Aku mengerjap-erjapkan mata, mencoba beradaptasi dengan keadaan sekitar selama beberapa saat. Ketika semuanya sudah terlihat jelas, hal pertama yang kutemukan adalah pandangan lekat Mas Danu. Dia tersenyum tipis, menjilat bibir bawah lalu mengucapkan, "Selamat Siang, Azkia," dengan suara yang begitu dalam. Pertanda kalau dia lebih awal dan lebih lama bangun dibandingkan aku, mengingat nggak ada lagi serak khas bangun tidur dalam bicaranya. "Siang–" Aku langsung meringis, karena yang ke luar hanya berupa lirihan. Tenggorokanku terlalu kering dan sedikit sakit. Gambaran apa yang terjadi tadi malam dan pagi buta langsung berputar di kepala, membuat pipiku memanas dan detak jantung naik dua kali lipat. Mas Danu ... sudah melihat semuanya, aku malu mengingat fakta itu. "Ingin ke kamar mandi?