Sesampainya di mall, Elang dan Reyhan duduk di sebuah meja yang sudah di pesan Reyhan untuk melakukan meeting dadakan bersama sebuah perusahaan besar di kota M.
Elang duduk dengan tenang sambil membaca sebuah dokumen, sedangkan Reyhan duduk di depan Elang sambil mengotak-atik laptopnya.
Sedangkan Arbela sedang belanja sayuran dan beberapa bahan makanan lain karena Elang minta di buatkan sop iga. Arbela dengan suasana hati yang senang sebab sang suami sangat menyukai masaknya.
“Hmm, nanti malam mau buat makan penutup apa ya?”
Arbela bingung, dia memikirkan akan membuat makanan penutup apa. Karena dia belum terlalu paham selera Elang. Akhirnya Arbela menelepon sang merdua.
“Hallo Bun, Bela mau tanya Mas Elang suka kue apa aja ya?”
“Elang suka ceshee cake, cup cake, sama black forest Nak.”
“Oke Bun, terima kasih ya Bun.”
“Kamu mau buat apa sayang?” tanya Evelyn lagi.
“Buat black forest aja Bun.”
“Bunda setuju, semua keluarga Pramudia juga suka black forest sayang.”
“Benarkah Bun? Baiklah Arbela buat black forest aja deh Bun.”
“Kamu lagi dimana sayang?”
“Bela lagi—“
“Hey anak sialan, kau ngapain di sini?”
Ucapan Arbela terpotong saat akan menjawab pertanyaan mertuanya, tiba-tiba lengan Arbela di senggol dengan kasar oleh seseorang sampai ponselnya jatuh ke lantai.
“Mama!” kata Arbela bergetar, rasa rindu itu masih ada, tapi rasa benci itu lebih besar dari pada rindu di hati Arbela.
“Kau panggil aku apa? Mama? Stop panggil Mama karena aku bukan mamamu dan kau bukan anakku,” kata nyonya Lilian sambil menunjuk-nunjuk wajah Arbela.
Arbela hanya diam, dia tidak mau ada keributan dan mempermalukan Elang karena Elang sedang ada meeting di restauran mall ini juga.
“Maaf Nyonya Lilian, saya permisi!”
Arbela lebih memilih menghindar dari pada harus bertengkar dengan sang mama. Namun, tangan Arbela dicekal dan dihempaskan ke lantai, membuat semua orang yang ada di sana mulai memperhatikan mereka.
“Aw, Mama!” ringis Arbela karena pantatnya sakit, karena terjatuh di lantai.
Arbela menatap tajam pada sang mama, kesal, marah, tapi Arbela harus tahan tidak boleh emosi, dia tidak mau mempermalukan Elang.
“Tahan Bel, ingat Mas Elang jangan permalukan dia,” batin Arbela sambil berdiri membersihkan dressnya.
“Eh, jeng Lilian ada apa ini kok ribut-ribut?” tanya seorang teman Lilian yang menghampirinya, Lilian melihat temannya dan tersenyum ramah.
“Ini loh jeng yang namanya Arbela, yang aku ceritakan yang merebut calon suami kakaknya,” kata Lilian dengan nada yang sengaja dikeraskan agar semua yang sedang melihat perdebatan itu mendengar.
“Oh, jadi ini anak yang gak tahu diri yang sudah diasuh dan dibiayai hidupnya tapi malah menusuk dari belakang,” kata teman Lilian mengelilingi Arbela sambil merendahkannya.
Arbela hanya tertunduk malu sebab semua orang sedang melihat perdebatan itu mulai berbisik mendengar ucapan sang mama dan temannya.
“Wah, tega banget kamu merebut calon kakakmu sendiri.”
“Kalau aku jadi kakaknya, pasti akan aku jambak dan aku hajar kamu!”
“Dasar tidak tahu terima kasih!”
Kira-kira seperti itulah makian para pengunjung mall yang mendengar ucapan teman Lilian.
“Hem, dari dulu aku memang gak suka sama kau Bel. Sekarang lihatlah akibatnya jika kau sudah berani melawanku, andai saja kau seperti dulu, hanya diam dan menuruti semua keinginanku, maka tidak akan seperti ini,” batin Lilian yang melihat Arbela dimaki dan dihina di depannya.
“Aku tidak seperti itu, a--aku tidak merebut calon suami Kak Bianca. A—aku—“
Tiba-tiba Lilian merebut minuman dari salah satu pengunjung dan menyiramkan ke wajah Arbela. Namun, seseorang datang dan merelakan punggungnya terkena siraman minuman dari Lilian. Arbela menutup mata saat sang mama akan menyiramnya.
Namun, beberapa detik Arbela tidak merasa ada air yang mengenai wajahnya. Saat membuka mata Arbela melihat d**a seorang laki-laki yang dilapisi sebuah jas mahal dan Arbela merasa seperti tidak asing dengan jas dan parfum itu.
“Mas Elang!” kata Arbela dengan sedikit mendongakkan kepalanya.
Mata Arbela dan mata Elang bersitatap sebentar. Arbela bisa melihat mata Elang penuh dengan kehangatan dan kenyamanan, sedangkan Elang bisa melihat kesakitan dan kemarahan yang tertahan di mata Arbela.
“M--mas Elang, hikss..” pecah sudah tangis Arbela saat di depan Elang, Arbela langsung memeluk tubuh Elang.
“A—aku gak hiks.. gak merebut Mas dari Kak Bianca, hiks..hiks..”
Hati Elang terasa sakit saat mendengar isak tangis Arbela. Elang mengeraskan rahangnya, dia berbalik dengan posisi masih memeluk Arbela yang masih terisak dalam pelukannya. Elang menatap tajam Nyonya Lilian dan temannya. Semua orang syok, ternyata orang yang disiram Lilian adalah Elang.
“Tu—tuan E—Elang!” kata teman Nyonya Lilian terbata-bata, dia baru beberapa hari bertemu dengan Elang untuk tanda tangan kontrak.
Tira, istri dari pengusaha licik yang bernama Sudrajat. Tira gemetaran karena dia sudah salah menyinggung orang.
Elang masih diam menatap tajam Nyonya Lilian.
“Kurang ajar! Kenapa Elang bisa kesini bukannya tadi dia sedang ada klien di restoran bawah,” batin Lilian, dia takut jika Elang murka dan dia tahu apa yang akan terjadi.
“Reyhan!” panggil Elang dengan suara tinggi.
Sedangkan Arbela tidak dibiarkan terlepas dari pelukannya. Arbela yang merasa nyaman dalam dekapan Elang dia hanya diam melihat kemurkaan Elang.
Reyhan datang dengan beberapa orang security.
“Telepon Tuan Sudrajat dan batalkan kerja sama kita yang kemarin baru kita tandatangani,” kata Elang sambil menatap tajam nyonya Tira yang gemetaran.
“Jangan Tuan, maafkan saya Tuan, saya tidak tahu dia istri Anda Tuan.”
Nyonya Tira bersujud di depan Elang, jika kontrak itu dibatalkan maka habislah dia dihajar oleh suaminya yang suka main tangan itu.
“Reyhan!” panggil Elang.
Reyhan yang mengerti panggilan Elang langsung menyurih security menyeret nyonya Tira dan nyonya Lilian.
“Elang, ingat wanita itu hanya pengantin pengganti. Jika Bianca pulang, kau anak sialan akan dibuang oleh keluarga Pramudia!” teriak Lilian saat diseret dua orang security.
“Tuan, saya mohon maafkan saya Tuan.” Teriak nyonya Tira sambil terisak, dia menyesal atas kelakuannya.
***
“Apa? Kenapa dibatalkan Tuan Reyhan? Apa ada masalah, bukankah kita baru saja menanda tangani kontraknya Tuan.”
Tiba-tiba sambungan telepon mqtikan sebelah pihak sama Reyhan.
“Tuan Reyhan! Tuan..”
Tuan Sudrajat mengamuk, bahkan dia melempar semua barang yang ada di ruangannya.
“Wanita sialan! Apa yang kau lakukan?”
Selesai mengamuk di ruangannya, Tuan Sudrajat langsung pulang dan dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sangat tinggi.
Sesampainya di mansion, Tuan Sudrajat menendang pintu kamarnya dengan keras sampai membuat Tira istrinya kaget.
Tira yang melihat suaminya pulang dengan wajah marah membuat dirinya bergetar. Dia berusaha tenang dan dia sudah mempersiapkan diri memakai lingerie merah kesukaan suaminya. Dia berniat menggoda suaminya agar suaminya tidak terlalu murka dengan dirinya.
“Papa sudah pulang,” kata nyonya Tira mendekati sang suami sambil berjalan menggoda suaminya dengan gaya sensualnya.
Tira merasa senang saat melihat suaminya yang hanya diam tanpa menolak. Dia mulai perlahan membuka kancing kemeja suaminya satu persatu, namun tepat kancing ketiga tangan nyonya Sudrajat di cekal oleh suaminya dengan keras dan sebuah tamparan kencang mendarat di pipinya.
“Wanita sialan! Kau kira dengan cara menggodaku dengan tubuhmu yang sudah di pakai beribu laki-laki aku akan tergoda, tidak! Aku mempertahankan pernikahan ini hanya demi anak-anak dan apa sekarang yang kamu lalukan pada Tuan Elang, hah! Sampai dia membatalkan kontrak yang sudah bertahun-tahun aku kerjakan dan dengan mudahnya kau menyinggungnya, wanita sialan!”
Sudrajat sudah tidak bisa menahan emosinya lagi karena kelakuan istrinya, kontrak yang bernilai fantastis harus batal.
“Ma—maaf Pa, aku gak tahu jika wanita itu istrinya Tuan Elang Pa.”
Sudrajat memgambil dan membanting vas bunga tepat di depan Tira.
“Aww! Hiks.. hiks..” teriak Tira ketakutan saat suaminya kehilangan kendali.
“Dasar wanita sialan! Jalang! Argh!”
Sudrajat mencengkeram keras wajah istrinya dan menamparnya bolak-balik. Setelah puas menyiksa istrinya, Sudrajat keluar dari mansionnya. Sedangkan istrinya sudah babak belur.
“Hiks.. hiks.. wanita jalang! Lihat saja aku akan balas kamu nanti. Aw, sakit sekali!” geram Tira marah.
***