Gagal Berjumpa

2073 Kata
Sesuai janjinya pada Obie di hari kemarin. Sepulang dari sekolah Agatha mengunjungi gubuknya. Tak lupa membawa serta Opie ke sana karena tak mungkin jika dirinya terus membiarkan Opie berada di rumahnya sedangkan James tidak menyukai itu. Agatha sudah mengganti bajunya karena sebelum menuju ke gubuk, dia pulang terlebih dahulu ke rumah James untuk mengambil Opie yang tidak dibawa ke kampus. Mengingat jika Opie bukan merupakan kucing yang jinak, Agatha tidak mau mengambil risiko sama sekali jika ia membaca kucing tersebut ke tempatnya menuntut ilmu. Ketiga pelayannya juga ikut ke gubuknya, biarlah mereka tahu bagaimana latar belakang seseorang yang kini mereka panggil dengan sebutan ‘nyonya’. Vin juga hadir pastinya, hanya saja pria itu menolak untuk masuk ke dalam dan memilih untuk menunggu di luar bersama seorang sopir yang bertugas mengantar ke mana pun Agatha pergi. “Apa kalian terkejut melihat tempat tinggalku sebelum menikah dengan James?” tanya Agatha ketika melihat tiga pelayan pribadinya yang terdiam mematung ketika mereka berhasil masuk ke dalam gubuk. Adel melarikan pandangannya pada langit-langit gubuk yang seakan siap untuk roboh kapan saja. Di sana juga terdapat beberapa sarang laba-laba yang ditinggalkan tuannya. Jika melihat bagaimana keadaan bangunan yang Agatha sebut sebagai tempat tinggal ini, Adel yakin jika kehidupannya sangat jauh lebih baik daripada kehidupan Agatha sebelum menjadi Nyonya Hunt. Mungkin takdir ingin menghentikan arus kemiskinan dalam hidup Agatha dengan cara mengikat wanita tersebut pada sebuah tiang yang tak lain adalah James Hunt—pria kaya yang dilimpahi kemudahan dalam memperoleh uang. “Sepertinya mereka lebih dari kata terkejut,” timpal Obie yang juga memerhatikan tingkah ketiga pelayannya. Adel langsung tersadar dari pikirannya, lantas ia menoleh ke arah dua rekan kembarnya yang juga masih termenung dengan pemikiran mereka masing-masing. Karena merasa tidak enak pada Agatha, Adel yang kebetulan berdiri di antara Peggy dan Katty segera menyikut keduanya secara bersamaan untuk menyadarkan keduanya. “Ah, kenapa?” tanya Peggy seraya mengelus permukaan perutnya yang merasa sakit. Adel tidak pernah tanggung-tanggung dalam menyikut seseorang, wanita itu seperti menghilangkan perasaannya ketika ada kesempatan untuk menyikut dan kemudian melakukannya dengan cara yang tidak manusiawi. Adel tidak menjawab, tetapi ia mengalihkan tatapannya ke arah Agatha. Dan hal tersebut cukup membuat Peggy dan Katty mengerti. Mereka langsung memamerkan senyum cerah seperti biasanya. “Kami hanya sedikit terkejut, Nyonya. Ternyata di sini kau tinggal sebelumnya. Sebenarnya kami sudah mengetahuinya di berita yang ditampilkan di televisi, hanya saja melihat secara langsung tetap saja membuat kami terkejut.” “Ya, di sinilah aku tinggal sebelum aku menikah dengan James. Aku yakin, pasti sekarang kalian berpikir jika aku tidak pantas untuk disebut sebagai nyonya ‘kan?” tanya Agatha dengan satu alis terangkat. Ketiganya kompak menggelengkan kepala mereka. “Tentu saja kami tidak berpikiran seperti itu, Nyonya. Kau adalah Nyonya kami, istrinya Tuan James.” Agatha mengangkat bahunya singkat, tidak mau terlalu memikirkan apa yang dipikirkan oleh pelayan setelah melihat gubuknya. Karena itu sama sekali tidak penting baginya. Mereka menganggap pantas dirinya sebagai seorang nyonya atau tidak, itu sama sekali tidak berpengaruh apa pun padanya. “Sekarang kalian jaga Opie di sini, aku dan Obie akan berziarah ke makam orang tuaku dulu,” titah Agatha yang langsung diangguki oleh ketiganya. Agatha langsung menarik tangan Obie untuk menuju ke luar gubuk dan membawa sahabatnya tersebut untuk menuju dua makam yang sangat dirindukannya. Agatha langsung berjongkok di antara makam keduanya setelah sampai. Air matanya tak dapat dibendung ketika ia kembali menyentuh tanah yang telah membenamkan tubuh dua orang yang telah merawatnya. “Mom, Dad, aku merindukan kalian,” lirihnya. Obie tak tega melihatnya. Ia berjongkok di belakang tubuh Agatha dan mengelus punggung Agatha dengan lembut. Sangat memahami apa yang tengah dirasakan oleh Agatha kini. Wanita tersebut pasti kembali merasakan kerapuhannya, kesakitannya, dan segala kesedihannya. “Apa kalian menyaksikan pernikahanku dari alam tempat kalian berada? Ya, sekarang aku sudah menikah. Dan a—aku ...” Agatha menangis, sedih dengan fakta apa yang akan ia ungkapkan di depan kuburan keduanya. Sangat berat baginya untuk mengatakan jika kini dirinya menyandang status sebagai istri dari pria yang telah membunuh Fred dan Elena. Agatha merasa jika ia telah melakukan sebuah dosa dan pemberontakan besar karena berani-beraninya menikah dengan pria jahat yang telah mengotori tangannya dengan cara membunuh orang tuanya. Anak mana yang tak merasa menyesal dan pilu setelah tahu jika ia menikah dengan pembunuh orang tuanya sendiri. “Aku sudah menikah dengan James Hunt yang telah membunuh kalian. Sungguh aku tidak menginginkan hal ini terjadi, aku terpaksa melakukan ini semua demi membalas budi pada Jonathan yang telah tega berkhianat padaku. John telah melukaiku, Dad. Mungkin jika kau masih ada di sini kau akan menghukumnya untuk itu bukan?” Agatha menutup wajahnya dengan tangan membuat kulit wajahnya ternoda oleh tanah kuburan Fred dan Elena. Ia tidak peduli akan hal tersebut karena yang ingin dilakukannya sekarang hanya menangis. “Maafkan aku jika kalian tak menerima fakta pernikahanku, Mom, Dad. Aku tidak bisa berbuat banyak. Kuharap jiwa kalian tenang di alam baru. Jika Tuhan berkehendak, aku ingin segera menyusul kalian dan kembali ada di samping kalian. Itu lebih baik daripada aku harus menjalani hidup sendirian. Rasa-rasanya aku hampir ... tak sanggup lagi.” Obie langsung menarik Agatha dalam pelukannya. Sungguh, ia dapat merasakan rasa sakit yang dialami oleh wanita rapuh tersebut. Setiap kalimat yang Agatha ucapkan membuatnya semakin merasa marah pada sosok Jonathan yang membuat perjalanan hidup Agatha semakin berat saja. “Agatha, aku yakin orang tuamu tidak akan marah karena kau menikah dengan James Hunt. Mereka pasti tahu jika Jonathanlah yang bersalah dalam kasus ini. Dia pantas untuk mempertanggungjawabkan akibat dari perbuatannya kelak. Biar Tuhan yang membuat John sadar akan apa yang telah ia lakukan padamu.” Agatha melepaskan pelukan di antara mereka. Ia menghapus air matanya dengan kasar. Jauh di belakang tubuh Obie, Agatha melihat keberadaan Vin yang tengah menatapnya iba. Lantas ia menyunggingkan sebuah senyum menyakitkan ke arahnya. Setelah itu Agatha kembali menatap Obie. “Kau benar, ini semua bukan salahku. Jonathan yang telah mendorongku masuk ke dalam hidup James,” kata Agatha. “Sekarang tersenyumlah, karena aku pun kehilangan daya untuk tersenyum jika kau bersedih dan menangis seperti ini.” “Aku manusia biasa, wajar bila aku menangis.” Agatha langsung bangkit dari duduknya dan menarik Obie agar berdiri bersamanya. Ia pun melihat jika Vin pergi ketika melihatnya bangkit. “Ayo Obie, kita masuk ke dalam. Aku yakin jika Opie akan sangat merepotkan Adel dan juga pelayanku yang lainnya.” *** Mungkin ini pertama kalinya James rela berjalan kaki memasuki sebuah gang kecil akibat tak ada jalan yang cukup untuk mobilnya. Dengan terpaksa James harus menyimpan mobilnya di pinggir jalan bersama beberapa pengawalnya yang ia tugaskan untuk menjaga. Kini ia telah sampai di tempat yang menjadi tujuannya yaitu sebuah perkampungan yang diduga menjadi tempat tinggal dari Catherine Chadwick—cinta masa kecilnya yang hilang setelah diculik oleh Fred dan Elena. James mengeram marah, ternyata Fred dan Elena membuang Catherine ke sebuah perkampungan seperti ini yang jauh dari kehidupan Catherine sebelumnya. Sekarang James semakin tidak merasa menyesal karena telah membujuk Fred dan Elena, suami istri kriminal itu pantas mati di tangan orang yang tepat sepertinya. Bahkan, jika boleh dikatakan dengan jujur, James masih belum puas untuk membayarkan rasa dendamnya terhadap pasangan tersebut. Terbesit dalam hatinya untuk membalaskan rasa dendamnya yang belum tuntas terhadap Agatha. Biar saja wanita tersebut yang akan menanggung akibat dari perbuatan orang tuanya. Namun, James tidak bisa melakukannya sekarang mengingat jika Agatha kini berstatus sebagai istrinya yang mana membuat wanita itu menjadi pusat perhatian. James tidak ingin nama baiknya berubah menjadi buruk jika ia membuat Agatha menderita sekarang. Media massa pasti akan menyebut dirinya sebagai suami kejam yang memperlakukan istrinya dengan tak baik. Dan lagi, James masih ingin membuat Emily menyesali perbuatannya melalui Agatha. Langkah paling baik yang bisa ia lakukan adalah bersabar hingga waktu untuk membuat Agatha membayarkan dosa orang tuanya tiba. “Tuan James, kita sudah sampai.” Hans menarik tangan James yang larut dalam pikirannya sendiri hingga membuat pria itu tak sadar jika Hans telah berhenti di sebuah rumah kecil yang hanya dengan melihatnya saja James sudah tahu tak ada rasa nyaman tinggal di dalamnya. “Apa kau tidak salah mengira?” tanya James masih merasa ragu. Jika benar, hatinya merasa tersakiti dan tak rela jika wanita yang semasa kecilnya ia cintai tersebut tinggal di rumah yang baginya tak lebih baik dari kamar mandinya. Bahkan James berani menjamin jika kamar mandi di kamarnya jauh lebih besar dari rumah yang ada di hadapannya kini. Hans tidak langsung menjawab, ia memeriksa ponselnya terlebih dahulu untuk memastikan. Setelah merasa yakin jika mendatangi rumah yang tepat, Hans segera menjawab, “Benar, Tuan. Lokasi ini yang dikirimkan oleh Frank.” James mengangguk, lalu kemudian ia maju untuk dapat meraih pintu kecil nan kumuh warnanya tersebut. Sayang sekali, pintunya terkunci padahal James sudah tidak sabar untuk bisa bertemu dengan Catherine. Ia ingin melihat bagaimana sosok cinta masa kecilnya versi dewasa. Pasti Catherine tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik. Karena sejak kecil Catherine memang sangat cantik. “Pintunya terkunci,” ujar James seraya berdiri dengan tenang di samping pintu sambil menyandarkan tubuhnya di tembok yang terlihat tak bersih. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana dan memerhatikan Hans yang tampak kembali memeriksa ponselnya. “Aku akan menghubungi Frank untuk bertanya padanya,” balas Hans dengan cepat dan langsung menghubungi rekannya tersebut. James hanya diam saja seraya menyimak pembicaraan Hans dengan Frank yang mana hanya kalimat Hans saja yang bisa ia dengar karena volume ponsel yang Hans gunakan tidak besar. James mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tempat di mana dirinya berada kini benar-benar sebuah perkampungan yang kumuh di sudut kota. Rasa ingin membuat Agatha menjadi penanggung jawab perbuatan orang tuanya semakin menjadi-jadi saja. Bagaimana bisa ia membiarkan Agatha hidup enak dan ongkang-ongkang kaki saja di rumahnya yang mewah sedangkan Catherine tinggal di tempat yang seperti ini? James berjanji, ketika urusannya dan Agatha sudah selesai dalam artian Emily sudah menyesali perbuatannya maka ia akan membawa Catherine untuk tinggal di rumahnya dan akan membuat Agatha tinggal di tempat yang lebih buruk dari tempatnya kini berada. James akan membuat hidup Agatha menderita sebagaimana kehidupan Catherine yang telah dipisahkan dari keluarga dan kemewahan oleh dua manusia biadab yang tak lain adalah orang tua Agatha. James merutuki dirinya sendiri. Mengapa ia tidak memikirkan ini semua sejak pertama kali tahu jika Agatha adalah anak dari Fred dan Elena? Seharusnya saat membunuh Fred dan Elena dulu dia juga membunuh Agatha saja sekalian. Namun, itu tidak seru. Jika seseorang mati maka berakhirlah semua kesenangan dan penderitaannya di dunia. Jika James membuat Agatha hidup lebih lama, ia bisa dengan sepuas hati untuk menyiksa Agatha lahir dan batin. Tapi itu nanti: setelah urusannya selesai. “Bagaimana?” tanya James ketika melihat jika Hans telah selesai berbicara dan telah menyimpan ponselnya kembali ke saku jas yang dia kenakan. Pria itu maju sebelum berkata, “Frank berkata jika Nona Catherine sedang tidak ada di rumah. Dia pergi menemui teman-temannya dan itulah alasan mengapa kita tidak menemui keberadaan Frank dan pengawal lain yang bertugas mengawasi Nona Catherine. Mereka sedang mengikuti untuk mengawasi dan juga menjaga Nona Catherine.” James mengumpat dalam hati, seharusnya Frank memberitahukan hal seperti ini lebih awal. Jika saja Frank memberi kabar seperti saat James dan Hans masih dalam perjalanan, mungkin James tidak perlu berjalan kaki memasuki gang sempit yang membuatnya harus menahan rasa jijik karena sepatu mahalnya menginjak lumpur basah. Belum lagi aroma yang tercipta di daerah pemukiman ini tidak sedap. Ada sampah yang menggunung di salah satu sudut yang membuat James semakin tidak ingin berada di sini lebih lama lagi. James tidak dapat berpikir bagaimana bisa orang-orang yang tinggal di daerah sini makan dengan tenang sedangkan aroma tak sedap masuk ke dalam setiap molekul udara yang mereka hirup. “Dasar tidak berguna! Seharusnya dia memberikan kabar lebih awal agar kita tidak perlu menuju ke sini!” umpat James seraya melangkahkan kakinya dengan cepat meninggalkan rumah yang menjadi tempat tinggal Catherine. Hans dengan segera mengikuti langkah kaki tuannya. “Tuan James, apakah kita akan menuju ke rumah temannya Nona Catherine?” “Tidak. Kita temui saja Catherine lain waktu,” ketus James yang sudah kesal, membuatnya tak bersemangat lagi untuk menemui wanita yang menjadi kisah indahnya semasa kecil tersebut. Mungkin memang belum waktunya bagi mereka untuk bertemu. James akan meluangkan waktunya di lain hari untuk benar-benar menemui Catherine Chadwick yang sangat dirindukannya, walau James agak sangsi jika Catherine dapat mengingatnya. Karena wanita tersebut diculik ketika usianya baru menginjak empat tahun. James sendiri bahkan tidak begitu mengingat bagaimana kisahnya ketika berumur empat tahun. Apakah Catherine bisa mengingatnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN