"Bagaimana bisa?" ucap Pak Sudibyo kala melihat sosok yang selama ini ia cintai ada dalam belitan ulat besar dengan mata memerah menatapnya. "Kau lihat, Sudibyo. Aku tidak pernah menggertak. Ucapanku adalah sebuah kenyataan. Sudah aku katakan kalau purnama kali ini darah daging yang lebih utama. Tapi, kamu kembali ingkar." "Tidak! Bukankah aku sudah memberimu target? Kenapa harus dia?' "Haha, Sudibyo, apakah kamu pikir aku mau mati sekarang. Apa yang ada di depan mata dan tidak ada penghalang, itulah yang aku ambil." Pak Sudibyo terdiam. Ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang ular itu katakan. Fakta di mana saat ini sang istrilah yang menjadi tumbal, sungguh membuatnya syok dan terkejut. Wanita yang ia cintai selama hidupnya itu terlihat meronta dengan lelehan air mata yang mem