Zyzy duduk di kursi kerja dalan ruangannya yang jadi satu dengan gudang, ia masih pusing memikirkan apa yang menimpa blok Z yang akan digusur dan pihak penggusur sudah mengantongi izin dari pemerintah kota yang berarti semuanya benar benar akan terjadi.
“Ini tidak bisa dibiarkan, minimarket ini adalah jerih payahku sendiri tanpa bantuan dari papa, aku tidak bisa begitu saja menyerah. Aku harus bicara dengan teman teman pengusaha lain,” gumam Zyzy kemudian berdiri dan keluar dari ruangannya, ia berjalan keluar dari minimarket menuju kantor persatuan pengusaha blok Z untuk menemui pengurus.
Saat sampai di kantor pengurus persatuan pengusaha blok Z, ternyata Zyzy tidak seorang diri yang berniat menemui pengurus, ada beberapa rekan pengusaha lainnya yang datang untuk menemui pengurus diantaranya pak Arif yang kemarin berbicara dengan Zyzy.
“Pak Arif?”
“Mbak Zyzy.”
“Kenapa malah berkumpul diluar? Tidak masuk saja menemui pak Alfin?” tanya Zyzy pada pak Arif.
“Maunya seperti itu mbak Zyzy, tapi mbak lihat sendiri, kantor dikunci dari luar, itu berarti tidak ada pengurus ada didalam, padahal ada kasus besar seperti ini, seharusnya mereka mencari solusi atau paling tidak mewadahi aspirasi kita, jangan malah menghilang,” ucap pak Arif sedikit kesal, juga wajah beberapa rekan pengusaha di blok Z.
Zyzy menatap mereka satu persatu, wajah mereka penuh rasa kekhawatiran akan kelangsungan usaha mereka karena itu adalah mata pencaharian utama mereka, jika digusur mereka tidak ada sumber penghasilan lagi.
Zyzy mulai berpikir kenapa pengurus persatuan pengusaha blok Z malah menghindar dikala ada masalah besar, Zyzy curiga jika pengurus ikut andil dalam penggusuran blok Z dan mengambil keuntungan untuk diri mereka sendiri.
“Pak Arif…”
“Kenapa mbak Zyzy?”
“Saya berpikir… apakah pak Alfin dan pengurus lain juga ikut andil dalam drama penggusuran ini?” tanya Zyzy.
“Ah tidak mungkin mbak Zyzy, pak Alfin dan pengurus lain juga punya usaha di blok Z ini, kenapa mereka malah ikut andil.”
“Entahlah pak, keyakinan saya mengarah kesana, pasti dalam suatu penggusuran aka nada ganti rugi, mungkin saja mereka memberikan ganti rugi yang besar dan pak Alfin tertarik dengan besarnya ganti rugi tanpa memikirkan efek ke depannya.”
Pak Arif terkejut dengan spekulasi Zyzy, “tapi saya tidak percaya jika mereka begitu mbak Zyzy.”
“Itu hanya spekulasi saya pak, bapak jangan ambil pusing dulu, bisa saja apa yang saya pikirkan itu salah.”
“Begini saja mbak Zyzy, saya akan menghubungi pak Alfin dan minta bertemu, kita adakan pertemuan bersama teman teman pengusaha lain, bagaimana?”
“Boleh pak, saya tunggu kabar baiknya,” ucap Zyzy.
“Baiklah mbak, saya kembali ke toko dulu, teman teman… sebaiknya kita kembali ke tempat usaha masing masing, saya akan coba menghubungi pak Alfin dan pengurus lain, nanti kalian akan saya hubungi.”
“Tapi pak Arif… bagaimana jika penggusuran tetap terjadi?” tanya seorang ibu paruh baya.
“Kita masih harus cari kejelasan dulu bu Nana,” jawab Zyzy.
“Kejelasan bagaimana mbak Zyzy, semua sudah jelas, di selebaran sudah ada SK nya, kalau iya tempat usaha kita digusur, seharusnya kita dapat ganti rugi yang menguntungkan jadi kita bisa memakainya untuk buka usaha di tempat lain,” ucap bu Nana sengit.
“Sabar bu Nana, makanya kita harus mencari kejelasan semuanya pada pak Alfin.”
“Baiklah, tolong kabari kami pak,” ucap pengusaha lain yang ikut berkumpul di depan kantor persatuan pengusaha blok Z.
Mereka kemudian membubarkan diri dan kembali ke tempat usaha masing masing tapi Zyzy masih berdiri ditempatnya, merenungkan apa yang dikatakan bu Nana, memang seharusnya harus ada pihak yang datang untuk membicarakan ganti rugi tapi kenapa tidak ada sama sekali pihak terkait yang datang, hal ini membuat Zyzy bingung dan curiga.
Oooo---oooO
Sementara di tempat lain, di rumah besar nan mewah, sebuah mobil sport Bugatti Centodieci baru saja diparkirkan di garasi rumah yang luas, ada beberapa mobil sport disana, juga family car, seorang pria dengan tubuh atletis keluar dari dalam mobil, dengan setelan jas berwarna navy juga kacamata hitam yang bertengger nyaman dihidungnya.
Pria itu bernama Atharya Adyaksa Wijaya, seorang pengacara muda yang sukses memenangkan banyak kasus besar, tapi sayangnya ia membela siapa saja yang mampu membayarnya cukup besar, walau klien itu bersalah atau tidak, Atharya tidak perduli.
Atharya melangkah masuk dalam rumah dan melintasi ruang tamu dengan sofa set yang mewah dan elegan, Atharya masih tinggal bersama kedua orangtuanya, ia adalah anak tunggal dari Wijaya Saputra, seorang pensiunan hakim, beda dengan Atharya, bapak Wijaya Saputra adalah seorang hakim yang jujur dan berdedikasi, ia sangat disegani oleh para pejabat walau sudah pensiun.
Atharya melintasi ruang keluarga dimana seorang pria paruh baya duduk sendirian disana.
“Baru pulang kamu Thar?” sapa pria itu yang adalah bapak Wijaya Saputra.
“Iya pa, Athar lelah, mau naik dulu ke kamar.”
“Setelah membersihkan diri kamu turun Thar, kita makan malam, papa juga mau bicara sama kamu.”
Athar menghentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap papanya, “tentang apa?”
“Kamu mandi saja dulu,” ucap pak Wijaya.
Athar melanjutkan langkahnya dan menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai 2, rumah mewah pak Wijaya Saputra terdiri dari 3 lantai dan cukup luas, rumah itu bahkan memiliki banyak kamar walau pak Wijaya Saputra dan istrinya hanya memiliki satu anak yaitu Athar saja, tapi pak Wijaya Saputra memiliki keluarga besar dan ia adalah putra tertua dengan banyak saudara. Saat momen special saudara saudaranya akan berkumpul di rumahnya dan menginap, membuat rumah pak Wijaya menjadi ramai.
Athar kemudian masuk dalam kamarnya dan melemparkan tas kerjanya di atas ranjang, ia kemudian masuk dalam kamar mandi dan lima belas menit kemudian keluar dengan wajah segar setelah mandi. Athar kemudian berganti pakaian dengan pakaian santai T shirt dan celana jeans.
Athar kemudian turun untuk makan malam, saat ia masuk dalam ruang makan, ia sudah melihat papa dan mamanya yang menunggunya.
“Selamat malam ma, pa.”
“Hem… ayo kita makan,” ucap mama Athar.
Mama Athar kemudian mengambil piring kosong di depan pak Wijaya dan mengisinya dengan nasi dan lauk pauk, begitu juga piring di depan Athar. Mereka kemudian makan dalam diam, hanya suara sendok yang beradu dengan piring yang terdengar. Mama Athar tidak seperti wanita kota kebanyakan yang suka arisan sana sini, mama Athar, bu Dini, lebih suka di rumah mengurus rumah juga hobby berkebunnya. Sesekali ia mau menerima ajakan teman temannya jalan atau belanja tapi ia lebih suka di rumah merawat tanaman hiasnya.
Setelah selesai makan malam, bu Dini dibantu art membereskan meja makan sedangkan pak Wijaya mengajak Athar bicara di ruang keluarga.
“Tidak biasanya papa mengajak Athar bicara serius seperti ini, ada apa pa?” tanya Athar. Ia mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya dan menyalakannya, tak lama Athar sudah asyik menghisap rokok ditangannya. Pekerjaan Athar yang memiliki tingkat stress yang tinggi membuatnya memilih rokok sebagai penghilang ketegangan saat dikejar kasus yang harus ia selesaikan.
“Papa dengar kamu menjadi penasehat hukum PT. Angkasa Raya Tbk, benar?”
“Benar,” jawab Athar singkat.
“Apa kamu tidak tahu bagaimana reputasi perusahaan itu Thar?”
“Athar tahu pa.”
“Lalu kenapa kamu masih menerima tawaran mereka?”
“Pa… Athar pengacara, jika ada yang berani membayar Athar sesuai dengan tarif yang ditentukan, why not?” jawab Athar santai.
“Thar… tugas pengacara itu tidak hanya membela klien saja, tapi harus tahu tentang nilai baik dan buruk, jangan karena uang kamu mau membela pihak yang salah.”
“Pa… jangan samakan profesi pengacara dengan hakim pa, jelas ada perbedaan dan perbedaan itu sangat besar. Athar akan berjalan dengan prinsip Athar, dia mau bayar mahal, oke Athar perjuangkan, sedangkan papa dulu hakim tentu harus bersikap adil dan membela yang benar.”
“Tapi Thar… “
“Sudahlah pa, papa jangan ikut campur urusan Athar, Athar lelah mau istirahat,” Athar kemudian berdiri dan meninggalkan papanya yang menatapnya dengan kecewa. Keinginan pak Wijaya adalah putra tunggalnya menjadi pengacara yang jujur dan membela yang benar tapi Athar malah memiliki prinsip sendiri yang pasti suatu saat akan merugikan dirinya sendiri.
Lynagabrielangga.