Kemarahan James

1759 Kata
Agatha masih betah untuk berada di dalam gubuknya bersama Obie dan Opie. Sangat jujur Agatha katakan jika dirinya jauh lebih betah dan nyaman berada di gubuknya yang jelek dan siap roboh kapan pun daripada berada di rumah mewah milik James Hunt. Baginya, tidak ada kebahagiaan yang tercipta selama ia berada di dalam istana megah yang James bangun dengan hasil kerja kerasnya. Berbeda ketika berada di dalam gubuknya yang bahkan lebih sederhana dari kata sederhana itu sendiri. Agatha bisa tertawa dengan perasaan yang lega, bisa melakukan apa pun yang ingin dilakukan. Mengobrol dengan Obie dan bercanda dengan Opie tentu lebih baik bagi Agatha daripada ia menghabiskan waktunya dengan James. Vin dan sopir masih setia menunggu di luar gubuk. Entah apa yang membuat keduanya enggan masuk. Agatha berpikir mungkin mereka merasa jijik atau semacamnya. Sedangkan Adel, Peggy, dan Katty masih berada di dalam gubuknya. Namun tidak seperti biasanya, kali ini mereka hanya diam dan duduk manis. Tidak banyak berkata ataupun bertingkah. Dan Agatha tidak peduli pada mereka, karena kini dirinya sibuk mengobrol dengan Obie. Jangan lupakan Opie yang tertidur di pangkuannya. “Oh ya, Obie. Aku sudah mengatakan pada James tentangmu,” ujar Agatha dengan lesu. “Dari mimik wajah yang kau tunjukkan aku sudah tahu bagaimana jawabannya. Pasti suamimu tidak mau memberikan pekerjaan padaku?” tebak Obie tepat sasaran. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis tanpa beban. Sama sekali tidak terlihat kecewa dengan sebuah kesimpulan yang baru saja ia dapatkan. Agatha mengangguk dengan semakin lesu. “Aku sudah berusaha membujuknya. Tapi kau tahu bukan jika suamiku tersebut merupakan pria sombong berhati iblis? Rasanya aku lebih mudah berbicara pada orang gila daripada dengannya!” Agatha tidak peduli dengan tiga pelayannya yang tampak kaget dengan umpatannya mengenai James. Biarkan saja mereka mendengarkan pandangan buruknya terhadap James, karena memang pria yang telah menikahinya itu bukan orang baik. Untuk apa Agatha bersusah payah menciptakan kesan baik suaminya? Toh, sepandai-pandainya orang menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga baunya. Suatu saat nanti, banyak orang yang akan menyadari kebusukan James. Jika perlu Agatha sendiri yang akan membongkarnya pada dunia. Sekarang dirinya sudah cukup terkenal—walau berkat menikah dengan James. Jika dia mengatakan sesuatu tentang James, pasti dunia akan mendengarkannya. Mungkin ketika nanti ia dan James sudah bercerai dan Agatha mempunyai cukup uang walaupun lagi-lagi itu dari James, Agatha akan menggunakan uang itu sebagai bekalnya membawa kasus kematian Fred dan Elena ke meja hijau. Bagaimanapun dan terlepas dari statusnya kini sebagai seorang istri, Agatha tetaplah seorang anak yang tersakiti karena orang tuanya telah dibunuh di depan kedua matanya sendiri. Itu adalah kesakitan terbesar Agatha sebagai seorang anak. “Biarkan saja Agatha, sebenarnya aku sudah tahu jika suamimu itu tidak akan mau menjadikanku sebagai salah satu pegawainya. Lihat saja bagaimana orang-orang yang bekerja padanya. Semuanya orang terlatih dan juga berpendidikan. James pasti tidak akan mempercayakan aku untuk apa pun, bahkan mungkin untuk menggosok sepatunya sekali pun.” Obie sama sekali tidak kecewa, karena ia sudah tahu akan bagaimana hasilnya. Semangatnya sama sekali tidak surut. Sebagai seseorang yang harus menjalani kehidupan, manusia tidak boleh berhenti hanya karena ditolak oleh satu atau dua titik tujuan. Jika tidak di sini, berarti di sana. Begitulah prinsip hidupnya. Sekarang, ketika dia tidak diterima bekerja pada James maka itu artinya dia akan mencari pekerjaan di tempat lain. Atau kembali pada niat awalnya untuk berjualan roti. Memulai dan merintis usahanya sendiri dari kecil. Jika saja Tuhan mau berbaik hati padanya di kemudian hari dengan membuat usahanya maju, maka Obie akan sangat bersyukur. Yang terbesit di kepalanya kini jika semua itu terjadi hanya: membawa Agatha untuk tinggal bersamanya dan ia berjanji akan membuat wanita tersebut bahagia menjalani sisa kehidupannya. Namun, Obie tertawa ringan kemudian. Menertawakan pemikirannya sendiri. Daya khayalnya terlalu tinggi, bahkan mungkin terlalu jauh. Bisa saja memang, yang pasti prosesnya bukan hanya satu atau dua bulan saja. “Obie, kau kenapa tertawa?” tanya Agatha dengan mimik wajah yang menunjukkan kengerian. Apakah gubuk ini sekarang berhantu dan hantu yang ada sedang merasuki Obie? Rasanya bulu kuduk Agatha berdiri dengan sendirinya karena memikirkan hal tersebut. Obie pun tersadar dan langsung menormalkan diri. Pasti akan terlihat aneh karena ia tertawa tanpa sebab, karena tertawanya adalah karena pikirannya sendiri yang tentu saja tidak diketahui oleh orang lain. Karena kebodohannya tersebut, Obie harus tersenyum malu kemudian. “Aku? Ah, tidak, aku hanya sedang berpikir sesuatu yang lucu saja.” “Aku kira kau tadi sedang dirasuki roh jahat yang mendiami gubuk ini.” “Apa yang kau maksud adalah arwah Fred dan Elena?” Agatha langsung saja melotot dan mendengus setelah mendengar kalimat Obie. Bagaimana bisa Obie menyebut arwah orang tuanya sebagai arwah jahat. Jika saja yang mengatakan hal tersebut adalah James, mungkin Agatha sudah menyentil bibirnya dengan pisau yang terasah tajam. “Tentu saja bukan! Mom dan Dad adalah orang baik. Bagaimana caranya mereka meninggal dan arwahnya berubah menjadi jahat?” seru Agatha dengan tangannya yang sibuk mengelus kepala Opie yang sempat menggeliat dalam tidurnya. “Mungkin saja orang tuamu menaruh dendam pada pembunuhnya dan kemudian berubah menjadi arwah yang jahat?” “Aku tidak percaya pada hal seperti itu! Jangan menakut-nakutiku, Obie. Sekarang kau yang tinggal di sini. Jangan sampai kau ketakutan di tengah malam dan mengganggu Opie!” Obie langsung terdiam mendengarnya. Benar apa yang dikatakan oleh Agatha. Bisa saja dirinya yang takut akan ucapannya sendiri di kemudian hari. Rasanya itu tidak lucu jika Obie lari terbirit-b***t dari gubuk hanya karena termakan ucapannya sendiri. “Nyonya Agatha, hari sudah beranjak malam. Apa kita tidak akan pulang sekarang?” tanya Adel yang tampak gelisah dalam duduknya. Mungkin wanita itu merasa tak nyaman atau mungkin juga takut mendengar pembicaraan antara Obie dan Agatha. “Aku tidak ingin pulang. Sepertinya untuk malam ini aku akan menginap di sini. Kalian pulang saja, ajak Vin juga.” Agatha tersenyum dengan cerah, ingin melaksanakan apa yang ia katakan barusan. “Apa Nyonya sudah meminta izin pada Tuan James?” tanya Peggy. Agatha menggeleng. “Dia tidak akan peduli di mana pun aku berada. Jadi kalian tidak perlu khawatir, James tidak akan mempermasalahkan jika aku tak pulang sekali pun dalam sebulan. Pulanglah!” *** Vin baru saja sampai di kediaman Hunt dengan selamat. Adel, Peggy, dan Katty pun mengekor di belakangnya. Langkah kakinya membuat ia masuk ke dalam rumah milik James Hunt yang beberapa tahun ini juga menjadi tempat tinggalnya. James memang mengizinkan para pekerjanya untuk tinggal di dalam rumahnya. Khususnya di bagian sayap kanan rumahnya yang memang dikhususkan untuk menjadi kamar-kamar para pekerjanya. Jangan tanya berapa banyak kamar yang ada di dalam rumah James. Karena jumlah sangat banyak seperti penginapan saja. Hal tersebut tentu saja karena banyak pengawal dan pelayan yang bekerja di rumah ini tinggal di dalamnya. James tidak mau tinggal berdesak-desakan dengan para pekerjanya. Oleh sebab itu ia membangun rumah ini dengan ukuran yang sangat besar. Bahkan luasnya menyaingi satu perkampungan. Berjalan dari sudut ke sudut membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang cukup. “Vin, apa menurutmu tidak masalah jika kita meninggalkan Nyonya Agatha di gubuknya?” tanya Katty dalam langkahnya. Dia khawatir jika keputusan mereka untuk pulang tanpa ada Agatha bersama mereka akan membuat mereka terjebak dalam masalah. Bagaimana jika James menanyakan keberadaan Agatha dan kemudian marah karena istrinya tersebut tidak ada di rumah? Hal yang paling Katty takutkan adalah mereka yang bisa saja kehilangan pekerjaan mereka jika James marah. Katty tidak ingin kehilangan pekerjaannya karena belum tentu ia akan mendapatkan pekerjaan yang nyaman dengan upah yang fantastis lagi. Sama seperti Katty, Peggy dan Adel pun tampak gelisah dan khawatir. Mengkhawatirkan hal yang sama yaitu takut jika James akan marah. Bahkan keduanya saling meremas tangan masing-masing selama langkah kakinya mereka ambil. “Betul Vin, apa yang harus kita katakan jika Tuan James bertanya mengenai Nyonya Agatha?” timpal Peggy. Adel pun turut menyahut, “Dan bagaimana jika terjadi sesuatu pada Nyonya Agatha selama dia berada di gubuk tanpa pengawasan kita? Jika sampai terjadi sesuatu padanya maka Tuan James tak akan memaafkan kita semua yang telah lalai meninggalkan Nyonya Agatha.” Vin hanya diam saja, ia tidak tahu bagaimana reaksi James jika tahu bahwa Agatha menolak untuk pulang malam ini. Tapi mengingat bagaimana kondisi hubungan majikannya, Vin merasa jika James tak akan menunjukkan reaksi yang marah atau reaksi berlebihan semacamnya. Sepertinya James tidak menaruh kepedulian yang berlebih pada istrinya tersebut. Dan pemikirannya itu buyar ketika mereka akan melewati ruang utama. Di sana ada Hans yang berdiri di samping sofa yang diduduki oleh James. “Di mana Agatha?” Itu pertanyaan yang langsung dikeluarkan oleh James karena tak mendapati keberadaan Agatha di antara para pelayannya. Matanya memicing tajam dan langsung bangkit dari duduknya. “Di mana Agatha?” tanya James lagi, mengulang pertanyaan yang sama dengan intonasi yang terdengar lebih menukik tajam daripada sebelumnya. Adel, Peggy, dan Katty langsung menegang. Ketiganya memilih saling berpegangan tangan dan merapatkan tubuh mereka satu sama lain. Tak berani mengeluarkan suara hanya untuk sekadar menjawab pertanyaan James. Biarkan saja Vin yang paling tenang di antara mereka yang menjawab pertanyaan James. “Nyonya Agatha berada di gubuknya dan menolak untuk pulang. Nyonya Agatha berkata jika dia ingin menginap untuk malam ini saja,” jawab Vin dengan nada biasa. James berdecih dalam hati, omong kosong! Setelah malam ini pasti ada malam-malam selanjutnya. Yang namanya manusia selalu melakukan sesuatu untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya setelah merasakan pertama kali. Ia pun geram dengan Agatha yang mulai menunjukkan keberaniannya untuk bertingkah. Sepertinya James harus lebih menekan Agatha agar wanita itu tidak berlaku semena-mena terhadapnya. Ia pun mengangkat tatapannya dengan penuh rasa marah. “Kalian membiarkannya begitu saja?” “Tuan, kami sudah berusaha untuk membujuk Nyonya Agatha agar pulang ke rumah ini. Tetapi dia menolaknya dan mengatakan jika dia hanya akan menginap untuk malam ini. Nyonya Agatha mengatakan jika dia akan pulang esok pagi dengan cepat karena dia pun harus pergi ke universitas,” kata Peggy memberanikan diri untuk berbicara. “Oh, jadi sekarang kalian akan lebih menurut padanya? Jika begitu minta saja upah padanya!” ketus James menatap tak suka pada mereka. Lalu tatapannya beralih pada Vin. “Dan kau, kenapa kau tidak memberitahuku jika Agatha pergi ke gubuknya? Bukankah aku sudah mengatakan padamu jika harus selalu memberitahuku apa pun yang Agatha lakukan dan ke mana pun ia pergi?” “Maafkan aku, Tuan James. Aku mengira jika kau tak akan mempermasalahkan jika Nyonya Agatha hanya pergi ke gubuknya.” James mendengus kesal, lantas ia menoleh pada Hans. “Aku akan pergi menyusulnya. Kau ikut denganku!” James pun pergi melewati empat orang yang masih terdiam di tempatnya. Langkah kakinya diikuti oleh Hans yang dengan sigap meraih kunci mobil yang tergeletak di atas sofa yang tadi diduduki oleh James.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN