“Sabarnya dibanyakin, ya, Da. Dulu Ibu juga digituin sama ayahnya Hanif,” ucap Ibu mertua saat beliau bergabung denganku yang kini sedang duduk di sofa ruang tengah. Ibu mengatakan itu sembari menatap Mas Hanif yang sejak tadi sibuk dengan anak kami. Dia berada di teras belakang dengan anak kami berada di gendongan. Begitu pulang dari kampus, Mas Hanif langsung mandi dan ganti baju. Setelah acara bersih-bersih selesai, dia langsung mengambil alih anak kami. Dia bahkan belum menghabiskan teh hangat buatanku. Kurasa, dia baru menyeruputnya dua kali. “Aku sabar banget, kok, Bu. Cuma kadang jadi gemes. Kalau udah sama Dedek, istrinya dilupain. Itu dibuatin minum juga baru diminum dikit banget.” Ibu tertawa pelan. “Persis sama kaya ayahnya dulu. Waktu Nala lahir, Ibu banyak dicuekin. Ibu suk