Me
Segeralah tidur. Hubungi aku jika terjadi apa-apa.
Aeji
Bagaimana aku bisa tidur jika kau menggangguku terus?
Me
Calon suami khawatir itu wajar.
Aeji
Siapa yang kau sebut calon suami?
Me
Aku yakin kau akan menikah denganku
Aeji
Percaya diri sekali tuan
Me
Besok kita pergi ke altar bersama
Aeji
Berhentilah bermimpi presdir Cho. Biarkan aku bermimpi sekarang karena aku benar-benar mengantuk.
Me
Hahahaha baiklah. Hubungi aku jika terjadi sesuatu.
Aeji
Oppa lebih cerewet daripada ayah. Selamat tidur
Me
Aku mencintaimu
Kyuhyun tersenyum setelah mengakhiri chatting mereka. Pria itu masih berada di meja kerjanya, dengan laptopnya yang menyala bersama tumpukan berkas disana. Waktu istirahat yang kurang.
Tiba-tiba pikirannya teringat oleh kejadian di ruang rapat. Kyuhyun kembali membuka galerinya mencari foto yang ia bidik tadi. Namun kecurigaan mulai timbul.
"Aku yakin melihat sesuatu di belakang Aeji. Tidak mungkin aku berhalusinasi bukan?"
Kyuhyun tidak menemukan bayangan itu di handphonenya lagi. Gambar itu hanya menunjukkan Aeji yang tengah presentasi. Setelah berpikir terlalu lama akhirnya ia memutuskan bahwa yang ia lihat tadi hanyalah khayalan. Mungkin matanya sedang tidak benar-benar sehat.
Hollow Man
Pagi datang. Aeji bangun dengan suasana yang baik. Setidaknya ia masih punya waktu untuk kegiatan sebelum berangkat kerja. Gadis itu masih tampak terduduk di kasur. Rambutnya yang berantakan tidak merusak kecantikan dari si cantik Aeji.
Ia memeriksa ponselnya melihat aplikasi chatting nya.
"Pukul 3 pagi," gumam Aeji. Sepertinya Kyuhyun lembur. Gadis itu berpikir untuk menelfonnya atau tidak. Akhirnya ia memutuskan untuk mematikan ponselnya kembali. Kyuhyun butuh istirahat.
Aeji merenggangkan tubuhnya. Malam tadi begitu nyaman, mungkin efek setelah tersiksa dengan proposal kemarin. Jadi pagi ini ia tampak begitu segar.
Gadis itu menyingkirkan selimutnya dan hendak berjalan menuju kamar mandi. Saat kaki nya mulai melangkah, Aeji merasakan sesuatu yang aneh. Kakinya yang satu melangkah kembali dan tetap terasa aneh. Mata coklatnya menatap kasurnya yang tidak ada noda apapun. Tapi kenapa kewanitaannya terasa basah.
Aeji bergegas masuk ke kamar mandi dan duduk di atas kloset. Dengan terburu-buru ia langsung melepaskan celana dalamnya yang kebetulan ia memang hanya mengenakan baju tidur dress selutut.
Tangan Aeji menyentuh sesuatu yang basah di celana dalamnya. Ia yakin bahwa cairan itu dari miliknya, tapi mengapa bisa sebasah ini. Aeji langsung menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak perpikir yang aneh-aneh. Mungkin memang ia sedang keputihan.
Aejipun langsung menanggalkan pakaiannya. Gadis itu langsung mengikat rambutnya secara asal kemudian membasuh wajahnya dengan air dari keran di westafel itu. Namun pandangan Aeji menajam saat melihat pantulan dirinya pada cermin di hadapannya.
Bukan karena wajahnya yang aneh. Tapi ada sesuatu di leher dan dadanya. Seperti warna merah keunguan. Tangan Aeji menyentuh kulitnya itu, namun tidak terasa sakit sama sekali.
"Apa aku sakit kulit?" gumam Aeji khawatir melihat bagian tubuh yang lain yang untung saja tidak bermasalah. Hanya d**a dan lehernya.
Dengan panik langsung saja Aeji bergegas mandi dan segera bersiap. Semoga tidak seburuk pemikirannya.
Hollow Man
Ceklek
"Astaga kau mengganggu keharmonisan keluargaku," gerutu Minho setelah melihat Aeji di hadapannya.
"Aku ada urusan dengan istrimu bukan dengan dirimu. Lagipula aku sudah ijin berobat, jadi kantor tidak masalah"
"Berobat? Rumahku bukan rumah sakit," balas Minho namun di abaikan oleh Aeji. Gadis itu langsung masuk ke dalam rumah Minho seperti rumahnya sendiri.
Mirae tampak senang melihat kedatangan Aeji, ia ingin memeluk sahabat suaminya itu namun Jeno putranya masih terus menangis. Aeji yang juga rindu dengan Jeno langsung menggantikan Mirae untuk menggendongnya.
"Lihat tuan Choi aku sedang membantu istrimu, suami macam apa yang mrmbiarkan istrinya kesusahan," pria itu tampak tidak peduli dengan ocehan Aeji sedangkan Mirae terus saja tertawa. Gadis seumurannya yang telah menjadi ibu itu memang memiliki sifat yang begitu lembut. Tak heran Minho bisa luluh padanya.
Beberapa menit berlalu, Jeno telah tertidur. Aeji dengan berhati-hati menaruh bayi 9 bulan itu ke dalam keranjangnya. Hingga Minho pun juga sudah pergi. Tersisa Mirae dan Aeji.
"Ini ice chocolate untukmu," Mirae memberikan segelas minuman itu dan ikut Aeji untuk duduk di ruang tamu.
"Tidak mudah menjadi ibu rumah tangga," ujar Aeji sambil menyesap minumannya.
"Tidak seburuk itu, kau harus segera menyusulku Aeji. Aku dan Minho sudah berencana punya anak lagi. Kau jangan sampai terlambat"
Aeji terkejut mendengarnya. Sahabatnya semesum itu ternyata. Jeno masih terlalu kecil untuk memiliki adik. Namun Aeji tak banyak komentar dan memilih menyesap minumannya.
Mirae menatap Aeji lamat-lamat.
"Ada yang ingin kau tanyakan? Tak biasanya datang se pagi ini. Kata Minho kau juga ijin ke kantor," tanya Mirae.
Entah mengapa di bandingkan ke dokter, saat perjalanan di mobil tadi gadis itu memilih kesini. Ia ingin bertanya pada Mirae mungkin ia bisa mengetahui penyakitnya. Karena ia cukup malu untuk ke rumah sakit.
"Ada yang ingin ku tunjukan padamu," kata Aeji serius membuat Mirae terbelalak.
Gadis itu langsung menaruh gelasnya di meja. Kemudian melepaskan syalnya yang melilit di area leher.
Mirae penasaran apa yang akan Aeji tunjukan. Hingga gadis itu mulai menyampirkan rambutnya ke samping.
"Mirae... Menurutmu... Ini apa?"
Mirae menatap lamat-lamat pada warna merah keungunan di leher Aeji. Tampak familiar, namun ia ingin memastikan.
"Dimana lagi kau mendapatkan ini?" tanya Mirae.
"Di dadaku juga ada Mirae. Apa yang terjadi padaku? Apa aku sakit?" tanya Aeji khawatir karena sepertinya Mirae tahu. Tentu saja ia tahu karena setiap malam Minho selalu memberikan itu padanya.
"Kau habis 'tidur' dengan seseorang?" tanya Mirae menyalang.
Aeji terbelalak, tentu saja ia tahu apa yang dimaksud Mirae 'tidur'. Gadis itu langsung membantahnya.
"Tentu saja tidak! Aku bahkan belum pernah melakukannya!"
"Lalu darimana kau mendapatkan itu kalau bukan dari gigitan para lelaki hm? Atau jangan-jangan ada wanita yang menggigitmu?"
"G-gigitan... lelaki?" gumam Aeji terkejut.
Mirae mendesah berat, ia pun langsung menggenggam kedua tangan Aeji. "Katakan siapa orangnya, setidaknya aku harus memastikan bahwa pria itu tidak boleh semena-mena denganmu."
Aeji menggeleng.
"Mirae... Aku tidak melakukannya"
"Maksudmu?"
Tangan Aeji bergetar. Matanya masih tak sanggup untuk berkedip.
"Semalam... aku benar-benar sendirian"