Aku dan Mas Kian terus membeku di mobil. Kami masih menatap polaroid hasil usg yang sengaja dicetak dua agar masing-masing dari kami memiliki satu. Kami masih terus bergeming di tempat. Mesin mobil tak kunjung dinyalakan, seat belt pun tak kunjung dipasang. Kami benar-benar kompak diam, entah kapan akan menyudahi keheningan ini. Tidak salah lagi. Bulatan itu memang benar-benar ada tiga. Beda dengan kehamilan pertama yang hanya satu. Apa ini nyata? Aku takut kalau aku hanya tertidur dan jika bangun nanti aku kecewa berat. Aku tidak mau jika kebahagiaan ini hanyalah mimpi belaka. “M-mas …” akhirnya, aku mulai bersuara. “Iya?” “Cubit pipiku sekarang.” Aku menoleh dan menatap Mas Kian serius. “Cubit sekeras yang Mas bisa.” Senyum Mas Kian langsung terbit. Dia meletakkan polaroid di ata