Bab 11.

1221 Kata
“Kamu!” “Amara Putri Wiguna,” kata Elang pelan melihat sosok wanita yang sudah beberapa tahun tidak terlihat. “Hai, semuanya!” sapa Amara pada kelima laki-laki tampan yang sedang cengo melihat dirinya. Amara menatap penuh minat ke Elang yang terlihat semangkin tampan, apalagi sekarang Elang sudah mengelola sebuah perusahaan besar. Amara berjalan mendekat duduk di samping Elang. “Hai Lang, lama ya kita gak jumpa,” sapa Amara lembur dengan senyum manisnya. “Hai,” balas Elang sekenanya. “Tumben lo baru nongol, kemana aja lo Amar?” tanya Brian sambil menatap tidak suka Amara. Dulu jaman kuliah, Brian sempat menaruh hati pada Amara. Namun, karena pernah melihat Amara b******u dengan seorang laki-laki, hal itu yang membuat Brian jijik dan ilfil dengan Amara. “Amara, Brian bukan Amar. Gue dari luar negeri bantu Papa buat ngurus perusahaan,” kata Amara dengan mata masih menatap Elang. Sedangkan Elang, dia sudah merasa risi. Dia memberikan kode ke Reyhan agar membuat alasan untuk pulang. Reyhan sadar akan kode dari bos yang sekaligus sahabatnya. Dengan cepat mengedipkan matanya. “Lang, Tuan Ardi dari negara J memajukan pertemuan jadi malam ini karena besok dia akan pulang. Dia ingin bertemu di restoran Jepang,” kata Reyhan beralasan dan para sahabatnya tahu akan hal itu dari gelagat Amara, dia mah menaruh hati ke Elang. “Siapkan semuanya Rey, kita berangkat sekarang.” Elang berdiri ingin pergi namun Amara ikut berdiri di samping Elang membuat Elang mengernyitkan keningnya. “Lang gue ikut nebeng ya, kebetulan gue belum makan,” kata Amara dengan tersenyum manis malah membuat Elang jijik. “Maaf nona Amara, ini pertemuan rahasia jadi orang lain dilarang ikut.” Kata Reyhan mulai jengah. Amara mengerucutkan kan bibirnya. Elang berlalu bersama Reyhan tanpa memedulikan Amara yang sedang sebal dan kesal niat hati ingin semakin dekat sama Elang malah Elang acuh. Ketiga teman Elang melihat jijik tingkah Amara. “Sudahlah Mar, lo gak usah ngejar suami orang gak baik itu. Bagusnya lo cari laki-laki lain yang masih jomblo,” kata Arthur pedas. Amara menatap tajam Arthur, namun Arthur bersikap acuh. “Dengar ya, gue gak akan menyerah buat Elang bertekuk lutut dihadapan gue. Camkan itu!” kata Amara sambil berlalu keluar dari privat room club Calvin. “Ya ampun, itu namanya bukan cinta tapi obsesi.” Calvin menggeleng melihat tingkah Amara yang tidak pernah berubah. *** Elang yang sampai di mansion langsung naik ke atas ke kamarnya. Sekarang Elang sudah tidur satu ranjang dengan Arbela. Arbela yang memaksa Elang tidur satu kasur karena dia tidak mau badan Elang sakit saat bangun tidur dan paginya Elang harus kerja. Elang keluarga dari kamar mandi membersihkan diri, dia duduk di tepi ranjang dan menatap lekat wajah manis dan polos Arbela yang terlihat tenang dan nyaman saat tidur. “Manis banget kalau lagi tidur,” kata Elang menusuk-nusuk gemas pipi Arbela. “Gemesin banget sih, pingin gigit gue,” monolog Elang tersenyum melihat pipi mulus Arbela. “Bel, aku mau buka lembaran baru buat rumah tangga kita. Aku sudah tahu alasan Bianca ninggalin aku. Pernikahan kita sudah berjalan satu bulan dan aku belum sentuh kamu dan menjadikan kamu wanita seutuhnya. Bukan aku gak mau, bahkan aku sering tergoda dengan tubuh dan wajah cantik kamu Bel. Tapi aku mau selesaikan masalah Bianca jika nanti benar-benar selesai dan hatiku bisa tenang, aku mau kamu jadi ibu dari anak-anakku Bel,” lirih Elang sambil berbaring dan mengelus lembut pipi Arbela. Dan Elang tertidur sambil memegang tangan Arbela. *** Pagi ini saat Arbela membuka matanya, dia merasa ada sesuatu yang berat di perutnya dia melihat ada tangan kekar seseorang. Dengan perlahan Arbela mendongak melihat sedikit ke atas. Betapa kagetnya Arbela jika dia tidur berpelukan dengan Elang, membuat Arbela memanas. “Pantesan tidurku nyenyak banget tadi malam gak tahunya tidur sambil dipeluk,” gumam Arbela sambil tersenyum manis. “Sudah senyum-senyumnya, nanti dikira gila.” Terdengar suara bariton membuat Arbela kaget dan buru-buru bangun turun dari kasur dan berlari ke kamar mandi. “Astaga Bel, mukamu bikin gemas,” kata Elang sambil memeluk bantal guling di sampingnya dengan senyuman. Di meja makan Jordy, Evelyn dan Clara heran melihat pasangan suami istri itu makan sambil senyum-senyum. Dan tiba-tiba Jordy menggebrak meja dengan kuat. “Anjing!” “Ya Allah!” kaget Elang dan Arbela menatap sang ayah heran. “Ayah kenapa sih?” tanya Elang kesal sama ayahnya. “Kalian itu yang kenapa, sedari tadi senyam-senyum habis ngapain tadi malam,” kata Jordy menggoda anak dan menantunya. Dan itu membuat Elang salah tingkah, sedangkan Arbela merasa malu dengan ucapan mertuanya. “Biasalah Yah, namanya juga pengantin baru. Ayah mau kan punya cucu.” Kata Evelyn yang semakin menggoda Elang dan Arbela. “Yah, bun!” kata Elang kesal. *** Sedangkan di rumah sakit, Brian menyembulkan kepalanya melihat ke kiri dan kanan. Dia berharap hari ini tidak bertemu dengan gadis cerewet itu. Brian menghela nafas lega saat melihat sekeliling dan tidak menemukan gadis cerewet itu. Brian keluar dari ruangannya seraya merapikan jas dokternya, namun dia merasa aneh seperti ada yang melihatnya. Brian berbalik dengan pelan dan betapa kagetnya Brian melihat sang gadis cerewet berdiri di belakangnya dengan senyum menyebalkan. “Bangke! Kaget gue, astaga! Ya Allah tolong satu hari saja gue gak diganggu sama ini makhluk menyebalkan,” kata Brian mulai pasrah dan menyerah. “Amiin,” kata Tania sambil tersenyum manis membuat Brian semakin melongo. Entah polos atau bodoh, Brian sudah pasrah. “Hai, Pak Dokter tampan. Papa nyuruh Nia buat panggil pak dokter buat periksa Opa Aditama,” kata Tania sembari menatap kagum sosok Brian yang tampannya kebangetan. “Kenapa sama Opa lo?” tanya Brian mulai serius. “Gak tahu aku, Papa cuma nyuruh panggil Dokter ganteng aja gitu.” “Hem,” Brian berdehem sambil berjalan ke ruangan Opanya Tania. Tania mengikuti langkah Brian sambil tersenyum senang moodnya akan bagus saat bertemu Brian. “Langka Pak Dokter tampan lebar sekali,” kata Tania yang melihat kaki jenjang Brian. Sesampainya di ruangan tuan Aditama, Brian memeriksa dan melihat jika Aditama yang terlihat semakin lemah. “Bagaimana keadaan Papa saya Dok?” Brian menghela nafas berat, “Masih belum ada perubahan nyonya, tadi saya melihat catatan Dokter pengganti. Disana tertulis jika keadaan Tuan Aditama semakin lemah dan menurun, kita hanya bisa berdoa yang terbaik buat tuan Aditama, Nyonya,” jelas Brian sambil sekali-kali melirik Tania yang terisak menangis melihat Opa kesayangannya. Tania mendekat dan menggenggam tangan keriput sang Opa, “Opa, cepat sembuh ya! Nanti kalau sembuh Nia janji akan kuliah di tempat yang opa mau dan mengambil jurusan seperti Oma. Nia janji Opa.” Kata Tania terisak pilu saat melihat tidak ada respons dari opanya. Brian merasa sakit hati melihat Tania yang terlihat rapuh saat melihat keadaan opanya. Dia lebih suka Tania yang cerewet dan banyak tanya. “Gue kenapa ya? Apa gue, gak, gak mungkin. Mustahil Brian, dia itu masih kecil. Mau lo dicap p*****l, sadar Brian sadar,” batin Brian sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nia, ada?” tanya mama Tania. Brian tidak menjawab namun tatapannya mengarah ke Tania. “Tania adalah sosok gadis yang ceria, dia sangat dekat dengan opanya. Kami takut dia akan sangat terpukul jika opanya kenapa-kenapa,” jelas mama Tania dengan menatap sendu Tania yang masih berbaring di samping opanya. Brian menatap sendu Tania, Brian tidak suka wajah sedih Tania. Dia lebih suka Tania yang cerewet dan ceria. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN