Bab 14.

1565 Kata
Jantung Elang dan Arbela berdisko ria saat bibir lembut Arbela mencium pipi Elang, dan Elang hanya melongo. Jordy, Evelyn dan Clara tersenyum mengejek saat melihat Elang yang syok mendapat ciuman dari Arbela. Sedangkan Arbela langsung berlari keluar dan masuk ke dalam mobil. Elang meraba dadanya yang berdebar, dia mengelus pipinya yang dicium Arbela. Dan tiba-tiba senyum Elang mengembang dari bibirnya. “Ekhem! Senyum-senyum sendiri kayak orang gila aja Kak. Kalau sudah cinta bilang aja keburu di rebut orang nanti,” goda Clara sembari berdiri dari meja makan. Elang mendengus kesal mendengar godaan sang adik, sedangkan sang Ayah tersenyum mengejek dengan memainkan kedua alisnya. “Yah!” rengek Elang yang mau digoda Ayah dan adiknya. “Yah, aku berangkat kuliah dulu ya,” pamit Clara sambil menyalami dan mencium tangan dan pipi ayahnya. “Kak, aku berangkat dulu! Gak usah dielus terus pipinya, nanti kalau Kak Bela pulang minta cium lagi aja,” godanya lagi sembari berlari keluar rumah. “Clara!” teriak Elang kesal ke adiknya. Sesampainya di mall, Evelyn dan Arbela masuk ke sebuah toko tas, semua karyawan menyapa nyonya besar Pramudia dengan ramah. “Selamat datang di toko kami Nyonya Evelyn,” sapa karyawan toko. “Keluarkan semua koleksi tas baru kalian!” perintah Evelyn sambil mengajak Arbela di sofa yang ada di sana. Arbela hanya diam melihat mertuanya belanja, dia bingung harus bagaimana. Akhirnya dia hanya diam dan mengikut saja. Saat karyawan toko mengeluarkan semua tas terbaik dan terbaru mereka mata Arbela fokus terbari mereka mata Arbela fokus pada sebuah tas berwarna hitam yang sangat elegan dan sangat cantik. “Wah! Cantik banget tasnya, pasti harganya sangat mahal,” batin Arbela yang melihat jejeran tas branded di depannya. Evelyn sedari tadi melihat Arbela yang tertarik dengan tas berwarna hitam itu. “Kamu mau yang mana Bel?” tanya Evelyn yang melihat Arbela sedikit malu. “Bela gak mau Bun, nanti uang mas Elang habis karena aku beli tas, pasti ini semua mahal,” bisik Arbela, seketika Evelyn tertawa berbahak. “Bagaimana mau bangkrut Bel, orang ini mall punya suamimu,” batin Evelyn, dia tahu jika menantunya itu tidak silau harta. “Ini kan?” tanya Evelyn menunjukkan sebuah tas hitam yang sedari tadi menarik perhatian Arbela. “Bun!” kata Arbela kikuk, Evelyn hanya tersenyum ke arah menantunya itu. “Mbak, tolong bungkus yang ini, ini dan ini sama yang ini ya,” kata Evelyn. Arbela melongo melihat mertuanya memilih banyak tas termasuk tas yang dia inginkan. “Astaga, siapa wanita yang bersama Nyonya Evelyn itu? Dia beruntung banget bisa belanja bersama Ibu pemilik mall ini,” kata seorang karyawan yang melihat Arbela dimanja sama Nyonya Pramudia. “Apa itu anak bungsu keluarga Pramudia?” “Bisa jadi itu Nona Clara, sudah kita kembali kerja saja.” Sekarang Evelyn dan Arbela berada di sebuah toko perhiasan. Mereka melihat-lihat perhiasan, tidak sengaja seseorang yang sedang memegang minuman menyenggol Evelyn. “Maafkan saya Nyonya! Saya tidak sengaja,” kata pengunjung itu dengan takut karena dia tahu siapa yang dia senggol itu. “Bunda!” pekik Arbela saat melihat mertuanya tersenyum sedikit minuman yang dibawa pengunjung itu. “Gak apa-apa Sayang, Bunda ke toilet sebentar ya! Kamu pilih saja yang kamu sukai, gak perlu sungkan,” pamitnya. Arbela tersenyum melihat mertuanya yang sangat baik padanya itu. “Kurang ajar! Seharusnya aku yang berada disana, belanja dan menghabiskan uang Elang. Dasar wanita sialan, lihat saja kau!” Amara mendekat dan dengan sengaja dia menyenggol tangannya dan membuat belanjaannya jatuh berhamburan. “Ops sengaja!” “Kamu!” kata Arbela bertemu dengan teman wanita suaminya yang ada di kantor kemarin. “Berani-beraninya lo main-main sama gue! Elang itu milik gue dan gue minta lo tinggalkan Elang atau gue bakal melakukan sesuatu sama lo,” ancam Amara sembari menekan kuat heelsnya membuat Arbela semakin meringis. Arbela hanya diam tanpa menjawab ucapan wanita itu. Dia lebih memilih memunguti berlanjaannya yang berserakan itu. Amarah kesal karena tidak mendapatkan respons dari Arbela. Saat Arbela akan mengambil paperbag yang terakhir, dengan sengaja Amara menginjak tangan Arbela dengan hels yang membuat Arbela meringis kesakitan. “Auw, sakit!” kata Arbela karena jarinya sudah mengeluarkan darah. Amara melepaskan kakinya dari tangan Arbela. Arbela langsung berdiri dan melihat tangannya yang berdarah. “Kenapa? Sakit? Itulah yang gue rasakan saat Elang ngusir gue hanya karena lo wanita sialan,” kata Amara. Amara yang sedang refresing gak sengaja melihat Arbela dengan bundanya Elang sedang belanja. Dia sengaja mengikuti mereka disaat Evelyn pergi, dia langsung mendekati Arbela. Dia sengaja ingin membalas perbuatan Elang yang mengusirnya dari perusahaan kemarin. Dia menyalahkan Arbela atas semua ini. “Kenapa kau menyakitiku? Aku gak tahu menahu tentang masalah kalian,” kata Arbela dengan menahan tangisnya. “Gak usah sok polos lo! Dasar jalang, apa aja yang sudah lo kasih ke Elang?” maki Amara dengan nada tinggi. Mendengar teriakan Amara membuat semua pengunjung menatap mereka. Arbela yang merasa malu pun memilih diam dan membawa belanjaannya dan ingin pergi. Namun, baru beberapa langkah, Amara menarik rambut Arbela dan membuatnya meringis kesakitan. “Auw.. lepaskan!” Mohon Arbela dengan suara bergetar. “Gak segampang itu sialan! Lo bakalan hab—“ “Amara!” Amara berbalik saat mendengar terikan memanggil namanya. Betapa terkejutnya dia saat tahu siapa yang memanggilnya itu Evelyn, bunda dari Elang. Evelyn menghampiri Amara dengan wajah yang terlihat sangat murka. “Tante Eve!” dengan spontan Amara melepaskan tangannya dari rambut Arbela. Amara gugup sampai keringat dingin membasahi wajahnya. “Haduh! Kenapa sih nenek peot ini cepat banget datangnya coba?” batin Amara melihat Evelyn yang langsung memeluk Arbela. “Kamu gak apa-apa kan Sayang?” tanya Evelyn khawatir melihat Arbela yang sudah berantakan. Dan tangannya berdarah. Itu yang membuat Evelyn geram dan menatap tajam Amara yang sedang berdiri kaku. Sedangkan pengunjung mengelilingi mereka melihat murkanya ibunya pemilik mall. “Ta—tante ini tidak seperti yang tante lihat, dia dulu yang bilang jika aku yang ingin merebut Elang darinya,” kata Amara yang membalikkan fakta. Evelyn menatap Arbela dan Arbela hanya menggelengkan kepalanya dengan wajah sendunya. “Mampus lo Arbela!” batin Amara tertawa, dia kira Evelyn akan percaya dengan ucapannya. “Bukannya itu benar ya Amara, kamu mau merebut Elang dari menantu saya,” kata Evelyn yang membuat Amara menggeram marah. “Tante kan tahu jika aku berteman dengan Elang sudah lama. Gak mungkin aku kayak gitu Tan,” kata Amara yang masih membela dirinya sendiri. Dia tidak mau dipermalukan di depan para pengunjung mall. “Wow! Pantaskah seorang wanita dari kalangan atas, keturunan dari keluarga Wiguna, salah satu pengusaha besar di kota ini mendatangi laki-laki yang sudah bersuami mengantarkan makan siang. Apakah itu pantas Amara?” tanya Evelyn sembari tersenyum mengejek yang membuat Amara bungkam seribu bahasa. Pengunjung mall mulai berbisik membicarakan Amara dan memandangnya dengan tatapan jijik. “Diam kalian semua! Asal kalian tahu, wanita yang menjadi menantu keluarga Pramudia adalah seorang w************n, wanita jal—“ Sebuah suara tamparan menggema di ruangan itu. Evelyn menampar pipi Amara dengan sangat keras sampai sudut bibir Amara mengeluarkan darah. “Berani-beraninya kamu menghina menantu saya! Kamu pikir kamu siapa b******k!” Evelyn benar-benar sudah kehilangan kesabarannya, dia menjambak dan menampar Amara bolak-balik. Sedangkan Amara hanya bisa menangis, dan Arbela terdiam dengan mata yang terus mengeluarkan air mata. Dia takut dan syok melihat mertuanya murka. Evelyn terus saja memukul dan memaki Amara “Apa Tuan Wiguna tidak bisa mengajarkan anaknya sopan santun? Kamu pikir menantu saya w************n sepertimu, hah!” teriak Evelyn. Evelyn yang masih belum puas menghajar Amara, mulai melepas helsnya dan ingin memukulkannya pada Amara. Namun, ada seseorang yang menahan tangannya membuatnya menggeram marah. “Kamu—“ “Bunda sabar!” kata Jordy. Jordy, Elang, Reyhan dan Clara datang menghampiri keributan itu. Clara langsung memeluk Kakak iparnya yang terlihat syok. Sedangkan Arbela yang mendapatkan pelukan dari Adik iparnya langsung menangis sejadinya. “Kak Bela jangan menangis lagi, Bunda sudah memberi pelajaran pada wanita itu,” kata Clara menenangkan Arbela. Elang yang melihat rambut dan tangan Arbela berdarah langsung meminta kotak P3K pada Reyhan dan dia mengajak Arbela dan Clara duduk. Elang yang sudah menerima kotak P3K langsung memberikan pada Clara agar dia mengobati luka Arbela. Dan Elang yang melihat wajah pucat Arbela pun jadi geram. Dia tidak menyangka kalau Amara bisa segitunya pada istrinya. Arbela terus saja terisak saat Clara mengobati lukanya. Sedangkan ketiga lelaki tidak merasa kasihan melihat Amara di hajar bunda Evelyn. “Mati kau jalang!” Evelyn terus saja memukul Amara yang sudah terduduk di lantai. Jordy sampai kewalahan menghadapi istrinya yang sedang murka seperti ini. Amara menatap Elang sendu, dia berharap Elang membantunya. Tapi apa yang dia dapat hanyalah tatapan dingin dari Elang. Dia benar-benar kesal di permalukan di depan umum seperti ini. “Bunda sudah, sabar!” bujuk Jordy yang masih memegangi istrinya yang masih memegang helsnya di tangan. “Bagaimana Bunda mau sabar Yab, dia menghina menantu kesayangan Bunda dan dia juga membuat tangan menantu Bunda berdarah!” teriak Evelyn yang sudah muak dengan Amara. Tiba-tiba ada seorang wanita yang menyiram Amara dengan air bekas pel-pelan yang membuat semua orang terkejut. “Amara ingat, jika kau ingin bermain jangan dengan keluarga Pramudia. Karena malu yang akan kamu dapatkan,” kata Clara sambil melempar ember ke samping Amara yang tertunduk malu menahan Amara. Semua orang yang ada di sana ngeri melihat kemarahan wanita keluarga Pramudia yang sangat mengerikan. “Lihat saja pembalasan dariku keluarga Pramudia!” batin Amara marah. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN