Shaka, Demian dan Anya baru saja pulang dari pertemuan bisnis di luar kantor, mereka juga makan siang di luar. Tapi jam setengah dua mereka sudah sampai lagi di kantor karena rencananya mulai pukul dua siang ini hingga pukul enam sore nanti mereka akan bertemu dengan lima orang kandidat Brand Ambassador untuk skincare dan bodycare yang akan mereka mengeluarkan produk tersebut tidak sampai dua bulan lagi . Lima orang artis itu tidak akan datang bersamaan, sudah diatur untuk pertemuan setiap orang maksimal tiga puluh menit saja mengingat singkatnya waktu yang mereka miliki dan juga jadwal kesibukan para artis tersebut.
"Yun, ruang pertemuan sudah diberesin ya sama OB?" tanya Anya yang sedari pagi ikut sama Shaka dan sudah minta tolong Yuni menghandle soal ruang pertemuan itu.
"Sudah, kue sama minuman juga udah disiapkan," jawab Yuni
"Makasih ya Yun, gue tadi berharap bisa makan siang di kantor aja, jadi gue bisa bantu ngecek, tapi Pak Bos pake pengen makan seafood pula, terpaksa ikut," ucap Anya.
"Santai aja, kan yang beresin ruangannya juga OB, gue kan cuman kasih perintah sama lihat hasil akhirnya doang. Lo lihat aja sana, udah oke kok, kasih tahu aja kaalo ada yang kurang."
Anya berdiri dari kursinya.
"Oke gue ke sana dulu ya, habis itu mau laporan sama bos."
Yuni mengangguk dan membiarkan Anya pergi ke ruangan yang dimaksud, dan dia melanjutkan pekerjaannya lagi
Anya melihat ruangan meeting yang disulap jadi ruangan ramah tamah dengan calon brand Ambassador itu sudah terlihat rapi, kursinya pun dibuat seperti letter U seperti permintaan bos. Dari pihak Royal Persada yang akan bertemu calon brand Ambassador itu Ya shaka Demian dan Anya, karena Shaka ingin melihat langsung orang yang akan dipilihnya, dia tidak mau hanya anak buahnya saja yang turun. Sebenarnya peran Anya sebagai pengamat saja, dia akan memberikan masukan dan yang menentukan tetap Shaka. Sedangkan dari pihak artis biasanya mereka datang bersama asisten atau manajer pribadinya. Jadi di dalam ruangan itu nanti akan berisi sekitar enam atau paling banyak tujuh orang.
Anya mengecek sajian untuk para tamu dan juga pendingin ruangan supaya suhunya jangan terlalu dingin. Setelah melihat semua sudah sempurna dia pun keluar dari ruangan tersebut menuju ruangan Shaka untuk melaporkan keadaan ruangan tersebut.
Ketika hanya masuk ke dalam ruangan Shaka, Demian dan Shaka sedang ngobrol, tapi mereka tetap memberi atensi dengan kedatangan Anya.
"Gimana, Nya?" tanya Demian.
"Udah ready Pak."
"Hmm. Mereka udah di jalan?"
"Sudah, yang duluan datang kan namanya Ervina, yang artis sinetron itu, yang kedua nanti ada Talita, yang ketiga Dona Alamanda, yang keempat Juwita, terus yang terakhir Mita Larissa."
"Baik-baik ke gaet, Ka, Selain kandidat BA, bisa kali jadi kandidat mantu Ibu Jeje," goda Demian.
"Oh ini sekalian cari istri Pak? Ta'aruf maksudnya?"
Shaka memutar bola matanya malas mendengar ucapan Anya yang langsung termakan dengan provokasi dari Demian.
"Ya siapa tahu aja, Nya. Secara Bos kita kan cocok kalau dapat artis, selain cantik, semua paada berprestasi lagi.. Tinggal cari yang sesuai spek dari Ibu Suri aja, kan?"
"Ibu Suri siapa Pak?"
" Ya Ibu Jeje lah."
"Oh. Bu Jeje. Benar juga pak, Bu Jeje aja cantik kayak artis ... calon menantunya harus sangat cantik dong."
"Kenapa kalian jadi menggibah sementara orangnya ada di depan kalian? Nggak bisa diomongin di belakang aja?" tanya Shaka sarkas, rupanya dia tidak berkenan dengan pembicaraan ini.
"Bagus dong Pak, jadi nggak seperti penghianat yang ngomongnya di belakang. Oh iya, kan itu kandidatnya ada lima orang, kalau nanti pak Shaka dapat satu, masih ada empat lagi tuh Pak, bisa kali buat Pak Demian," usul Anya, kini yang menjadi sasarannya Demian.
"Saya disuruh macarin empat - empatnya, Nya?" tanya Demian.
"Ya nggak gitu juga pak, bukan berarti disisain empat sama Pak Shaka berarti mau digebet semuanya. Ingat Pak, satu artis aja biaya hidupnya mahal, masa iya mau empat? Boncos ntar, pilih satu aja dong."
"Saya sanggup kalau cuman menghidupi empat orang artis," sahut Shaka.
"Ah paling Pak Shaka ngomong doang, mau dongeng lagi, pak?" tanya Anya dengan nada meremehkan.
"Lah dia ngentengin," jawab Shaka sambil melihat ke arah Demian.
"Kenapa kamu bilang Pak Shaka ngomong doang? Kalau kemarin kan soal bucin, ini soal yang jelas-jelas pak Shaka mampu lakukan kok," tanya Demian penasaran.
"Ya kalau mau kan dari kemarin-kemarin juga bisa Pak, nggak perlu nunggu momen audisi dulu, masa iya mau cari jodoh harus lewat audisi kandidat brand Ambassador? Makanya saya bilang ngomong doang," jawab Anya sambil tersenyum.
"Nyari jodoh itu pakai feeling nggak sembarangan. Memangnya kalau mereka artis terus saya langsung suka gitu? Nggak gitu konsep hidup saya dalam mencari pasangan, Saya tadi bilang bisa menghidupi empat artis secara finansial, maksudnya, bukannya saya mau punya empat istri dari kalangan artis."
"Ya siapa tahu Pak, kalau bisa bagi-bagi buat Pak Demian juga deh. Masa cowok-cowok ganteng dan sukses susah banget cari jodoh? Apalagi Pak Shaka, sampai dilewati sama Adek, bocil nekat," ucap Anya lalu terkekeh. Entah dia menertawakan siapa, Shaka yang telat nikah atau Dhevi yang nekat nikah? Tapi yang jelas itu membuat Shaka tersinggung.
"Kamu ngomong seperti bukan jomblo ngenes ya," kata Shaka agak sinis.
"Saya masih dua puluh empat tahun, Pak, masih garis aman.... nggak kayak pak Shaka sama pak Demian."
"Dih songong!" sahut Demian.
Anya tertawa, padahal kini ia mendapat tatapan tajam dari dua jomblo premium itu.
"Pake ngatain saya dilangkahin Adek, lah kamu sendiri ditinggalin sama sahabat kamu. Jangan-jangan cewek-cewek di angkatan kamu udah pada nikah semua, kamu ditinggal ya sendirian?" ejek Shaka.
"Oh tentu tidak, di angkatan saya, cuman Adek doang yang nekat nikah, yang lain belum ada Pak, jadi saya aman. Kalau diangkatan Pak Shaka sama Pak Demian Saya yakin udah pada punya anak ya, atau malah anaknya sudah SD?" tanya Anya dengan nada tidak menyenangkan dan membuat panas telinga kedua orang yang berada di depannya. Wajah Anya pun terlihat seperti wajah lugu ketika menanyakan hal itu. Padahal jelas-jelas dia sudah 'skakmat' para seniornya itu.
"Wah nggak bisa nih Ka, kita diledek sama anak kemarin sore, nggak terima nih gue."
"Biarin aja, gajinya bulan ini gue potong... Berani-beraninya dia ngatain CEO."
"Yaaah Pak, jangan gitu dong, kan kita bercanda doang, Masa mainnya potong gaji? Mending kata-katain saya aja... ngatain fisik juga boleh lah, asal jangan rasis," ucap Anya mulai cemas.
"Nggak ah, kamu sudah menyinggung perasaan saya dan Demian."
"Ya udah deh Pak, Saya minta maaf," ucap Anya, tapi dia tidak sampai disitu saja,"Cemen amat, gitu aja tersinggung," gerutu Anya pelan tapi masih bisa didengar oleh Shaka. Bagaimana dia tidak bisa mendengar kalau Anya menggerutu di depan mukanya.
"Oh masih pake ngatain ya, fix potong gaji nih lima puluh persen, nggak pake nego lagi."
Anya kieceup dan agak cemberut, dia lemah kalau ada ancaman potongan gaji. Soalnya dia banyak rencana dengan gaji besarnya itu.
***
Dari pukul dua siang, silih berganti artis yang datang. Yuni memberi kode kepada Anya, dia ingin minta foto dengan artis-artis yang datang itu, dan bukan hanya Yuni, bahkan karyawan yang di bawah pun yang melihat kedatangan mereka silih berganti minta foto, kecuali Anya. Bukan karena dia sombong tapi karena merasa tidak ada perlunya foto sama artis-artis, mau dipamerkannya ke siapa, ke Dhevi? Nanti malah dia kena hujat ... 'Anya pengen banget foto sama artis, jangan malu-maluin Adek ya, nanti kalo jadi asisten Adek, Anya malah minta foto melulu sama artis'. Anya sudah membayangkan ucapan pedas itu dan akhirnya membuatnya tidak punya keinginan sama sekali. Sebenarnya tanpa disadari dia sudah tertular dengan kebiasaan Dhevi.
Selama wawancara tersebut Anya lebih banyak sebagai pengamat, ya memang seperti yang seharusnya. Dia mencatat hal-hal yang menurutnya menarik dan juga minus sang artis menurut matanya, begitu pesan Shaka. Anya memang tidak ikut mewawancarai dia hanya duduk agak pinggir, jadi artis-artis itu tidak tahu kalau Anya ikut menilai mereka.
Proses wawancaranya tidak resmi lebih mirip seperti ngobrol santai, tapi poin-poin yang hendak didapatkan dari kandidat brand ambassador itu bisa terekam.
Tidak ada jeda setelah mewawancarai satu orang, langsung masuk satu orang lainnya. Shaka dan Demian bahkan tidak sempat bertukar pendapat tentang artis yang baru saja keluar karena kandidat selanjutnya sudah datang menunggu giliran. Pertemuan itu hanya di jeda saat masuk waktu Ashar, Shaka minta waktu lima belas menit untuk beribadah.
Selama proses itu berlangsung, Anya baru merasakan kharisma bosnya ini, sekelas artis aja memandangnya dengan tatapan kagum, apalagi saat Shaka bicara, ramah, friendly, kadang-kadang lucu tapi wibawanya tidak hilang. Entah lah, Anya merasakan wibawa bosnya itu pudar kalau mereka cuma bertiga, apalagi kalau sudah ngajak ribut seperti tadi, walaupun berujung Anya 'diharuskan ' mengalah.
Saat Juwita masih diwawancara, baru saja berjalan sepuluh menit, Anya keluar dari ruangan karena dia hendak buang air kecil. Dari pembicaraan sepuluh menit saja dia sudah bisa mendapat penilaian tentang Juwita, jadi tidak ada salahnya dia keluar tanpa pamit dulu sebentar. Setelah selesai dari kamar kecil, Anya tidak langsung masuk lagi ke dalam ruangan tadi, dia memilih duduk dulu di mejanya, di depan meja Yuni.
"Udah selesai, Nya?" tanya Yuni.
"Belum, masih ada Juwita di dalam, paling lima belas menit lagi dia keluar."
"Tinggal satu ya?"
"Iya, Mita Larissa."
"Nanti gua mau foto lagi ya."
"Iya, udah empat ya, mau lo posting sehari satu?" tanya Anya.
Yuni terkekeh, "Kalau bisa seminggu satu,biar lama."
"Tapi baju lo itu - itu aja, kelihatan banget kalau kejadiannya di hari yang sama."
"Eh iya lagi, kalo tau gitu gue bawa baju ganti ya, Nya."
"Gile! Seniat itu, lo?"
"Nggak tiap hari gue punya pengalaman kayak gini, biasanya kan ngelihat artis-artis itu kalau nggak di TV, ya di bioskop. Kalo sekarang mereka seliweran di kantor ini, kenapa juga nggak gue manfaatin. Sayang banget lo melewati kesempatan ini, Nya, Kapan lagi coba kita bisa ketemu artis?"
"Nanti di kerjaan gue yang baru tiap hari gue bakal ketemu artis sampai eneg," jawab Anya.
"Emang lo mau pindah kerja? Seriusan, Nya?" tanya Yuni kaget. Dia pikir Anya betah di sini. Baru dua bulan saja dia sudah berpikir akan hengkang.
"Nggak sekarang, masih lama kok, masih tahun depan."
"Sayang banget, padahal kan di sini enak, Nya."
"Kalau di tempat baru nanti, gue sama sahabat gue. Nanti rencananya gue akan jadi asistennya dia. Modelnya sama kayak bos kita sekarang, cuma dia cewek. Dan yang paling penting, paling nggak dia nggak baperan," jawabnya sambil terkekeh.
'Ting'
Pintu lift yang tidak jauh dari tempat duduk Yuni dan Anya berbunyi dan terbuka. Ada tiga orang yang keluar dari kotak besi itu, salah satunya Mita Larissa.
"Selamat sore mbak, saya mau tanya tempat pertemuan dengan Pak Arshaka," ucap salah satu dari mereka, yang jelas bukan Mita Larissa, mungkin ini asistennya.
"Silakan ditunggu aja di ruangan itu, masih ada orang di dalam," Anya melihat jam tangannya," Harusnya kurang dari sepuluh menit lagi sudah selesai."
"Siapa di dalam Mbak?"
"Mbak Juwita," jawab Anya.
"Juwita, kak," ucap wanita muda itu kepada Mita Larissa.
"Hmm."
"Silakan ditunggu di ruang tamu dulu," ucapa Anya sambil menunjuk dengan jempolnya ke arah ruang tamu yang berada di sebelah ruang meeting. Ruangan tersebut biasanya dipakai untuk tamu-tamu Shaka yang sedang menunggu giliran untuk masuk ke dalam ruangan CEO.
"Beneran Mbak cuman sepuluh menit nunggunya, nggak pakai lama kan? Soalnya saya punya kegiatan lain " tanya Mita Larissa.
" Jadwal anda pukul setengah enam, ini masih jam lima lewat sepuluh. Mbak Juwita akan keluar dari ruangan itu pukul lima lewat dua puluh dan masih ada spare waktu lagi sepuluh menit sebelum Anda masuk. Saya jamin tidak akan meleset dan Mbak bisa pergi ke acara selanjutnya tanpa terlambat," jawab Anya tegas tapi diakhiri dengan senyuman ramah yang dipaksakan.
"Ya udah deh, jadi kami nunggu di mana?" tanya Mita lagi.
"Di sana lho mbak ruangannya," Anya menunjuk ruang tunggu itu sekali lagi.
Rombongan kecil Mita Larissa pun beranjak dari depan Anya dan Yuni untuk masuk ke dalam ruangan yang hanya tiga langkah dari tempatnya berdiri tadi.
"Cantik ya, Nya," ucap Yuni ketika Mita sudah masuk ke dalam ruangan yang ditunjuk Anya tadi.
"Semuanya juga cantik, kalau nggak cantik nggak bakal masuk audisi ini, Yun."
"Iya juga ya."
"Lo nggak mau foto? Kalau mau foto, lo minta sendiri ya, gue males ngomongnya."
"Yaa, Gue nggak berani, Nya. Dari tadi kan lo terus yang ngomong sama artisnya kalau gue minta foto," jawab Yuni pelan agar tidak terdengar dengan rombongan Mita Larissa.
"Tapi sekarang gue ogah."
Entah kenapa Anya tidak berkenan, feeling-nya tidak enak.
*
Akhirnya artis terakhir, Mita Larissa baru saja meninggalkan ruangan tersebut pukul enam sore bertepatan masuknya waktu magrib, dan itu menandakan audisi selesai. Rencananya setelah ini akan dipilih tiga kandidat lagi, nanti akan ada pertemuan sekali lagi untuk menentukan siapa yang terpilih.
"Kita bahas besok ya, kita pilih tiga besar supaya lebih mengerucut lagi. Nanti penilaian terakhir kita ajak dinner aja. Saya juga mau lihat penampilan mereka dengan pakaian resmi, lihat table manner-nya juga dan pembicaraan yang lebih serius lagi," ucap Shaka di depan Demian dan Anya. Anya langsung mencatat rencana Shaka itu.