“Mau lagi, Da, supnya?” tanya Mas Hanif saat sup di mangkukku terlihat hampir habis. Aku mengangguk, jadi dia menuangkan kuah sup dan isinya dari mangkuk besar ke mangkukku. Aku tidak tahu bagaimana cara Mas Hanif mendapatkan ini semua. Saat aku selesai dari kamar mandi— ternyata aku juga diare, tiba-tiba semua ini sudah siap. Besar kemungkinan dia meminta pihak hotel untuk membantunya. “I-ini sup Pak Min, ya, Mas?” tanyaku akhirnya. “Rasanya enggak asing, soalnya.” “Iya. Mas pesankan yang full daging sama sayap biar lebih nyaman makannya.” “Yang leher enak, tahu.” Mas Hanif tersenyum. “Mau Mas pesenin lagi, Da?” “Enggak.” Aku buru-buru menggeleng. “Ini aja cukup. Aku cuma ngomong doang.” Sebenarnya ini preferensi pribadi. Ada yang suka leher, ada yang suka full daging, ada yang suk