Chapter 11

1841 Kata
“Kapan kau tiba?” Tanya Delwyn saat keluar dari kamarnya dan melihat Byll yang juga keluar dari kamar pria itu hanya mengenakan celana boxer dan wajah bantalnya. Sepertinya pria itu baru saja bangun tidur.    “Tadi pagi” Jawab Byll dengan suara seraknya. “Tadi pagi dan kau baru bangun sekarang?” Tanya Delwyn terkejut.    “Memangnya jam berapa sekarang?” Tanya Byll. “Jam lima sore” Jawab Delwyn yang hanya dibalas anggukan oleh Byll. “Apa Mommy dan Daddy tahu kalau kalau sudah kembali?” Tanyanya.    “Bahkan Mommy yang menyambutku tadi pagi” Ucap Byll. “Astaga, badanku terasa remuk” Gumamnya seraya meregangkan tubuhnya.    “Oh ya, kapan kau akan ke London?” Tanya Byll. “Dua hari lagi” Jawab Delwyn yang hanya dibalas anggukan oleh Byll. “Pergilah mandi sana. Kau sangat jorok” Pintahnya saat melihat Byll menguap lebar kemudian segera masuk ke dalam kamarnya.    Tak mendengarkan ucapan Delwyn, Byll meneruskan langkahnya menuruni tangga lalu menuju taman belakang dimana kedua orang tuanya pasti sedang berada di sana. Dan benar saja, kedua orang tuanya sedang duduk di ayunan seraya saling merangkul satu sama lain. Byll lantas segera menghampiri keduanya.    “Astaga, Byll. Sudah berapa kali Mommy bilang, pakai bajumu saat keluar kamar” Tegur Macy. Namun Byll seakan menulikan telinganya dan langsung duduk di samping Macy kemudian memeluk sang Ibu dari samping seraya menutup mata.    “Kamu sudah besar Byll, jadi berhenti memeluk Mommy” Ucap Will.    “Daddy juga sudah besar, jadi berhenti memeluk Mommy” Balas Byll.    “Mommy istri Daddy, jadi wajar kalau Daddy selalu memeluk Mommy” Ucap Will.    “Mommy Ibu Byll, jadi wajah kalau Byll selalu memeluk Mommy” Balas Byll membuat Macy terkekeh. Sementara Will mendengus karena Byll terus membalas ucapannya. Pria paruh baya itu lantas menarik rambut Byll ke belakang hingga pria itu mengaduh kesakitan.    “Aw! Mom! Daddy menarik rambutku” Adu Byll seraya memegang rambutnya yang sakit.    “Bee, berhenti bersikap seperti anak kecil” Tegur Macy.    “Terus saja bela dia” Rajuk Byll. “Tentu saja Mommy selalu membelaku. Aku anaknya” Sahut Byll.    “Berhenti atau Mommy pergi” Ancam Macy. “Daddy saja yang pergi, Mommy jangan” Tahan Byll. “Enak saja, lebih baik kamu yang pergi. Daddy mau quality time bersama Mommy. Atau kamu menetap saja di Paris sana” Usir Will.    “Tidak mau. Byll tidak bisa jauh lama-lama dari Mommy” Tolak Byll seraya mengeratkan pelukannya pada Macy membuat wanita paruh baya itu tersenyum kemudian menatap Will dengan tatapan mengancamnya agar berhenti mengganggu putra mereka dan membuat suaminya itu mendengus.    “Kamu sudah makan?” Tanya Macy yang dibalas gelengan oleh Byll. “Kalau begitu pergilah makan. Kamu pasti lapar” Pintahnya.    Baru saja Byll hendak menolak karena ia sudah makan di pesawat sebelum tiba tadi pagi, seorang pelayan datang menghampiri mereka seraya membawa ponsel Byll yang masih berdering.    “Maaf mengganggu, Tuan, Nyonya” Ucap pelayan tersebut.    “Ada apa?” Tanya Will. “Ponsel Tuan Byll terus berbunyi saat saya merapikan kamar Tuan” Jawab sang pelayan seraya menyodorkan ponsel Byll.    Sementara Byll yang mendengar namanya disebut pun segera membuka matanya kemudian bangun dari posisi nyamannya dan mengambil ponsel yang diberikan pelayan tersebut. Setelah ia menerima ponselnya, pelayan tadi pun pamit dari sana.    “Dari siapa?” Tanya Macy. “Tidak tahu, Mom. Tapi kode nomornya dari Perancis” Jawab Byll.    “Kalau begitu angkatlah, mungkin penting” Pintah Macy yang diangguki oleh pria itu. Byll pun segera berdiri dari posisinya kemudian beranjak dari sana untuk menjawab telepon tersebut.    “Byll, jangan lupa makan” Teriak Macy. “Iya, Mom” Balas Byll kemudian menjawab telepon tersebut.    “Halo” Sapa Byll yang masih berjalan kembali ke kamarnya.    “Halo” Ucap Byll lagi saat tak mendapat jawaban dari si penelepon. “Hei, dengar. Aku tidak punya waktu untuk meladeni candaanmu ini” Lanjutnya.    “Halo” Sapa si penelepon tersebut setelah beberapa saat tak terdengar apapun dari sana. Namun hal itu justru membuat gerakan Byll yang hendak membuka pintu terhenti.    “Ini aku” Ucap si penelepon lagi. “Dari mana kau mendapatkan nomorku?” Tanya Byll kemudian meneruskan langkahnya masuk ke dalam kamar.    “Ternyata ini benar kau” Ucap si penelepon yang tak lain adalah Lauren.    “Dari mana kau mendapatkan nomorku?” Tanya Byll mengulang pertanyaannya.    “Dari Lavina, sepupumu” Jawab Lauren. “Lalu untuk apa kau meneleponku?” Tanya Byll. “Aku masih merasa bersalah atas kejadian tempo hari jadi ingin meminta maaf secara pribadi denganmu” Jawab Lauren.    “Tidak perlu” Ucap Byll. “Tapi aku ingin” Ujar Lauren. “Aku tidak. Jadi jangan meneleponku lagi” Ucap Byll kemudian memutuskan sambungan teleponnya tanpa mendengar balasan Lauren lagi.    Setelah memutuskan sambungan teleponnya, Byll langsung melempar ponselnya ke tempat tidur seraya merutuki Lavina yang dengan seenaknya memberikan nomor ponselnya pada wanita itu. Lihat saja, ia pasti akan membuat perhitungan pada sepupunya itu.    Baru saja ia hendak keluar kamar untuk makan, ponselnya kembali berbunyi. Ia lantas menghentikan langkahnya lalu kembali mengambil ponselnya kemudian mendengus saat panggilan tersebut berasal dari penelepon yang sama. Siapa lagi jika bukan Lauren.    “Apa lagi?” Tanya Byll to the point begitu ia menjawab telepon tersebut.    “Kapan kau kembali ke Paris?” Tanya Lauren. “Memang apa urusanmu?” Tanya Byll. “Ayo kita makan malam bersama nanti” Ucap Lauren.    “Kau makan sendiri saja” Ujar Byll kemudian kembali memutuskan sambungan teleponnya tanpa mendengar balasan Lauren lagi.    “Ada apa dengan wanita gila ini?” Gerutu Byll kemudian berjalan keluar dari kamarnya seraya memblokir nomor Lauren. Ia lantas mengalihkan tatapannya dari ponselnya saat mendengar suara Aldrich.    “Kalian kenapa?” Tanya Aldrich saat pria itu hendak masuk ke dalam kamarnya padanya dan Conradinez yang juga baru saja keluar dari dalam kamarnya.    “Oh, tidak. Dari tadi ada wanita gila yang terus meneleponku” Jawab Byll dengan nada kesal.    “Mika tidak menjawab teleponku” Sambung Conradinez yang frustasi.    “Baiklah” Ucap Aldrich kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar.    “Mika masih menolakmu?” Tanya Byll pada Conradinez.    “Ya. Memang aku selalu terlihat bercanda, ya? Memang diwajahku terdapat tulisan kalau aku sedang bercanda saat menyatakan perasaanku?” Tanya Conradinez.    “Ya” Jawab Byll kemudian beranjak dari sana sebelum mendapat semburan makian dari Conradinez.    -------                            Lauren meletakkan ponselnya di atas meja dengan kasar saat ia hanya mendengar suara operator yang mengatakan bahwa nomornya diblokir.    “Pria sialan!” Makinya. “Tunggu saja sampai kau yang memohon-mohon hanya untuk bisa bertemu denganku” Makinya lagi. Ia tidak dendam dengan Byll, sumpah. Hanya saja ia ingin membuat pria yang berpura-pura jual mahal itu berada di posisinya. Perhatian Lauren pun teralihkan saat pintu ruangannya diketuk.    Tok... Tok... Tok...          “Masuk” Pintahnya. Tak lama setelahnya, pintu ruangannya terbuka dan Laura masuk ke dalam.    “Ada apa?” Tanya Lauren. “Ini bahan yang akan kita gunakan untuk membuat gaun Miss Jarre, Miss” Lapor Laura seraya memberikan sebuah kain pada Lauren yang langsung mengambilnya kemudian memeriksa kain tersebut.    “Kain ini terlalu kaku. Gunakan kain velvet saja” Pintah Lauren.    “Baik, Miss” Ucap Laura. “Katakan padaku jika semua bahannya sudah siap, aku sendiri yang akan mengerjakannya” Pintahnya.    “Baik, Miss. Akan saya lakukan” Ucap Laura seraya tersenyum kemudian pamit keluar dari sana.    Setelah kepergian Laura, Lauren menghela nafas seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia lelah harus berpura-pura baik saat ia sedang kesal. Ia lantas mengambil ponselnya lalu kembali menghubungi Byll dan lagi-lagi yang ia dengar hanya suara operator membuatnya mendengus.    “Pria b******k! Akan kubuat kau bertekuk lutut di kakiku!” Makinya bertepatan dengan ponselnya yang berdering. Dengan malas, ia menjawab panggilan tersebut tanpa melihat nama si pemanggil.    “Halo” Sapa Lauren. “Halo. Kau di mana?” Tanya si penelepon. Tanpa melihat nama si penelepon tersebut pun Lauren dapat mengetahui kalau orang itu adalah Masha.    “Di butik. Kenapa?” Tanya Lauren. “Kami menunggumu di restoran biasa untuk makan siang sekarang. Cepat ya” Ucap Masha kemudian memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak membuat Lauren memaki.    “Kenapa orang-orang senang sekali memutuskan sambungan telepon secara sepihak? Mereka tidak membiarkanku membalas lebih dulu” Rutuknya seraya mendengus.    Ia pun menyimpan ponselnya ke dalam tas dengan kasar kemudian berdiri dari duduknya untuk pergi ke restoran menemui teman-temannya. Walau kesal, tapi ia harus pergi ke sana. Entahlah, tapi rasanya itu seperti sebuah kewajiban untuknya.    “Anda mau pergi makan siang, Miss?” Tanya Laura. “Iya. Kalian juga makan sianglah” Pintah Lauren seraya tersenyum.    “Baik, Miss” Ucap Laura. Lauren pun kembali melanjutkan langkahnya menuju mobil kemudian melajukan mobil tersebut membelah jalanan kota Paris di siang hari yang cukup terik ini. Namun tak cukup terik untuk membuat orang-orang mengeluh kepanasan.    Tak berapa kemudian, akhirnya Lauren tiba di restoran yang biasa mereka kunjungi. Restoran miliki Monica, Ibu Bianca dan Lavina.    “Halo, Romi” Sapa Lauren saat Romi kembali menyambutnya.    “Anda selalu datang yang terakhir, Miss” Ucap Romi membuat Lauren terkekeh.    “Ya, mereka selalu memutuskan tanpa memberitahuku dulu” Ujar Lauren. “Oh ya, apa Bianca ada di sini?” Tanyanya.    “Saat ini Miss Agustin berada di kampusnya, Miss” Jawab Romi.    “Dia masih kuliah?” Tanya Lauren. “Benar, Miss” Jawab Romi. “Di mana?” Tanya Lauren lagi. “Untuk itu saya kurang tahu, Miss” Jawab Romi. “Baiklah. Terima kasih, Romi. Kalau begitu aku pergi dulu, tidak perlu mengantarku” Ucap Lauren kemudian beranjak dari sana menuju ruangan yang selalu mereka pakai saat datang ke restoran ini.    “Hai girls~” Seru Lauren begitu ia membuka pintu.    “Lar~” Seru semuanya heboh. “Kalian sudah lama?” Tanya Lauren seraya berjalan menuju kursinya setelah menutup pintu.    “Tidak. Kami juga baru sampai” Jawab Alaia. “Kalian tidak sibuk hari ini?” Tanya Lauren. “Mm-hm, makanya kami mengajakmu makan siang” Jawab Masha.    “Oh ya, kami dengar kau yang akan mendesain gaun pengantin calon istri Adam?” Tanya Avani.    “Ya” Jawab Lauren. “Kau sudah bertemu dengannya? Kabarnya calon istrinya sangat cerewet” Tanya Alaia.    “Biasa saja. Ya, dia memang agak cerewet, manja dan suka mendramatisir semuanya” Jawab Lauren.    “Benarkah? Tapi semua orang yang bertemu dengannya bilang kalau dia sangat rewel” Ucap Avani.    “Lalu bagaimana wajahnya? Apa dia secantik yang di foto yang beredar?” Tanya Anastasia.    “Tidak juga. Wajahnya biasa-biasa saja” Jawab Lauren.    “Apa-apaan? Tidak seru” Ucap Anastasia. “Apa kau juga bertemu Adam?” Tanya Alaia yang diangguki oleh Lauren. “Bagaimana?” Tanyanya.    “Andai dia tidak memiliki kekasih dan belum mau menikah, aku akan menjadikannya mainanku” Jawab Lauren.    “Apa dia seseksi itu?” Tanya Masha. “Lebih dari itu” Jawab Lauren. “Jika kalian berada di posisiku kemarin, kalian tidak akan bisa menghentikan khayalan liar kalian” Lanjutnya.    “Sial!” Seru Alaia. “Kau wanita yang sangat beruntung bisa bertemu dengan pria seksi itu” Lanjutnya membuat Lauren terkekeh.    “Yes, I am” Ucap Lauren bangga. “Ngomong-ngomong bagaimana dengan pria incaranmu yang waktu itu?” Tanya Anastasia.    “Byll Carbert?” Tanya Lauren. “Benar, bagaimana dengan pria itu? Apa kau sudah berhasil mendapatkannya?” Tanya Avani.    “Belum” Jawab Lauren sedikit kesal mengingat Byll yang memblokir nomornya. “Pria itu malah memblokir nomorku” Lanjutnya.    Untuk sesaat keheningan pun menghampiri mereka. Hingga beberapa saat kemudian tawa dari keempat wanita lainnya terdengar bergema di ruangan tersebut.    “Lauren Michelle ditolak?” Seru Masha kemudian tertawa kembali.    “Astaga, perutku sakit karena tertawa” Sahut Anastasia. “Pria itu benar-benar memblokir nomormu?” Tanya Avani memastikan yang hanya dijawab anggukan oleh Lauren.    “Kalian senang?” Tanya Lauren. “Kami hanya tidak menyangka, zaman sekarang masih ada yang menolak seorang Lauren Michelle. Selama ini ‘kan kau tak pernah kesulitan mencari pria” Ucap Masha setelah tawanya mereda.    “Jadi apa rencanamu selanjutnya? Kau akan terus mengincarnya atau meninggalkannya?” Tanya Alaia.    “Kau pikir aku akan menyerah begitu saja sebelum membalasnya?” Tanya Lauren balik. Matanya bahkan memancarkan api dendam yang terlihat jelas.    “Bukankah sudah kukatakan kalau pria itu terkenal dingin, tak tersentuh, dan tidak gampang menyukai seseorang?” Sahut Anastasia.    “Dingin? Menyebalkan, iya” Kesal Lauren membuat Anastasia dan Masha terkekeh. “Lihat saja saat dia kembali ke sini. Aku tak akan membiarkannya lepas” Lanjutnya dengan senyum miringnya serta rencana-rencana liciknya untuk membuat pria itu jatuh ke dalam pelukannya.    -------                              Love you guys~             
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN