James Hunt (Lagi)

2123 Kata
“Apa kau yakin tidak akan membawa kasus ini ke polisi?” Elva bertanya untuk ke sekian kalinya kepada Agatha. Namun lagi dan lagi pertanyaannya dijawab dengan gelengan kepala. Elva merasa heran mengapa sahabatnya itu memutuskan untuk tidak membawa kasus penembakan orang tuanya ke polisi. Padahal jika itu dilakukan setidaknya Agatha bisa melihat pembunuh Fred dan Elena menderita di penjara. “Kenapa Agatha? Kenapa kau tidak ingin memenjarakannya? Apa kau mengenal orang itu?” Kali ini Fahima yang bertanya. Jika Agatha akan membawa kasus ini ke meja hijau maka Fahima akan membayar seorang pengacara untuk membantu. Agatha kembali menggeleng lemah, ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi di kelas yang tengah ia tempati. Jam kuliah terakhir sudah berakhir sekitar lima belas menit yang lalu, namun mereka masih betah di tempatnya. “Kenapa?” desak Elva. Ia sangat penasaran akan alasan Agatha hingga menolak untuk membawa kasus pembunuhan orang tuanya sendiri ke jalur hukum. Agatha larut dalam pikiran. Kenapa ia enggan melaporkan kejadian ini padahal berkaitan langsung dengan kematian kedua orang tuanya? Ada beberapa alasan yang Agatha punya. Pertama adalah karena ia merasa bersalah. Setelah tahu jika Fred berhutang adalah untuk membayar biaya kuliahnya. Agatha merasa jika dia adalah dalang sesungguhnya dari kematian Fred dan Elena. Kedua, alasan pria sombong itu membunuh Fred selain karena berhutang, yaitu Fred yang telah mencuri hasil perkebunan jagung yang dijaganya. Jika kasus ini dibawa ke persidangan, maka fakta ini pasti akan dibeberkan oleh pria sombong tersebut. Agatha tidak ingin keburukan apa pun mengenai Fred dan Elena muncul ke permukaan apalagi ketika mereka tak lagi bernyawa. Satu harapan Agatha, ia ingin keduanya mati dengan tenang dan damai tanpa ada gonjang-ganjing mengenai mereka lagi. Ketiga, pria sombong tersebut adalah orang kaya. Meski Agatha tidak tahu nama dan jabatan pria itu namun ia yakin jika pria sombong tersebut adalah sosok yang memiliki harta dan kekayaan. Pria itu akan dengan mudah meringankan hukuman yang dijatuhkan kepadanya dengan uang yang ia punya. Atau bahkan ia bisa terbebas dari hukuman berkat uang dan kekuasaannya. Dan alasan terakhirnya adalah karena apa pun yang ia lakukan kepada orang yang telah menembak Fred dan Elena itu tidak akan membuat keduanya kembali hidup. Agatha juga teringat keinginan terakhir Elena sebelum meregang nyawa. Ibu angkatnya itu menginginkan Agatha untuk hidup baik-baik saja. Jika Agatha berurusan dengan pria sombong itu maka Agatha yakin hidupnya tidak akan baik-baik saja. Pria itu pasti melakukan banyak cara untuk menghancurkan hidupnya. Namun Agatha tidak ingin mengungkapkan satu pun di antara beberapa alasan yang ia punya kepada teman-temannya. Bahkan ia juga tidak mengatakannya pada Jonathan. Agatha hanya akan berkata, “Ini sudah keputusanku untuk tidak memperpanjang masalah ini. Aku ingin hidup tenang setelah kematian Mom and Dad.” Fahima yang sempat membuka mulut untuk mengungkapkan lagi pendapatnya mengurungkan niat. Bibirnya kembali rapat dengan mata yang menatap prihatin ke arah Agatha. Senyuman miris terukir di bibir Agatha, ia tersenyum untuk hidupnya sendiri setelah menangkap raut wajah prihatin di wajah Elva dan Fahima. “Jangan mengasihani aku, karena aku tidak menyukainya. Apa hidupku terlihat sangat menyedihkan bagi kalian?” Kedua bola mata Agatha nampak bersinar karena air mata. Bibirnya masih menyunggingkan senyuman namun tak sampai ke mata. “Aku yang tidak tahu siapa orang tua kandungku dan bagaimana masa kecilku. Lalu aku yang diangkat menjadi anak angkat oleh pasangan yang jatuh miskin. Aku yang tinggal di sebuah gubuk dan sering kelaparan. Dan sekarang, aku yang menyaksikan pembunuhan kedua orang tua angkatku sendiri, apa menurut kalian aku sangat menyedihkan?” Tanpa rencana Agatha mengungkapkan kesedihan yang dirasakannya. Selama ini Agatha tidak pernah mengeluhkan soal orang tua kandungnya, atau mengenai gubuk dan kelaparan. Ia selalu menjalani hari-harinya dengan baik dan ceria. Tapi setelah kehilangan Fred dan Elena, Agatha benar-benar merasa sendiri. Ia takut tidak bisa menjalani kehidupan dengan baik. Ia takut tidak akan ada lagi yang menemani sisa hidupnya. Meski ada Elva, Fahima, dan Callista namun mereka tentu tidak akan selalu berada di sampingnya. “Agatha kau—“ Fahima tidak mampu untuk menyelesaikan kalimatnya sendiri. Ia terlanjur sedih dan berakhir dengan memeluk tubuh Agatha erat seraya menangis. Fahima tahu akan semua penderitaan Agatha selama ini, namun wanita itu tidak pernah mengatakan dan menunjukkannya. Baru kali ini Agatha mengeluhkan hidupnya padahal biasanya Agatha selalu bersemangat untuk mencari pekerjaan demi memperbaiki taraf kehidupan yang ia jalani. Tak jauh berbeda dengan Fahima, Elva pun merasa teramat sedih. Namun ia menahan tangisnya kuat-kuat. Sekarang ada Agatha yang berada di titik kelemahan. Elva harus kuat agar bisa menguatkan Agatha. Ia tidak ingin terus melihat Agatha yang larut dalam penderitaan dan rasa sakit. “Agatha, percayalah akan ada takdir baik yang menunggu di masa depan. Kau akan mendapatkan cahaya dalam kegelapan. Roda kehidupan itu berputar, tidak selamanya kau akan berada di bawah.” Elva mengelus punggung Agatha yang masih menangis dalam pelukan Fahima. Mereka menangis tersedu bersama. Elva kembali melanjutkan kalimatnya. “Setiap orang mempunyai jatah kesedihan dan kebahagiaannya masing-masing. Sekarang anggap saja kau sedang menghabiskan stok kesedihan yang kau punya hingga nanti kau tidak akan lagi merasakannya karena hanya tertinggal stok kebahagiaan saja.” Agatha dan Fahima sama-sama melepaskan pelukan mereka. Wajah keduanya sembab dibasahi air dengan mata yang memerah. Siapa pun yang melihat keadaan mereka saat ini pasti akan tahu jika keduanya baru saja menangis. “Semoga saja kau benar, Elva. Ada takdir baik yang menunggu,” lirih Agatha dengan pelan. Fahima langsung menyentuh bahu Agatha dan menepuknya beberapa kali. “Kau harus yakin Agatha. Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya untuk menderita sepanjang hidup. Kau pasti akan menemukan kebahagiaanmu kelak.” “Aku sangat senang mempunyai kalian sebagai sahabatku. Aku tidak menyangka masih ada gadis terpandang seperti kalian yang mau berteman dengan gadis miskin sepertiku. Terima kasih untuk segalanya yang telah kalian berikan,” ucap Agatha dengan tulus. Ia meraih tubuh Elva dan Fahima hingga mereka bertiga berpelukan. Saling menggumamkan kata terima kasih. Hening beberapa saat, ketiganya menikmati kebersamaan yang tercipta. Saat ini mereka benar-benar menyelami makna dari kata 'sahabat'. Namun suasana haru tersebut pecah ketika ada sebuah suara yang terdengar. “Apa aku tertinggal sesuatu?” Itu adalah suara Callista yang baru saja muncul dari pintu. *** Menyadari bahwa kini Fred dan Elena sudah tiada, Agatha benar-benar bertekad untuk mendapatkan pekerjaan segera. Kepada siapa lagi ia akan menggantungkan hidupnya? Dari mana ia makan jika bukan dari tangannya? Dan siapa yang akan membayar biaya kuliahnya jika bukan Agatha sendiri? Agatha tahu jika sahabat-sahabatnya dan Jonathan pasti akan membantu, tapi bukankah mereka tidak akan selalu mengulurkan tangan setiap saat? Mungkin mereka akan dengan ikhlas memberi bantuan pada Agatha. Tapi jika itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama mereka pasti akan merasa lelah dan jengkel padanya meski itu adalah sahabat terbaiknya sekalipun. Dan juga Agatha takut jika pria sombong yang telah membunuh Fred dan Elena akan meminta agar dirinya membayar hutang Fred. Saat waktu itu tiba maka Agatha harus mempunyai uang atau ia akan berakhir seperti kedua orang tua angkatnya. Agatha menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Tubuhnya berdiri di depan sebuah toko kue, di dalam ransel yang ia kenakan ada banyak surat lamaran lengkap yang telah ia persiapkan. Ia akan melamar pekerjaan di banyak tempat agar peluang mendapat pekerjaan semakin terbuka lebar. Semoga salah satu surat lamaran yang dibuatnya membawa keberuntungan. Sebelum melangkah masuk, Agatha mengambil satu map yang di dalamnya terdapat berkas-berkasnya dari dalam tas. Ia memeluknya di d**a. Perlahan kakinya melangkah bersamaan dengan senyum yang merekah. Kepercayaan diri adalah salah satu nilai paling penting ketika melamar pekerjaan. Hal tersebut akan menjadi pertimbangan apakah pelamar diterima bekerja atau tidak nantinya. Sebenarnya tidak ada tulisan atau informasi yang menyatakan bahwa toko ini mencari pekerja, tapi Agatha akan tetap mencoba mencari peruntungan. “Selamat sore,” sapa Agatha kepada kasir di dalam toko. Agatha tahu ini bukan waktu yang tepat untuk melamar suatu pekerjaan, tapi ini harus dilakukannya karena ia hanya mempunyai waktu sepulang kuliah. Setelah drama tangisnya tadi bersama Fahima, Agatha langsung bergegas pergi dan mengusir Callista yang mencoba untuk membuntutinya. Agatha tidak ingin rencananya mencari pekerjaan gagal karena Callista yang mengganggu. “Iya, ada yang bisa aku bantu?” Meski kalimatnya ramah, tapi ekspresi yang ditunjukkan oleh kasir tersebut sangatlah berbanding terbalik. Tidak sedikit pun senyum muncul di wajahnya. Agatha menghela napas dan tetap memasang senyuman terbaiknya. Jika bukan untuk mendapatkan suatu pekerjaan maka Agatha tidak akan ingin tersenyum kepada orang yang tidak tersenyum lebih dulu padanya. Tapi untuk kali ini Agatha harus melakukannya. “Mohon maaf mengganggu waktunya, maksud kedatanganku ke sini adalah untuk melamar pekerjaan. Apa sekarang di sini ada lowongan pekerjaan?” “Jika ada lowongan pekerjaan maka di depan toko pasti ada tulisan.” Senyuman Agatha luntur sudah. Bukan karena kecewa tidak ada lowongan pekerjaan di sini tapi karena nada yang digunakan oleh kasir tersebut sangatlah sinis. Agatha tidak lagi berusaha untuk menyembunyikan rasa kesalnya. Ia kini menatap kasir di hadapannya dengan dagu terangkat. “Kau seharusnya tidak perlu berlaku sinis seperti itu kepada orang yang melamar pekerjaan sepertiku. Kau bisa bekerja di sini karena dulu melamar pekerjaan di sini bukan? Seharusnya kau paham bagaimana caranya menjaga perasaan pelamar.” Tubuh Agatha langsung berbalik dan melangkah cepat. Tidak ingin mendengar kasir tersebut membalas perkataannya. Agatha merasa kesal pada orang-orang yang bersikap tak sopan. Mungkin wajar jika kasir tadi adalah pemilik toko, tapi dia hanya seorang kasir dan sikapnya sudah seperti itu. Kini Agatha memeluk erat surat lamarannya di d**a. Sekarang ia berdiri di samping kanan toko kue yang tadi ia masuki. Agatha tidak mau berdiri di depan toko karena jika itu dilakukan maka tubuhnya dapat terlihat oleh kasir tadi. “Padahal dia hanya kasir, tapi sikapnya seperti itu!” Agatha masih saja mendumel. Ia melirik ke kanan dan ke kiri, bingung harus memilih perusahaan mana lagi yang harus ia masuki. Setelah memutuskan, Agatha melangkahkan kakinya menjauhi toko kue tadi. Sebuah kafe bernuansa modern nampak cukup ramai. Agatha berpikir untuk melamar ke dalam. Ia akan menerima pekerjaan apa pun termasuk sebagai pencuci piring. Karena yang terpenting baginya sekarang adalah mendapatkan pekerjaan. Agatha kembali memasang senyum terbaiknya, mungkin hal ini adalah sesuatu yang wajib untuk dilakukan bagi setiap pelamar pekerjaan. Tentu saja orang yang Agatha datangi di dalam kafe adalah seseorang yang menjabat sebagai kasir. Karena darinya Agatha bisa mendapatkan informasi mengenai lowongan pekerjaan. Dan jika lowongan ada, maka padanyalah Agatha bisa menitipkan surat lamaran. Namun beberapa langkah lagi Agatha sampai di meja kasir, langkahnya harus terhenti ketika ada seorang pengunjung yang lebih dulu menghampiri meja itu. Dan yang membuat Agatha mematung adalah pengunjung tersebut tak lain dan tak bukan merupakan pria sombong yang telah membunuh Fred dan Elena. Tubuh Agatha membatu seketika, apalagi ketika mata tajam itu menatapnya. Agatha segera berbalik dan berniat keluar dari dalam kafe, namun lagi-lagi ia mematung ketika mendapati seorang pria yang pernah memperkenalkan jika dirinya bernama Hans tengah berada di ambang pintu masuk. Seharusnya Agatha tidak merasa heran karena Hans merupakan anak buah si pria sombong. Namun kini Agatha merasa tegang, jujur ia merasa takut kepada keduanya. Belum dirinya dapat menguasai diri, Agatha merasa panik saat seseorang tiba-tiba menarik tangannya dengan kasar. Mata Agatha melotot ketika mengetahui jika orang yang menariknya adalah pria sombong yang tidak ia ketahui namanya. Sekarang Agatha benar-benar takut. Hidupnya pasti akan berakhir sore ini. Baiklah Agatha rela, ia tidak berusaha memberontak. Mungkin akan lebih baik jika ia menyusul kepergian Fred dan Elena daripada menjalani hidup sendirian. Tubuh Agatha menubruk Hans ketika pria sombong tersebut mendorongnya kasar. “Bawa dia ke mobil,” titahnya. Agatha masih tidak memberontak ketika kini tubuhnya diambil alih oleh Hans. Namun keringat yang mengucur dari pelipisnya jelas mengungkapkan bahwa ia tengah ketakutan. Bibir Agatha bergetar, namun ia tetap tidak mengatakan apa-apa. Hingga tubuhnya telah berada di dalam mobil mewah yang di dalamnya telah ada seorang pria sombong pun Agatha tetap bungkam. Brak! Suara pintu tertutup dengan kasar. Agatha melirik Hans yang tidak ikut masuk ke dalam mobil. Mungkin Hans akan menjalankan tugasnya kembali seperti dulu. Di mana Hans menunggu di depan pintu sedangkan pria sombong membunuh Fred dan Elena di dalam gubuk. Sekarang Hans menunggu di luar mobil dan pria sombong akan membunuh Agatha di dalam mobil. Jika memang begitu maka Agatha akan pasrah. Ia akan meminta agar pria sombong itu menembaknya tepat di jantung agar ia tak merasakan sekarat dalam jangka waktu yang lama. “Jangan berani kau melaporkan mengenai Fred dan istrinya ke polisi.” Suara tegas bernada tajam memasuki rungu Agatha. Wanita itu langsung menoleh. Jadi tujuan pria itu menyeretnya bukan untuk membunuh Agatha melainkan untuk meminta Agatha agar tidak melapor? Agatha sedikit bergeser, mencoba untuk memberi jarak yang lebih jauh di antara mereka. Mencoba untuk menyembunyikan ketakutannya, Agatha berujar, “Kenapa? Apa pria pembunuh sepertimu takut dipenjara?” Pertanyaan Agatha dibalas tawa keras yang terdengar angkuh. Pria di sampingnya menarik wajah Agatha untuk mendekat. “Tidak, aku hanya tidak ingin nama James Hunt ternoda hanya karena kematian sepasang lansia, Agatha,”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN