Luna merasakan firasat, karena Irene semakin berani mengusik rumah tangganya. Tak butuh waktu lama, Luna sudah berada di kantor Permana. "Bu Luna?"gumam Andi. Dia tak bisa mencegah Luna untuk masuk ke dalam kantor Permana. Luna berdiri mematung di ambang pintu ruang kerja Permana. Matanya membulat, napasnya tercekat. Di depan sana, Irene ada dalam pelukan suaminya. Tangannya yang sudah siap mengetuk pintu kini mengepal erat. Dadanya terasa sesak, seolah ada sesuatu yang menghimpit hingga ia sulit bernapas. Permana tidak melihatnya. Irene pun tidak menyadari kehadiran Luna. Luna ingin berbalik, ingin pergi tanpa membuat kehadirannya diketahui. Tapi kakinya seakan tertanam di lantai. Ada sesuatu dalam hatinya yang menahan—rasa sakit, rasa kecewa, dan kemarahan yang selama ini ia pendam.