“Mas Hanif mau ke mana?” tanyaku ketika aku keluar kamar mandi dan melihat Mas Hanif sedang bersiap-siap. Bajunya sudah rapi, kini dia sedang menyisir rambut. “Mas mau ketemu teman bentar, Da. Cowok, kok, udah punya istri dan anak.” Entah kenapa, aku tersenyum saat Mas Hanif langsung menjelaskan tanpa diminta. Aku duduk di ranjang sembari mengeringkan wajahku dengan handuk. Aku baru saja mandi dengan air hangat karena badan rasanya lengket. Sore tadi aku kembali keringetan parah, rasanya tidak tahan kalau tidak mandi. Untungnya, Mas Hanif membelikan baju ganti cukup banyak. Dia mungkin sadar kalau orang sakit biasanya sering keringetan. Tidak hanya baju ganti, dia juga membelikan dalaman. Bagian ini sedikit memalukan, tetapi aku bersyukur karena dia tidak melewatkan yang satu ini. Hera