Marwa duduk bersila di ranjang dengan notes Pak Tono di tangan. Ia siap untuk menelepon nomor-nomor telepon yang tertulis di sana. Setengah jam kemudian, semangatnya memudar. Dua belas nomor yang ia coba hubungi semuanya tidak aktif. Kini hanya tersisa satu nomor lagi—tanpa nama, yang sepertinya ditulis sembarang. Untung-untungan, Marwa pun kembali menelepon. Setelah menekan sejumlah angka ia mendekatkan ponsel ke telinga. Tuut... Tuut... Tersambung. Jantung Marwa tercekat. Teleponnya aktif! “Halo, ini siapa?” suara lelaki parau dengan logat Jawa yang kental terdengar dari seberang. Marwa menelan ludah, lalu menjawab hati-hati, “Permisi... Maaf, apakah Bapak mengenal seseorang bernama Pak Tono?” Jeda sesaat, disusul suara yang lebih tegas namun bingung. “Tono siapa?” “Sartono, Pa

