“B-bu Lala? Bu Lala kenapa di sini? Jangan bilang, Bu Lala adalah adik kandung Zaki?” Sungguh, saat ini aku luar biasa kaget. Perempuan itu benar-benar Bu Lala. Dia kini menatapku dengan tatapan yan sangat sulit diartikan. Seperti sama kagetnya, tetapi juga takut? Atau marah? Entahlah! “Bu—” “Ini makam, Pak. Jangan bikin huru-hara di sini. Saya keluar dulu. Saya harus lekas pulang.” Aku tertegun karena baru kali ini aku mendengar nada suara Bu Lala yang rendah dan serius. Selama ini, nada bicaranya terdengar agak manja yang sedikit dibuat-buat. Seringkali aku merasa risih karenanya. “Bu, tunggu!” Aku batal ziarah karena menurutku mengonfirmasi soal Bu Lala siapanya Zaki lebih penting. Aku bisa ziarah nanti, atau kuganti lain kali. Sikap Bu Lala yang berbeda dan terkesan menghindar