Sudah lebih dari lima belas menit, aku dan Mas Hanif hanya diam. Dia memelukku dari belakang dan aku menggenggam tangannya yang bertengger hangat di perutku. Belum ada yang kami bicarakan lagi setelah ciuman di depan kamar. Begitu menyudahinya, kami sama-sama kompak membersihkan diri setelah perjalanan jauh. Aku mandi di kamar mandi kamar ini, sementara Mas Hanif mandi di kamar mandi dekat dapur. Begitu selesai, tanpa banyak bicara, kami langsung merebah di ranjang. Aku berbaring memunggungi Mas Hanif, tetapi tidak menolak ketika dia tiba-tiba memelukku erat. Sampai detik ini, aku benar-benar merasa semuanya rancu. Otak dan hatiku masih tak sinkron. Aku tidak tahu mana yang lebih tepat untuk dilakukan. Jadi, untuk saat ini aku hanya membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Mengalir ses