“D-da … ternyata kamu juga yang nyelametin hidup Mas tanpa Mas sadari?” Aku mengambil ponselku, lalu menunjukkan nomor kedua Mas Hanif yang bahkan tak kusimpan karena tidak ada kepentingan. Aku mendekat padanya, lalu mengangguk. “Kalau udah sejelas ini buktinya, itu artinya iya, kan— aaa!” aku menjerit saat Mas Hanif tiba-tiba mengangkat badanku dan berputar. “Mas Hanif! Jangan tinggi-tinggi! Nanti aku jatuh!” “Ada apa, ada apa?” Tiba-tiba saja, pintu kamar Mas Hanif dibuka dari luar dan muncullah Ibu yang tampak panik. Beliau melebarkan mata saat melihatku sedang diangkat Mas Hanif tinggi-tinggi. “Kenapa, kalian ini? Kok pakai teriak-teriak? Ibu kaget dengernya!” “M-mas, buruan turunin aku! Malu, ih, sama Ibu!” Mas Hanif menurunkanku, lalu detik berikutnya dia langsung mengecup bib