Jam menunjukkan pukul sepuluh malam dan aku mondar-mandir di ruang tamu menunggu kepulangan Kak Gian. Katanya tadi sedang menyetir, jadi nggak bisa leluasa membalas. Dia janji ingin membelikan sate, jadi berpesan nggak usah membuat makan malam. Semua kuturuti tanpa terkecuali, tapi berbalas pesan tersebut sudah beberapa jam yang lalu. Sekarang jangankan menikmati sate atau duduk bersama sambil menonton tv, wujudnya pun belum nampak. Aku khawatir, takut Kak Gian kenapa-napa di jalan. Terlebih saat ditelpon dia nggak menjawab, membuat kecemasan kian menjadi-jadi. Sempat terbesit ingin ke luar menunggu di depan lobi, tapi rasa takut menggelayuti karena harus menuruni lift melewati 18 lantai di jam yang sudah dipastikan mulai sepi. Orang-orang jelas nggak akan berkeliaran lagi, kalau ada sek