Indikasi Perpisahan

2112 Kata
“Jadi namanya James Hunt?” Jonathan bertanya kepada Agatha setelah wanita itu selesai menceritakan kejadian yang menimpanya sore tadi bersama pria sombong yang membunuh Fred dan Elena. Jonathan terdiam, merasa familier dengan nama tersebut. “Kau yakin namanya James Hunt?” tanya Jonathan setelah ia berhasil mengingat seseorang dengan nama yang sama persis. Agatha mengangguk dengan penuh keyakinan. “Ya, aku yakin itu namanya karena dia sendiri yang menyebutnya. Bahkan pria bernama James itu juga menyebutkan namaku. Aku tidak menyangka jika ia akan tahu namaku. Memang ketika hari di mana pria itu membunuh Mom dan Dad, namaku sempat beberapa kali disebut oleh Mom dan juga Dad. Aku hanya tidak menyangka jika dia akan mengingatnya.” Kedua tangan Jonathan membingkai wajah sang kekasih dengan lembut. “Apa dia menyakitimu?” Perasaan Agatha menghangat karena perlakuan manis Jonathan. Apalagi melihat sorot kecemasan yang jelas tergambar di matanya. Agatha merasa beruntung memiliki Jonathan sebagai kekasihnya. Karena Jonathan menerima Agatha apa adanya. Di tengah riuh suara jangkrik yang mengelilingi gubuk, Agatha mengulang kata syukur dalam hatinya berkali-kali. “Aku baik-baik saja.” “Apa dia menagih hutang ayahmu lagi?” Agatha menjawabnya dengan gelengan kepala. James memang tidak menyinggung sedikit pun mengenai hutang-hutang Fred, tapi bukan berarti pria itu tak akan pernah menagihnya bukan? Sore tadi James hanya meminta Agatha agar tidak melaporkan kematian Fred dan Elena kepada polisi. Pria itu juga mengancam jika Agatha berani melaporkannya maka pria itu akan melakukan pembalasan terhadap Agatha. Agatha tidak tahu pembalasan apa yang akan didapatnya jika melaporkan James, namun ia yakin jika itu pasti sesuatu yang buruk. Mulai sekarang, Agatha ingin hidup tenang dan bahagia. Ia tidak ingin bermasalah dengan siapa pun apalagi yang berpotensi membahayakan hidupnya. Dan James adalah orang pertama yang ingin Agatha hindari sekarang. “Dia hanya memintaku untuk menjaga nama baiknya dengan tidak membocorkan kejahatannya kepada siapa pun, bahkan kepada bayanganku sendiri.” “Dan kau akan melaksanakan?” Agatha mengangguk. “Iya, aku ingin hidup tenang tanpa berurusan dengan orang itu, John. Aku harap kau juga tidak memberitahu orang lain mengenai masalah ini. Apalagi sampai menyebutkan nama James Hunt. Pria itu pasti akan langsung menghancurkan hidupku jika nama baiknya hancur.” Kedua tangan Agatha menghangat ketika sebuah tangan kekar menggenggamnya. Jonathan tersenyum penuh kelembutan seraya mengelus punggung tangan milik kekasihnya. “Aku harap kau memaafkan pria itu dan jangan membencinya.” “Jangan membencinya?” ulang Agatha merasa heran. Kenapa Jonathan berkata demikian padahal di hari kemarin kekasihnya itu memaksa Agatha untuk membawa kasus pembunuhan yang dialami Fred dan Elena ke meja hijau. Bahkan di hari kemarin Jonathan terlihat sangat marah dan berkata akan membalas dendam. “Ya, kau tidak boleh membencinya Agatha.” “Tapi kenapa John?” Agatha semakin merasa heran. Jonathan tergagap, mulutnya terbuka namun ia tak mengatakan apa-apa. Mencoba untuk menormalkan ekspresi wajahnya membuat Jonathan harus menelan ludahnya sendiri. Genggaman tangannya pada Agatha mengendur. “Aku hanya ... tidak ingin hatimu yang bersih menyimpan kebencian terhadap siapa pun.” Agatha tersenyum manis, merasa tersanjung dengan alasan yang Jonathan kemukakan. “Aku tidak bisa berjanji untuk tidak membencinya, karena kemarahan jelas-jelas ada dalam diriku untuknya meski aku tidak bisa menunjukkannya. Setiap aku mengingat bagaimana pria itu menembak Fred dan Elena, maka aku merasa kebencian dan kemarahan dalam hatiku kepadanya semakin dalam.” “Aku sangat menyayangimu, Honey. Benar-benar menyayangimu. Jika kita tidak berjodoh, aku harap kau akan tetap bahagia.” “Kenapa kau mengatakan itu semua?” Agatha merasakan atmosfer yang berbeda, ia melepaskan tangannya dari genggaman Jonathan yang memang sudah mengendur. Sebagai dua insan yang sudah lama bersama, patutlah mereka sudah saling mengetahui satu sama lain. Dan kini Agatha menyadari ada perbedaan yang samar dalam diri Jonathan. Jonathan tampak seperti sedang mencoba untuk memberitahu sesuatu yang ragu untuk diungkapkan secara gamblang. Dari kalimat terakhir yang diucapkan oleh Jonathan, Agatha menangkap maksud seolah pria itu mengindikasikan sebuah perpisahan. Apakah sekarang kekasihnya itu mulai berpikir untuk meninggalkan Agatha? Jika benar begitu maka Agatha tidak akan melakukan upaya untuk mencegah Jonathan. Agatha cukup tahu diri jika ia memang tidak pantas untuk dapat bersama Jonathan. Bahkan ia merasa tak pantas untuk dapat bersama dengan siapa pun. “Apa kau sudah mulai berpikir untuk meninggalkanku?” tanya Agatha lagi karena Jonathan yang tidak menjawab pertanyaan sebelumnya. Pria itu tampak melamun atau mungkin sedang memikirkan sesuatu. Agatha semakin merasa jika Jonathan memang berniat untuk meninggalkannya. “Tidak, Agatha. Aku hanya ingin bersikap realistis. Banyak orang yang tidak berjodoh dengan orang yang mereka inginkan, bukan? Apa yang terjadi di masa depan kita tidak dapat menghentikannya. Kita harus selalu siap untuk apa pun itu,” balas Jonathan dengan lembut. Meski telah mendengar jawaban Jonathan, bahkan merasakan sebuah usapan halus di puncak kepalanya, Agatha tetap merasa tidak tenang dan merasa janggal. Agatha juga baru menyadari jika sorot mata Jonathan terlihat sayu, tidak cerah seperti biasanya. Apakah kekasihnya itu kelelahan karena bekerja? Atau jam tidurnya kurang? Dan atau ada sesuatu masalah berat yang ia pikirkan? “Apa kau bersungguh-sungguh tidak sedang memikirkan untuk meninggalkanku?” “Jangan mengkhawatirkan soal itu, kau harus tahu satu hal Agatha. Aku, Jonathan Carlblood sangat menyayangimu dengan tulus. Kumohon jangan pernah meragukanku dalam hal ini apa pun alasannya.” Tubuh keduanya saling merasakan kehangatan ketika Jonathan merengkuh tubuh ringkih Agatha ke dalam pelukannya. Menyalurkan rasa sayangnya melalui sebuah pelukan hangat. Kecupan singkat juga berkali-kali mendarat di puncak kepala Agatha. Wanita itu terdiam, masih merasa belum puas akan jawaban Jonathan. Jonathan hanya memintanya untuk tidak mengkhawatirkan kemungkinan pria itu pergi meninggalkannya. Tapi ada satu yang Agatha sadari, Jonathan tidak mengatakan 'tidak'. *** Seekor kucing jalanan tidak berhenti mengeong di dalam gubuk yang Agatha tempati. Kucing berwarna abu-abu dengan sedikit bercak hitam itu terus saja bersuara sembari tak mengalihkan perhatiannya dari dua ekor ikan goreng. Padahal kucing itu sudah menghabiskan setidaknya lima ekor ikan mentah. Kucing itu tidak secara tiba-tiba berada di dalam gubuk Agatha melainkan karena Obie yang membawanya. Pria yang menumpang hidup di rumah Jonathan itu menyusul Jonathan ke rumahnya, padahal kedatangannya sama sekali tidak diharapkan. Jonathan sudah berkali-kali mengusir Obie yang begitu lengket melekat pada kasur lipat yang disiapkan Agatha. Pria itu terus berkelit ketika Jonathan mengusirnya. “Sebenarnya apa tujuanmu datang ke sini? Jika alasanmu hanyalah untuk menjemputku maka kau tidak perlu melakukannya. Lagi pula apa benar kau menjemputku? Kau menjemput seorang pengendara motor sepertiku dengan berjalan kaki? Sepertinya lebih cocok dikatakan bahwa kau ingin menumpang padaku!” Obie menutup wajahnya dengan bantal untuk berusaha tidak mendengarkan apa pun yang dikatakan oleh Jonathan. Menurut Obie kedatangannya ke rumah Agatha tidak merugikan siapa pun. Justru keberadaannya membawa sedikit keramaian yang mungkin saja sedang dibutuhkan oleh Agatha yang pasti masih berduka. Dan ia pun tidak datang dengan tangan kosong. Ia membawa ikan-ikan segar untuk dimasak meski pada akhirnya ikan-ikan itu dimakan lebih banyak oleh kucing yang dibawanya. “Aku juga ingin mengunjungi Agatha, kalian berdua saja di sini dan itu tidak baik. Kau bisa saja m*****i Agatha.” Jonathan mengangkat bantal yang menutupi wajah Obie dan melemparkannya. “Apa yang kau katakan? Kau bilang aku akan m*****i Agatha?” “Aku mengatakan 'bisa saja', bukan 'akan'. Kecuali jika kau memang memiliki niat seperti itu.” “Aku tidak memikirkan itu! Tapi kau menuduhku! Dan lagi, untuk apa kau membawa kucing jalanan itu?” Obie bangkit dari pembaringannya. Ia merasa kesal pada Jonathan yang tidak pernah bisa berbicara dengan santai padanya. Jika dihadapkan dengan Obie maka pria itu selalu berkata dengan cara berteriak atau menggunakan nada ketus. Tidak ada kelembutan sedikit pun dan sangat berbeda ketika Jonathan berbicara pada Agatha. “Aku merasa kasihan melihat kucing gelandangan itu, maka dari itu aku berinisiatif untuk membawanya pulang dan akan merawatnya.” “Kau pasti merasa senasib bukan dengan kucing kumal itu? Sebelum kau menumpang di rumahku kau adalah seorang gelandangan,” sindir Jonathan. Bukannya tersinggung, Obie justru menganggukkan kepalanya dengan semangat. “Betul sekali! Maka dari itu aku sangat memahami bagaimana perasaan kucing itu, dia layak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Aku akan merawatnya dengan baik dan memberikan nama Opie. Bukankah namanya terdengar mirip dengan namaku?” “Apa kau lupa di mana kau tinggal sekarang?” Obie menggeleng dengan bangga. “Tentu saja tidak! Aku sangat ingat bahwa aku sekarang tinggal di rumahmu.” Jonathan mengangguk-angguk lalu melipat kedua tangannya di d**a. Ia tersenyum yang dibuat semanis mungkin dan menatap wajah tanpa dosa Obie dengan lekat. “Bagus jika kau mengingatnya. Lantas kenapa sekarang kau dengan sesuka hati membawa kucing itu pulang? Apa kau pikir aku mau menerima gelandangan lagi di rumahku?” Senyuman Obie meluntur, ia menatap penuh permohonan ke arah Jonathan dan mengharapkan belas kasihan. “Apa kau tega untuk membiarkan kucing itu hidup di jalanan tanpa keluarga? Dia mungkin saja akan mati kelaparan atau mati terlindas ban di jalan. Kau mungkin tidak pernah merasakan bagaimana rasanya hidup di jalanan dan tak punya rumah, John. Tapi aku pernah merasakannya. Dan itu sangatlah buruk. Jadi, apa kau mau berbelas kasih padanya?” “Pada siapa?” Itu bukan suara Jonathan, melainkan suara Agatha yang baru keluar dari kamar mandi. Ia melihat Jonathan dan Obie yang tengah mengobrol dengan posisi saling berhadapan di atas kasur lipat. Sekarang sudah tengah malam, sepertinya dua pria itu akan menginap. Agatha juga melihat kucing yang dibawa oleh Obie tengah memakan ikan goreng di atas piring. Sial! Padahal Agatha berniat akan menyimpannya untuk besok. Jika sudah begini maka Agatha dengan terpaksa harus mengikhlaskannya. Kedatangan Agatha tak ubah layaknya kedatangan malaikat bagi Obie. Pria itu langsung menghampiri Agatha untuk mengatakan sesuatu yang ia yakini dapat membuat Jonathan menuruti keinginannya untuk membawa pulang kucing yang ia temukan siang tadi di jalan raya. “Agatha, apa kau tahu, John tidak mengizinkanku untuk membawa pulang dan merawat Opie. Padahal selama ini aku yakin jika Opie hidup susah di jalanan, aku tidak tega untuk membiarkannya hidup dengan cara seperti itu,” ujar Opie dengan nada yang dibuat sedramatis mungkin. “Opie? Siapa Opie?” “Ah, ya, maksudku adalah kucing itu. Aku memutuskan untuk memberikan nama Opie agar aku mudah mengingatnya.” Tunjuk Obie pada kucing. Jonathan mendengus karena melihat Obie yang mencoba mencari peruntungan melalui Agatha. Pria yang menumpang hidup di rumahnya itu selalu saja melakukan suatu tindakan yang membuat Jonathan ingin mengusirnya secepat mungkin. Tapi beruntung Jonathan mempunyai sisi baik dalam dirinya. Sedangkan Agatha mencoba untuk memperhatikan Opie. Kucing itu tampak lebih kurus dari kucing-kucing yang biasa Agatha temui, bola matanya besar redup tak bercahaya. Bulu-bulunya tidak terlihat halus dan kotor. Jelas sekali jika kucing itu tidak terawat. “Dia terlihat menyedihkan.” “Sudah kukatakan bahwa Opie menderita dengan hidupnya. Maka dari itu aku ingin memperbaiki taraf kehidupannya dengan mengadopsi Opie. Aku akan merawatnya tapi kekasihmu itu melarangnya. Dia memang tidak mempunyai simpati terhadap gelandangan,” lirih Obie. Ia berusaha menampilkan wajah sedih guna menarik simpati Agatha. Dan usahanya tidak sia-sia, Agatha menghampiri Jonathan yang masih duduk di atas kasur lipat. Dilihat dari mimik wajahnya, jelas sekali bahwa Agatha kini memihak pada Obie. Dan Obie, pria itu tersenyum penuh kemenangan seraya menghampiri Opie dan mengelus kucing itu dengan perasaan puas. Sebentar lagi Jonathan pasti akan mengiyakan permintaannya. “John, kau—“ “Aku sudah tahu apa yang akan kau katakan, Honey. Kau pasti akan membujukku untuk menerima kucing itu di rumahku, bukan? Kali ini tidak, Agatha. Keberadaan Obie saja sudah membuat hidupku tak tenang selama di rumah.” Jonathan menyela ucapan Agatha dan mencubit hidung wanita itu dengan gemas. Agatha adalah salah satu dari sekian banyak manusia yang memiliki hati lembut yang mudah tersentuh. Agatha akan dengan mudah merasa tidak tega dan kasihan terhadap apa saja yang sekiranya menyentuh sisi lembut hatinya. “Tapi John, lihatlah Opie. Dia sangat kurus dan tidak terurus. Apa kau tidak merasa kasihan melihatnya? Obie bilang dia yang akan merawatnya jadi kau tidak perlu merasa khawatir akan terbebani meskipun Opie berada di rumahmu.” Agatha mencoba untuk membujuk Jonathan. “Tidak Agatha, dia bukan kucing terlatih. Bisa saja dia membuang kotoran di mana saja. Dan itu semua akan sangat menjijikkan!” “Seandainya aku mempunyai rumah yang luas maka aku pasti akan mengizinkan Opie tinggal di rumahku. Aku bisa saja menerima Opie untuk tinggal di gubuk ini, tapi jika itu dilakukan maka tidak ada bedanya bagi Opie dengan hidup di jalanan.” Jonathan menghela napas, jika ia masih saja menolak maka Agatha juga pasti akan terus menyusun kalimat-kalimat bujukan. Dan pada akhirnya Jonathan akan menyetujuinya. Jadi daripada memperpanjang masalah yang akhirnya sudah diketahui akan bagaimana, lebih baik Jonathan mengakhirinya dengan cepat. “Baiklah asalkan Obie tidak membiarkan kucing itu mengotori rumahku.” Obie bersorak kegirangan di dalam hatinya. Ia tersenyum menatap Agatha dan memberikan ucapan terima kasih melalui tatapannya. Agatha sendiri tersenyum senang, mengabaikan Jonathan yang menghela napas lelah dan membaringkan tubuhnya dengan kasar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN