Rencana Jahat
“Aku kan adik Kakak, kenapa harus ketok pintu dulu,” balasnya dan aku hanya tersenyum saja. Chaing He berdiri dan menarik tangan adiknya secara paksa tapi adiknya Xia Xi itu menolak.
“Liu Xia Xi, keluar sekarang!” tegasnya dan Xia Xi memayungkan bibirnya lagi, laku mengentakkan kakinya. Chaing He pasrah dan kembali duduk, sedangkan Xia Xi duduk di sofa.
“Kak, aku minta uang,” ucapnya dan Chaing He mengernyitkan dahinya. “Aku mau beli novel, tabunganku buat jajan, jadi aku minta uang sama Kakak.” Adik sangat yang polos.
“Kamu bisa meneleponku bukan?” protes Chaing He.
“Tadi aku lewar dari perusahaan Kakak, jadi aku mampir. Cepat kirim uangnya Kak, kalau tidak aku beri tahu Mama dan Papa kalau kalian be-“
“Iya, uda aku kirim, pergi sana.” Xia Xi mengecek ponselnya dan pergi sambil mengucapkan terima kasih sambil berlari, aku hanya tersenyum saja. Rasa malu tadi masih tersimpan di pikiranku.
Aku melihat Chaing He, kurapikan lagi bajuku dan aku pamit untuk pergi. Dia memegang tanganku dan menggelengkan kepalanya. Aku melihatnya dan kembali duduk di pahanya.
Apa lagi yang dia inginkan sekarang, aku menatapnya dalam begitu juga dengan dia. Matanya yang hitam, dicampur cokelat sangat indah ditambah cahaya matahari yang menyinarinya.
Bibirnya yang merah alami membuatku ingin memakannya lagi, tapi aku tidak boleh melakukannya lagi. Aku menyentuh dadanya yang berbentuk, dia masih saja menatapku.
Aku memeluk lehernya tiba-tiba dan dia membalasnya. Jika dia menikah dengan Caroline bagaimana nasibku? Apa aku akan menjadi wanita simpanannya atau aku akan dibuang.
Dulu memang iya aku ingin pergi jauh dari dia, tapi sekarang tidak melihatnya satu hari saja membuatku ke pikiran apa yang akan dilakukan, dan bersama siapa dia sekarang.
“Kenapa?” tanyanya dan aku tetap memeluknya erat.
“Kalau kamu jadi menikah, lalu aku bagaimana?” bisikku pelan dan dia memelukku erat. “Kau akan membuangku,” lanjutku lagi dan dia melepaskan pelukan kami dan menatap mataku tajam.
“Jika aku tidak setuju, itu tidak akan terjadinya,” ucapnya menciumku, aku tidak tahu yang dia katakan benar atau tidak. Setidaknya aku masih bisa bersama dia, untuk saat ini biarkan aku mempertahankan keinginanku.
Tanpa terasa air mataku terjatuh, Chaing He mengusapnya dan mencium mataku, aku tersenyum sedikit dan dia kembali memelukku. Pelukan hangat yang dia berikan, tidak akan membuatku lupa.
“Chaing He!” panggil seseorang, sontak kami langsung melihat ke asal suara itu. Caroline? Kenapa dia ada di sini. “Kalian,” ucapnya lagi dan Chaing He menciumku langsung.
Aku sudah menolaknya tapi tetap saja dia melakukannya, aku melihat Caroline. Dia pasti tampak sakit hati, bagaimana ini? Jika dia memberi tahu keluarganya, aku bisa dibunuh jika perlu.
“Aku mencintai kalian berdua,” ucapnya senang sambil bertepuk tangan. Aku dan Chaing He heran dari perkataan yang barusan saja dia lontarkan. Kenapa dia malah senang seperti itu?
“Kamu tidak marah?” tanyaku dan dia menggeleng sambil tertawa, lalu dia keluar. Aku melihat Chaing He dan turun dari atas pahanya. Apa dia akan menangis makanya tadi dia pura-pura kuat.
Aku tampak takut begitu pun Chaing He, apa yang akan kami lakukan nantinya. Kami pun keluar, dan melihatnya membawa seorang laki-laki. Dia menggandeng pria itu sambil tersenyum.
“Dia adalah orang yang aku cintai,” ucapnya dan aku semakin heran apa maksud dari perkataan dia. Apa dia gila atau pura-pura sok tegar atau mau memberi tahu dirinya bisa selingkuh juga.
“Tujuanku datang ke sini adalah mau membatalkan pertunangan kami. Kalian tahu aku sudah mempunyai pria yang aku cintai, dan aku juga tahu kalau kalian saling mencintai. Jadi, mari kita bekerja sama membatalkan pertunangan ini.”
“Kamu serius?” tanya Chaing He dan dia mengangguk tersenyum, aku bersyukur jika dia tidak menginginkan Chaing He.
“Apa rencananya?” tanyaku dan mereka berdua tertawa.
Mereka kemudian masuk, aku dan Chaing He mengikutinya. Tak lupa aku menutup pintu dan mengunci juga lalu ikut duduk bersama mereka, aku melihat Chaing He masih waspada.
“Kenapa kamu mau melakukan hal ini? Apa kamu tidak takut orang tua kamu akan marah?” tanya Chaing He.
“Itu sebabnya aku meminta bantuan kalian, mungkin jika aku yang salah maka aku bisa dihukum. Tapi tidak denganmu, orang tuamu akan diam saja bukan? Kemarin saat kami datang ke rumahmu dan kamu pergi, kedua orang tuamu tetap santai.”
“Iya, apa maumu. Katakan,” balas Chaing He.
“Kita lakukan sebuah rencana, aku sudah memikirkannya. Memang agak susah dan berbahaya bahkan memalukan. Tapi cara ini akan sangat efektif dan bisa membuat kedua orang tuaku sadar. Tapi aku butuh persetujuan kalian berdua untuk melakukannya.”
Chaing He langsung mengangguk sedangkan aku masih memikirkannya, bagaimana jika permintaannya yang aneh dan dia bilang juga cukup memalukan, jika ini hal besar maka orang tuaku akan tahu dan aku bisa disuruh pulang.
“Kamu?” tanyanya dan Chaing He melihatku. Aku mengagukkan kepalaku, tapi aku ingin Chaing He menjadi milikku. Aku harus melakukan segala macam hal, entah apa pun itu asal dia ada di dekatku.
“Begini rencananya, nanti malam kita pergi ke hotel dan kalian melakukan hubungan badan. Sebelum itu, kamu Affry sudah sembunyi entah di mana di dalam kamar, kami pura-pura kencan ke hotel. Nah di situ, nanti aku pura-pura keluar menyambut keluargaku. Untuk makan malam bersama. Saat aku pergi kalian bisa melakukannya, dan saat aku masuk, maka kedua orang tuaku akan melihatnya dan aku yakin mereka akan membatalkannya.”
“Ini terlalu bahaya, apa kau yakin? Jika orang tuamu menyebarkannya ke media aku bisa malu,” jawab Chaing He.
“Tenang saja, aku akan melarang mereka. Sekarang semua persetujuan ada di kalian.”
“Peran yang paling penting adalah Affry, kita tunggu saja jawabannya. Aku akan mengikuti dia.” Chaing He melihatku, apa yang harus aku katakan, aku akan dilihat orang melakukan hubungan badan?
Apa yang harus aku katakan, aku akan sangat malu jika aku melakukannya. Jika orang tuaku mengetahuinya dia juga bisa membunuhku, rencana macam apa ini. Ini keterlaluan.
“Aku ti-“
“Kami setuju,” sela Chaing He dan aku melihatnya. Apa dia gila saat aku mau berbicara lagi dia menatapku tajam dan aku hanya bisa diam.
“Baiklah, nanti aku hubungi jam berapa, kami pergi dulu.” Setelah Caroline dan pasangannya pergi, aku memukul Chaing He.
“Apa kamu sudah gila? Aku akan sangat malu, dan mungkin aku tidak akan mau menunjukkan mukaku lagi, kenapa dengan seenaknya kamu mengatakan hal itu?”
“Kamu mencintaiku bukan? Lakukan saja, aku akan melindungimu,” ucapnya dan perkataan itu cukup membuatku diam, dia kembali duduk di kursinya dan melanjutkan pekerjaannya.