“Udah bisa dijemput belum?” Suara Liam terdengar di ujung telepon. “Udah sih. Kenapa? Kamu mau jemput?” Luna menjepit ponsel di antara telinga dan bahunya, kedua tangannya sibuk membereskan barang-barang miliknya. “Kalau udah beres, keluar, ya? Aku di depan.” “Hah?! Kok udah di dep–” Kalimat Luna terputus karena sambungan telepon terputus. Ia hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala, mempercepat gerakannya merapikan barang-barang. Luna baru saja keluar dari gedung Yayasan Pelita Harapan ketika sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya. Kaca jendela turun perlahan, menampilkan wajah Liam yang tersenyum tipis. "Ayo pulang," katanya, suaranya terdengar lebih antusias dari biasanya. Luna mengernyit. "Kok tiba-tiba jemput? Biasanya kita ketemu di rumah." Liam tidak langsung menjawab