Aku terbangun saat mendengar suara mobil masuk halaman. Itu mobil Mas Hanif, aku sudah hafal suaranya. Aku memutuskan untuk diam di tempat, tetap berbaring memunggungi pintu. Aku kesal karena dia pergi begitu saja, tetapi aku lega karena dia akhirnya pulang. Ternyata apa yang dikatakan Mas Rifqi benar. Mas Hanif tidak mungkin membiarkanku sendirian di rumah tanpa sebab. Sejauh ini memang begitu. Dia meninggalkanku sampai tidak pulang kalau benar-benar ada acara penting, seperti workshop di luar kota atau semacamnya. Mengingat kembali apa yang Mas Rifqi katakan, kurasa apa yang terjadi dengan Mas Hanif di masa lalu pastilah sesuatu yang sangat besar sampai memengaruhi mentalnya. Sayangnya, aku masih belum bisa menebak dengan pasti apa yang kiranya suamiku alami dulu. Sebesar apa masalahn