Aku terbangun saat merasa haus luar biasa. Dengan sisa-sisa tenaga, aku mencari air minum terdekat. Untungnya, Mas Hanif menyediakannya di atas nakas samping kiri. Aku bisa dengan mudah meraihnya. Ketika aku menoleh ke kanan, Mas Hanif sedang terlelap. Seperti sebelum-sebelumnya saat kami tidur bersama, dia selalu tampak tenang. Kini dia tidur telentang dengan kepala agak miring ke arahku. Selimutnya melorot, jadi kunaikkan sampai menutupi tangannya. Setelah hausku reda, aku berbaring miring. Aku meringis saat kurasakan badan dan kepala masih sama sakitnya. Suhu rasanya dingin sekali, padahal kulihat AC ada di suhu dua puluh lima, yang mana itu suhu ruangan yang cukup normal. Jelas sekali aku kedinginan karena efek demam. “Cepet cembuh, sayang … I love you …” Aku tersentak kaget begitu