Permana meletakkan ponselnya di meja setelah mengakhiri panggilan dengan Irene. Ia bersandar di kursinya, menghela napas panjang. Ada sesuatu dalam dirinya yang terasa hangat setelah berbicara dengan Irene—sebuah perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan. Namun, saat ia menoleh ke arah pintu kamar yang tertutup, kesadaran langsung menghantamnya. Luna. Permana melirik jam dinding. Sudah larut. Ia merasa sedikit bersalah karena begitu lama berbicara dengan Irene, sementara Luna mungkin sedang menunggunya di kamar. Ia bangkit dari kursinya, berjalan pelan ke kamar. Saat ia membuka pintu, hatinya mencelos. Luna tertidur dalam posisi meringkuk, wajahnya masih basah oleh air mata. Ada jejak kesedihan yang begitu jelas di wajah istrinya. Permana mendekat, duduk di tepi ranjang. Ia meraih tan