Bab 11. OTW pasar malam

1017 Kata
Amanda menggerutu sambil duduk di teras rumah kakeknya. Wanita itu mengenakan rok panjang dengan tanktop yang dilapisi jaket bulu-bulu yang ia beli di Paris beberapa bulan lalu. Cuaca dan suasana di kampung seperti ini memang sangat dingin terutama pada malam hari menjelang subuh. Jadi, Amanda tentu saja akan melapisi tubuhnya dengan jaket agar tidak terkena hamparan angin dingin. Bukan tanpa alasan wanita itu berada di teras malam-malam seperti ini. Pasalnya ia diminta oleh kakeknya untuk menemani Siti pergi ke pasar malam. Kalau pergi ke pasar malam tentu tidak masalah bagi Amanda. Hal besar yang menjadi masalah adalah ia harus berangkat bersama Wisnu. Naik motor. Sekali lagi Amanda menekankan Jika ia harus naik motor. "Hell, gue nggak bisa naik motor. Gimana ceritanya gue harus naik motor?" Sekali lagi Amanda menggerutu. "Amanda, Nak Wisnu belum siap-siap juga?" Segera Amanda mengubah ekspresi wajahnya dari kesal menjadi manis saat melihat kakeknya berdiri di depan pintu. Wanita itu berdiri. "Belum, Kek. Mungkin dia lagi pakai make up." Kakek Riswan mengerut keningnya. "Pakai make up? Make up yang untuk perempuan itu?" "Iya." Tentu dengan polosnya Amanda menganggukkan kepala, membuat kakek Riswan langsung tertawa. "Kamu ini ada-ada saja. Mungkin Wisnu sedang bersiap-siap. Siti di mana sekarang?" tanyanya. Dia tidak melihat keberadaan Siti. "Katanya lagi ke belakang sebentar. Nah, itu Siti udah datang." Terlihat Siti mengenakan celana panjang yang dipadupadankan dengan baju kaos. "Mas Wisnu belum ke sini juga, Mbak?" "Belum. Dia lagi pakai daster kali," sahut Amanda kesal. Dirinya yang perempuan saja sudah selesai dengan penampilannya. Namun, pria bernama Wisnu itu justru belum selesai. Tentu membuat Amanda merasa sebal seolah-olah dirinya yang terlalu antusias untuk pergi ke pasar malam dengan pria itu. Tak lama kemudian, sebuah motor melaju masuk mendekat ke arah kediaman kakek Riswan. "Nah, ini dia nak Wisnu sudah datang. Ya sudah kalian berangkat, hati-hati di jalan. Nak Wisnu, titip cucu-cucu kakek, ya?" Wisnu turun dari motor dan mencium punggung tangan kakek Riswan terlebih dahulu. "Maaf, Kek. Tadi dari nganter Ibu ke tempat hajatan dulu. Iya, aku pasti akan menjaga cucu-cucu kakek." Wisnu menjawab sambil tersenyum tipis menatap kakek Riswan. "Iya, enggak apa-apa. Udah kalian bertiga langsung berangkat." Kakek Riswan melambaikan tangannya, membuat Amanda segera menarik Siti untuk pergi ke motor pria itu. Andai saja kedua orang tuanya serta paman dan bibinya tidak pergi kondangan, lebih baik Amanda mendekam di dalam kamar atau paling tidak ia akan naik mobil untuk pergi ke pasar malam yang dimaksud. Sementara mobilnya dipakai orang tuanya untuk berangkat ke tempat saudara yang sedang hajatan. Kalau dipikir-pikir lagi, baru beberapa hari tinggal di sini, sudah berapa kali orang tuanya pergi kondangan? Entahlah Amanda juga tidak mau memikirkannya. Wisnu naik motor terlebih dahulu. Kemudian, diikuti oleh Siti. Keduanya sama-sama menoleh menatap Amanda yang masih berdiri di samping motor dengan kepala miring ke samping. "Mbak, kenapa nggak naik?" Siti yang sudah duduk di belakang Wisnu bertanya. "Enggak muat. Terus gimana pula cara naiknya?" Amanda terlihat kebingungan. Dirinya sudah lama sekali tidak pernah naik motor. Mungkin pernah waktu SD diantar oleh sopirnya karena mobil milik keluarganya ada yang dibawa dan ada pula yang ada di bengkel. "Mbak nggak tahu cara naik motor? Tinggal naikin badan Mbak ke motor, terus nanti kakinya naik ke sini." Siti akhirnya turun dari motor dan dengan hati-hati mempraktikkan cara naik motor pada Amanda. "Coba aja dulu, Manda. Kamu pasti bisa. Kasihan Wisnu sudah menunggu kamu dari tadi," ujar kakek Riswan. Amanda menoleh menatap kakeknya. "Aku dari tadi nunggu nggak ada tuh kakek kasihan sama sekali? Kok, ini baru beberapa menit aja kakek udah bilang kasihan," protes Amanda. Pakai Riswan terkekeh. Pria itu duduk di kursi teras, menatap cucu-cucunya yang saat ini sedang naik motor. "Ayo, Mbak." Siti sudah tidak sabaran lagi. Amanda akhirnya mengikuti apa yang dilakukan oleh Siti tadi. Setelah itu mereka duduk dengan tenang di belakang Wisnu. Amanda harus menaikkan roknya sedikit agar bisa duduk menghadap ke arah depan. Salahnya juga kenapa harus mengenakan rok, jika tahu mau naik motor seperti ini. "Mbak, gunung Mbak besar banget. Sampai ke tempelan di kepala aku," kata Siti dengan polosnya. "Ya iyalah besar, namanya juga perawatan. Ini yang dicari sama laki-laki," ujar Amanda tidak malu sama sekali. Aset yang besar adalah kebanggaan bagi seorang wanita, yang tentu juga dirasakan oleh Amanda. Wisnu yang mendengar perkataan Amanda nyaris tersedak ludahnya sendiri. Dia menoleh menatap kakek Riswan yang saat ini sedang duduk. "Kek, kami berangkat dulu," pamitnya. "Iya. Hati-hati dan pulangnya jangan terlalu malam," ujar kakek Riswan. Wisnu membunyikan klaksonnya sekali kemudian segera melaju keluar dari pekarangan rumah kakek Riswan menuju pasar malam yang lokasinya sedikit jauh dari rumah tempat mereka tinggal. Sepanjang jalanan, ada banyak motor yang juga ikut melaju. Untuk kendaraan roda empat hanya ada beberapa yang dilihat oleh Amanda sepanjang mata memandang. Amanda menikmati angin dingin yang beruntung dia mengenakan jaket berbulu. Jika tidak, mungkin Amanda akan menggigil. "Ramai juga di sini kalau malam. Gue kira bakalan sepi," kata Amanda, sedikit takjub. "Iya, Mbak. Malam-malam memang biasanya sepi. Tapi, karena ada pasar malam, makanya agak ramai. Pasar malam di sini sampai sebulan, lho. Aku senang banget, akhirnya bisa kesampaian pergi. Ajak ibu sama bapak pergi, mereka pada nggak mau," kata Siti. "Makanya lo ngajak gue 'kan?" Siti nyengir mendengar Amanda berbicara padanya. Untungnya saat ia mengajak tadi sore di hadapan kedua orang tuanya dan juga kakek Riswan, mereka langsung setuju dan di sinilah mereka berada, di atas motor melaju pergi menuju pasar malam. Bagi Amanda yang biasa hidup di kota tentu saja tempat-tempat hiburan sudah biasa didatangi olehnya. Bahkan ketika liburan ke luar negeri juga Amanda tidak lupa untuk mengunjungi tempat-tempat parawisata menarik. Ini kali pertama dia datang pasar malam yang ada di daerah sini. Tidak ada obrolan antara Wisnu dan juga Amanda. Motor melaju dengan sedikit bergoyang karena jalanan yang mereka lalui jelas bukan aspal yang rapi. "Kemana pemerintah desa woi? Ini jalanan nggak bisa diaspal baik apa? Biar mulus kayak jalanan yang lain. Kalau kayak gini, bisa-bisa b****g gue tepos di jalanan." Tidak kuat dengan jalan yang begitu geladak-gluduk akhirnya Amanda menyampaikan keluhannya, yang hanya ditanggapi angin lalu oleh Wisnu karena dirinya pun bingung ingin merespon seperti apa kalimat yang dilontarkan oleh wanita ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN