MKI-5

630 Kata
Selesai dengan kaki, Indah meminta Enggar untuk menelentangkan tubuhnya. "Telentang, Mas. Biar aku pijit perutmu." Enggar menetralkan pernapasannya. "Tidak usah. Aku sudah enakan. Lagipula, udah keluar keringat juga," jawab Enggar. Bukan itu jawaban sebenarnya. Tubuhnya memang sudah berkeringat. Namun, yang keluar adalah keringat dingin. Akibat sentuhan-sentuhan Indah yang sudah membuat sesuatu dalam tubuh pria itu menggeliat. Dan Enggar tidak ingin Indah melihatnya. "Benar sudah enakan?" tanya Indah lagi memastikan. "Iya ... aku mau sarapan. Bisa kamu ambilkan?" "Oke. Aku cuci tangan dulu." Indah turun dari ranjang. Ia mencuci tangan di kamar mandi yang berada di kamar Enggar. Selesai cuci tangan, wanita itu keluar kamar untuk mengambil sarapan. Enggar mengembuskan napas lega. Sebelum Indah kembali, pria itu langsung mengenakan kembali baju dan celana panjangnya. Indah kembali ke kamar Enggar dengan membawa nampan yang berisi piring berisi sarapan dan segelas air putih. Abi masih tidur dengan nyenyak. Bayi itu memang terbiasa tidur pagi karena waktu subuh sudah bangun. Wanita itu meletakkan nampan di kasur. Enggar sudah duduk di tepi ranjang. "Yanti belum kembali?" "Ck, kenapa? Mau disuapin dia?" jawab Indah sinis. "Kalau iya kenapa? Masalah denganmu?" Karena jawaban Indah, Enggar pun merasa kesal. "Hhh, ya sudah. Silakan menunggunya. Mengurusmu sampai membuatku lupa sarapan." Zahra berjalan ke arah pintu. "Kalau Abi bangun, panggil aku! Oya, nanti kalau Yanti sudah pulang, akan kusuruh dia untuk menyuapi bayi raksasanya." Bukan hanya Enggar, Indah pun merasa sangat kesal. Mungkin memang benar, mantan kakak iparnya sudah jatuh cinta pada babysitter putranya. Sinetron sekali, begitu pikir Indah. Enggar merasa geli dengan perkataan Indah. Mungkinkah benar ia sudah jatuh cinta pada Yanti? Tidak mungkin. *** Yanti sudah kembali dari sekolah Ayesa. Tadi, ia menyempatkan diri untuk belanja sayuran ke pasar. Saat ini ia sedang menyiapkan bahan masakan untuk makan siang di dapur. "Sudah pulang, Yan?" tanya Enggar yang masuk ke dapur untuk meletakkan bekas makannya. "Sudah, Pak." "Mau apa? Mau masak?" "Iya, Pak. Buat makan siang." "Sudah ... istirahat saja dulu. Masak bisa dikerjakan nanti." "Nggak apa-apa, Pak. Saya siapkan dulu, biar nanti cepat selesai." "Maaf, ya ... aku bayar kamu untuk menjadi babysitter anakku, malahan kamu jadi seperti pembantu di rumah ini," ucap Enggar merasa tidak enak. "Justru saya yang merasa tidak enak, Pak. Saya merasa sudah tidak dibutuhkan di rumah ini. Abi sudah ada Mbak Indah dan lebih nyaman bersama Mbak Indah." "Ya, kamunya bagaimana? Masalah tidak dengan pekerjaan kamu? Jujur saja, aku sudah cocok dengan masakan kamu." "Saya, sih, tidak apa-apa, Pak." "Ya, sudah. Mulai hari ini, kamu tidak perlu lagi menggunakan baju seragam kamu. Gunakan baju biasa saja. Yang penting masak. Urusan lainnya, biar jadi tanggung jawab seisi rumah ini." "Baik, Pak."  Indah yang mendengar perbincangan antara Enggar dan Yanti dari ruang makan, merasa sangat muak. Entahlah, Yanti benar-benar baik, atau semuanya hanya kamuflase. Dia merasa, kalau Yanti juga ada rasa pada Enggar. Namun kemudian, wanita itu mengangkat bahu. Masa bodoh dengan perasaan kedua orang dewasa yang saat ini satu atap dengannya. Setelah menghabiskan sarapan, Indah mencuci piring kotor bekasnya. "Punyaku tidak sekalian?" tanya Enggar begitu melihat Indah selesai mencuci piring bekasnya sendiri, lalu mengelap tangan. "Sudah ada Yanti, kan? Bukannya dia babysitter Mas?" Mendengar perkataan Indah, untuk kesekian kalinya Yanti merasa tidak enak. Sementara Indah sendiri, ia bersikap demikian karena merasa kesal, dirinya seolah tidak ada apa-apanya di mata Enggar dibandingkan babysitter Abi itu. Tidak hanya Yanti yang merasa tidak enak, Enggar pun merasakan hal yang sama. Bedanya, Yanti merasa tidak enak pada Indah, sedangkan Enggar merasa tidak enak pada Yanti. Setelah Indah keluar dari dapur, Enggar mengucapkan maaf pada Yanti. "Maafkan sikapnya, ya." "Saya yang seharusnya minta maaf, Pak." Indah yang masih bisa mendengar Enggar dan Yanti, makin bertambah kesal. oOo Jangan lupa like, dan komen cerita ini, ya ... ajak juga teman buat baca cerita ini. Biar semangat update-nya ❤
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN