Lukman mengarahkan kamera pada Agung yang berbaring tanpa pergerakan di ranjang pasien. Beberapa alat penunjang kesehatan dipasang di tubuh pria itu. Matanya terpejam. “Ya Allah, anakku!” Nurul menjerit histeris. Nawa memeluk tubuh Nurul sambil menahan diri agar tidak ikut meledak tangisnya. “Tante, yang tenang, sabar.” Bunyi suara mesin kehidupan di seberang sana membuat Nawa kian merinding. “Agung, Nak. Buka matamu. Sapa ibumu ini, panggil 'Buu' seperti kemarin.” Nurul kembali tergugu. Nawa menatap dalam Agung lewat layar ponsel Nurul. Suara pria itu masih bisa didengarnya tadi malam. Sekarang, hanya alat bantu yang mewakili suaranya. Tanda bahwa ia tidak berdaya. Sesekali air mata Nawa menitik, lekas diseka. “Agung kena tembakan dan pukulan di kepalanya. Dia kehilangan banyak dara