlah kucing dengan penampakan yang menggemaskan. Sangat berbeda dengan kucing-kucing yang Agatha lihat di gambar atau televisi. Tidak ada bulu halus dan lebat yang terawat, yang ada hanyalah bulu-bulu pendek yang kasar ketika disentuh. Kuku-kukunya juga tidak terpotong dengan baik, sekali saja Opie melayangkan cakaran maka pasti akan menimbulkan luka yang cukup dalam. Dan yang terakhir adalah suaranya, Opie mengeong dengan cara yang kasar. Benar-benar bukan kucing yang menggemaskan. Agatha tidak bermaksud menghina, ia hanya menjabarkan apa yang ada di pikirannya. Obie juga tampak mulai tak nyaman akan tingkah kucing yang ia temukan. Ternyata sama seperti manusia, ada perbedaan antara kucing terlatih dan tidak terlatih. “Aku menyesal membawanya kemari” balas Obie berbisik. Keduanya lalu menoleh ke arah pedagang yang sedang membuat pesanan. Agatha dan Obie berharap jika pesanan mereka dibuat lebih dulu agar mereka bisa segera pergi membawa Obie. Meoooongg!! Suara keras dari Opie yang disusul oleh teriakan seorang perempuan membuat Obie dan Agatha terkaget. Mereka kompak berdiri untuk melihat apa yang terjadi. Dan betapa kagetnya Agatha ketika melihat luka memanjang di betis wanita yang berteriak tadi. Luka itu mengeluarkan darah yang cukup banyak. “Opie!” teriak Obie marah, pria itu langsung menangkap tubuh kurus sang kucing dengan kasar. Matanya menatap penuh rasa bersalah pada luka wanita itu. “Seharusnya kalian menjaga baik-baik kucing liar ini!” murka sang wanita. Ia menahan rasa sakit di kakinya. Agatha bergerak mendekat, mencoba untuk menenangkan wanita itu dengan meminta maaf. Wajar jika wanita itu marah karena jika Agatha berada di posisi tersebut pun maka ia akan melakukan hal serupa. “Maafkan kucing kami, dia memang tidak terlatih. Kami menemukannya di jalan raya,” ujar Agatha mencoba untuk memberi pengertian. Wanita tersebut mendelik tajam. “Dasar orang miskin! Jika kalian tidak mampu untuk membeli hewan peliharaan di petshop setidaknya kalian tidak memelihara sampah seperti itu!” Wanita tersebut langsung pergi setelah menyelesaikan kalimatnya. Obie yang berusaha tetap memegangi Opie yang berontak merasa tersinggung dengan penuturan wanita itu. Opie memang bersalah, tapi tidak seharusnya wanita itu menghina dirinya dan Agatha. “Maaf sudah membuat keributan,” mohon Obie pada pengunjung lain. Ia menoleh pada Agatha dan mengajaknya pergi karena malu. Sebelum beranjak Agatha mengambil terlebih dahulu pesanan mereka yang sudah selesai, barulah ia melangkahkan kaki menyusul kepergian Obie dan Opie. Dalam langkahnya Agatha bertanya, “Apakah menurutmu perkataan wanita itu tadi terlalu kasar?” *** Mark benar-benar menyiapkan pesta kejutan yang sangat romantis untuk Elva. Callista sampai memekik penuh keirian karenanya. Taman rumah keluarga Thompson kini disulap menjadi tempat yang berkilauan di setiap sudutnya. Bunga-bunga tampak bercahaya karena ditempeli lampu-lampu kecil yang berwarna-warni. Di tengah taman terdapat meja bundar berukuran besar yang dihiasi kain satin berwarna putih dengan pita merah di bagian tengahnya. Sebuah kue ulang tahun berukuran besar dan tinggi menjulang menyerupai air terjun. Air terjun adalah sesuatu yang sangat disukai oleh Elva, itulah alasan mengapa Mark meminta kue berbentuk air terjunnya. Di bagian bawah kue, ada sepasang boneka kecil yang memakai pakaian khas pengantin. Itu diibaratkan sebagai Mark dan Elva. Fahima berdecak penuh rasa kagum akan dekorasi yang terpasang, Agatha yang mengaturnya karena wanita itu sangat mengenal Elva. Jadi Agatha tahu dekorasi seperti apa yang akan disukai oleh salah satu sahabatnya itu. “Wah ... bukankah ini sangat cantik sekali? Mataku silau saking indahnya! Ini pesta ulang tahun yang aku impikan! Kenapa aku tidak pernah mempunyai ide seperti ini sebelumnya?” Callista yang secara tidak kebetulan berada di samping Fahima mengejek, “Otakmu tidak akan bisa memikirkan ide sebrilian ini. Lagi pula tidak masuk akal sekali, kau memimpikan pesta seperti ini tapi tidak pernah mempunyai ide seperti ini. Lalu saat kau memimpikannya apa yang kau bayangkan?” Seakan kaca yang dilempar batu, suasana menyenangkan dalam diri Fahima hancur sudah. Ia mendelik tajam ke arah Callista, mantan sahabat yang kini berstatus sebagai musuh bebuyutannya. “Kau tidak perlu memikirkan bagaimana caraku membayangkannya, fokus saja pada dirimu sendiri. Terkhusus pada bibirmu yang merah sekali!” Callista terkesiap ketika Fahima menyinggung soal bibirnya. Ia memang menggunakan riasan tebal kali ini. Bibirnya ia warnai dengan pemerah bibir yang warnanya serupa dengan cabai merah. Matanya terlihat indah dengan garis hitam yang menjulang di bagian ujung. Warna hitam, coklat, dan emas terpadu sempurna mewarna kelopak matanya. “Bukankah aku terlihat seribu kali lebih cantik?” Fahima mencoba untuk menilai wajah mantan sahabatnya dengan saksama. “Ya, harus aku akui kau terlihat seribu kali lebih cantik dari biasanya. Karena biasanya kau tidak cantik.” Terdengar suara gigi yang beradu dan bergesekan dari dalam mulut Callista membuat lawan bicaranya tersenyum penuh kemenangan. Callista mengibaskan rambutnya dengan keras hingga mengenai wajah Fahima, dan Callista senang tujuannya tercapai. “Uppsss! Maaf, rambutku indah dan wangi bukan?” Callista tersenyum tipis seraya melangkahkan kakinya. Meninggalkan Fahima yang pasti sedang mengumpati dirinya. Jika Callista berada sedikit lebih lama lagi di samping Fahima maka Callista tidak bisa menjamin jika pesta kejutan untuk Elva akan berjalan dengan lancar. Jika saja di sini ada Agatha maka Callista pasti akan bersama Agatha. Tapi Agatha diberi tugas untuk membawa Elva ke sini saat waktunya tiba. Jadi mungkin sekarang Agatha sedang menghabiskan waktunya bersama dengan Elva. Butuh waktu sekitar setengah jam lagi bagi Agatha untuk ke sini. Sebenarnya dekorasi sudah selesai, kue dan hidangan makanan lain pun sudah siap. Hanya tinggal menunggu Mark bersiap. Pria itu bersikap berlebihan kali ini, sudah sejak satu jam yang lalu ia melakukan perawatan di kamarnya bersama petugas salon yang ia pesan. Callista tidak dapat memikirkan apa saja perawatan yang dilakukan oleh seorang pria seperti Mark. Akan terasa lucu jika tangan dan kaki berototnya dibaluri oleh lulur. Tapi Callista juga tahu bahwasanya bukan hanya wanita yang perlu melakukan perawatan, tapi pria juga. Melihat ke kanan dan kiri, tidak banyak yang dikenalnya karena sebagian besar yang hadir di sini adalah keluarga besar Thompson. Ingin rasanya Callista berlari ke arah Fahima dan mengobrol dengannya daripada harus bersikap seperti orang linglung. Tapi itu tidak mungkin dilakukannya. Karena sekali lagi, ia tidak ingin menghancurkan pesta kejutan Elva. Kasihan sekali Elva yang merasa sedih sejak kemarin. Mark benar-benar memuluskan rencananya dengan tidak mengacuhkan Elva. Bahkan pria itu nekat mendekati seorang wanita populer di universitas. Callista tidak tahu apakah wanita tersebut mengetahui rencana Mark atau tidak. Jika wanita itu tidak tahu dan menganggap bahwa Mark benar-benar mendekatinya dengan tulus maka itu pasti menimbulkan masalah. Tapi semoga saja Mark bermain pintar. Atensi Callista—lebih tepatnya atensi semua orang beralih pada kedatangan Mark. Callista menghela napas lega karena tuan rumah dan pemilik pesta akhirnya telah menyelesaikan sesi perawatan. Mark terlihat tampan seperti biasanya. Hanya saja penampilannya kini rapi berkat jas berwarna silver yang membalut kemeja hitamnya. Jika seperti ini maka Mark tidak terlihat seperti seorang mahasiswa semester akhir, pria itu layak disebut pengusaha. Atau sesuatu yang lain yang berhubungan dengan pria mapan. “Mark kau terlihat tampan,” puji Callista. Tidak ada niatan lain dalam dirinya. Ia hanya memuji Mark sebagai seorang teman. “Terika kasih, aku memang tampan, selalu,” bangganya dengan senyum menawan. Ketika Callista akan kembali menimpali ucapan Mark, terdengar suara langkah kaki yang terdengar tegas. Membuat Callista mengurungkan niatnya dan melihat ke arah datangnya dua orang pria berbadan indah. Pria yang berada di posisi lebih depan terlihat menawan dengan alis hitam yang pasti menukik tajam ketika pria itu mengerutkan keningnya. Hidungnya berdiri kokoh di antara pipi tirus. Dan tubuh pria itu jelas sekali menunjukkan bahwa olahraga adalah bagian hidupnya. Pria itu jelas mencuri perhatian semua orang, bahkan Mark tidak lagi menjadi satu-satunya pria yang bersinar malam ini. Dan Callista harus menahan napas ketika pria itu menghampirinya dan Mark. Melihatnya dari jarak pandang dekat membuat hati Callista meronta-ronta ingin berteriak centil. “Selamat malam, Hunt! Kukira kau tidak akan datang!” Mark berseru ramah seraya menepuk punggung pria yang ia panggil dengan nama belakang. “Aku memang tidak ingin datang, tapi aku juga tidak ingin melewatkan kisah penting sahabatku,” balasnya. Callista tersenyum ketika pria itu menatapnya. “Jadi apakah dia calon istrimu?” “Ah, bukan! Maafkan aku karena tidak memperkenalkan kalian. Callista, kenalkan James Hunt, sahabatku.” Mark menarik tangan Callista. “Dan James, kenalkan ini adalah Callista. Dia sahabat calon istriku.” Mark juga menarik tangan James dan menyatukan dua tangan yang dipegangnya. Callista bersorak bahagia dalam hati ketika berjabat tangan dengan James. Sayang sekali itu tidak berlangsung lama karena James yang langsung melepaskannya. “Lantas di mana calon istrimu?” “Dia belum datang, atau mungkin sedang dalam perjalanan.” James mengangguk. “Baiklah jika begitu aku akan menunggu.” James beranjak pergi menuju kursi-kursi yang sudah disediakan. Langkah kakinya diikuti oleh pria yang datang bersamanya. “Mark, kenapa pria yang satunya lagi tidak memperkenalkan diri?” Tanya Callista selepas kepergian James. “Dia Hans Parighi, tangan kanan James. Apa kau menyukainya?” Callista baru akan menjawab namun suara teriakan Fahima menghentikannya. “ITU ELVA DATANG!” Tidak hanya Callista yang menghentikan kegiatannya, tapi semua orang yang ada di sana termasuk James dan Hans yang sedang melangkah memilih berhenti serempak untuk dapat melihat kedatangan sang wanita yang sudah ditunggu. Elva datang bersama sepasang kekasih yang menuntun langkahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN