El menarik tubuhku masuk ke dalam kamar, mengunci dan mengurungku di dalamnya. Rasanya tenggorokanku hampir putus karena terlalu sering berteriak, namun seberapa keras pun aku berteriak dan memukul tubuhnya, ia tidak bergeming.
Kuku tanganku terasa perih dan sakit, akibat terlalu keras mencakar apapun yang bisa kuraih, namun bukan hanya itu yang terasa perih ada bagian lain yang justru terasa perih dan sakit. Yaitu, hatiku.
El, memperkosaku dengan membabi buta, mengabaikan teriak dan isak tangisku yang kian menjadi. Samar-samar kudengar dia mengucapkan kata maaf berulang kali, namun itu tidak membuat ia berhenti melecehkanku.
Aku pasrah dan berhenti melawan, percuma aku terus melawannya karena tenagaku tidak sebanding dengan tenaganya yang seperti banteng liar.
"Aku minta maaf,," ucapnya terengah, begitu cairan hangat memenuhi rahimku. Dia sudah mencapai pelepasannya.
Aku hanya diam, dengan kedua tanganku masih di cengkram kuat olehnya di kedua sisi kepalaku.
El mengangkat kepalanya dari ceruk leherku, sorot kedua matanya tampak begitu menyesal dan sendu. Aku tidak akan menganggap itu sebagai rasa penyesalannya, karena dia telah menghancurkan harga diriku dengan sengaja.
Aku mendorong tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku.
"Tolong lepaskan!" Aku mendorong tubuh El dengan tenaga sisa yang masih kumiliki. Ia tidak bergeming, membuatku semakin putus asa.
"Tolong,,, lepas." Aku tidak bisa menahan rasa sesak yang kian menghimpit hatiku, dadaku sakit, seperti ada batu besar menghantam dengan keras.
Tanpa aku duga, El justru memelukku dengan sangat erat. Membisikan kalimat-kalimat penenang di dekat telingaku. Namun itu tidak akan membuat keadaan berubah, apa yang sudah diambilnya dengan paksa tidak akan kembali, meski aku bukan seorang gadi perawan lagi.
"Aku akan bertanggung jawab," lirihnya, sambil terus mendekapku.
"Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya," lanjutnya. Aku tidak mengerti maksud ucapannya, pertanggung jawaban seperti apa yang ia maksud, aku tidak mengerti.
"Aku akan mengantarmu pulang," El akhirnya beranjak dari atas tubuhku, beruntung ia tidak melepas semua pakaianku, meski ada beberapa bagian kemejaku yang koyak akibat ulahnya.
"Pakai ini," El menyodorkan jaket miliknya untuk kukenakan. Tidak ada pilihan lain, selain menerimanya meski seharusnya kutolak.
"Aku akan mengantarmu pulang," ulangnya lagi, karena aku tidak sedikitpun merespon ucapannya sejak tadi.
El pergi meninggalkanku sendiri, sepertinya ia hendak membersihkan diri karena terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Aku duduk di tepian tempat tidur, tempat dimana lelaki itu menghancurkan harga diriku sebagai seorang perempuan. Tubuhku terasa sakit, pergelangan tanganku masih terlihat merah akibat cengkraman tangan El. Seharusnya saat ini aku berlari dan melarikan diri, namun nyatanya aku masih duduk termenung di ruangan yang masih tercium bau bekas persetubuhanku dengannya.
Sekilas wajah Aldan melintas di benakku, saat itu juga aku merasa gagal dan sangat terhina. Haruskah aku mengakhiri hidupku saat ini juga, rasanya tidak sanggup jika suatu hari Aldan, Emak atau Abah tahu jika aku telah diperkosa oleh seorang lelaki tidak dikenal. Aku malu, dan merasa jijik pada diriku sendiri. Mengapa semua kejadian buruk ini menimpaku? Tuhan, apa salahku?
Aku kembali menangis, meratapi yang terjadi padaku.
Beruntung El tidak langsung membunuhku setelah ia melakukan hal itu padaku, atau mungkin lebih baik jika lelaki itu langsung saja menghabisi nyawaku saat itu juga, seperti yang sering kudengar di berita televisi. Mungkin lebih baik jika aku mati, tanpa harus menanggung beban seperti saat ini. Namun nyatanya hal itu tidak terjadi, justru kini lelaki itu tengah berada disampingku, mengemudikan mobilnya hendak mengantarku pulang.
Bodoh, satu kata yang pantas untukku saat ini. Bagaimana bisa aku masih bersikap diam, disaat lelaki b******k ini masih berada di sampingku. Seharusnya aku berteriak di tengah kerumunan orang-orang, agar El dihajar masa dan mati. Atau opsi lain bisa saja kuambil alih kemudi dan menabrakan mobil ke mobil lain agar kita mati bersama. Namun lagi-lagi itu tidak kulakukan.
Mobil El berhenti di depan gang menuju ke rumah kontrakan kecil milikku. Tidak ada akses untuk kendaraan roda empat bisa masuk hingga depan pintu kontrakan, jadi mobil El hanya bisa terparkir di bahu jalan, beberapa meter dari rumah.
"Kamu tinggal disini?" Tanyanya, seharusnya hal itu tidak perlu ditanyakan lagi. Atau mungkin dia terkejut karena telah memperkosa wanita miskin seperti diriku.
"Tunggu," cegah El, begitu aku hendak membuka pintu mobil.
"Aku benar-benar akan bertanggung jawab. Aku janji."
"Kamu tidak perlu bertanggung jawab, tapi sebagai gantinya tolong batalkan semua kerja sama antara kalian dan Rea Fashion. Aku benar-benar tidak ingin melihatmu lagi." Satu kalimat terpanjang yang ku ucapkan.
"Itu tidak mungkin. Aku akan bertanggung jawab, sungguh. Apapun yang kamu minta akan aku turuti," sorot matanya tampak putus asa, namun diriku lebih dari itu.
"Hanya itu yang kuminta. Tolong jangan muncul lagi dihadapanku!" Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bertemu dengannya lagi, atau dengan Moana tunangannya.
"Tunggu!" El masih berusaha mencegahku, namun aku tidak berniat mendengarkan ucapannya lagi. Aku segera keluar dari mobil miliknya dan berlari secepat mungkin menuju rumah kontrakan.
Setelah sampai dirumah, aku segera mengemasi beberapa pakaian kedalam tas dan bergegas secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Beruntunglah mobil El sudah tidak ada, sepertinya lelaki itu sudah pergi.
Sementara itu, aku segera memesan ojek online menuju stasiun dan pulang ke Bogor.