Perdebatan

1002 Kata

Saragih disambut oleh wajah muram Arga. Anak lelakinya itu menatap tajam ke arah Saragih, menuntut penjelasan. Setelah beberapa saat yang lalu, ia menyaksikan berita di televisi, soal vonis yang diterima oleh Clara, Arga belum bisa menerima. Ia menginginkan sebuah penjelasan untuk itu. "Kenapa?" tanya sang ayah, yang berusaha bersikap tenang, tak ingin menyulut emosi, sadar itu akan berdampak buruk terhadap kesehatan Arga. "Kenapa mengalah?" tanyanya. "Mengalah? Bukan mengalah. Ayah hanya kalah. Dalam sebuah persidangan, sama dengan kompetisi. Ada yang kalah dan ada yang menang, dan itu sudah biasa bagi kami. Bagi ayah, itu adalah hal yang biasa. Bagi terdakwa, bagi siapa pun itu, itu adalah satu hal yang harus diterima." Arga menarik napas panjang, mengembuskannya kasar, kesal. "Tap

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN