"Arini, makan nasi ini." ujar Aldo setibanya di rumah. Arini tidak menggubris, ia melangkah menapaki tangga, lalu masuk ke kamar. Aldo menarik napas dalam lalu memijat kepalanya. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja makan tanpa irama. Jujur, ia canggung dengan sikap Arini. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah tidak bisa menghindar. Arini sudah memergokinya dengan Farrah. Tidak ada pilihan kecuali bicara padanya. Aldo berjalan menyusul Arini ke lantai dua. Arini menoleh saat Aldo memasuki kamar. Lalu duduk di sampingnya. "Hampir semua klienku adalah kolega Farrah. Sejak awal aku mendirikan perusahaan ini, Farrah yang selalu mensuportku." ucar Aldo pelan. Matanya lurus menembus jendela. "Sayangnya... Aku tidak bisa berbuat apapun untuk mensuport kak Aldo. Apa lagi disaat perusahaan dalam k