Tangis Lingga kembali pecah memenuhi ruang VIP sore itu. Hannan mondar–mandir dengan gelisah, mata tajamnya tak bisa lepas dari tubuh mungil bayinya yang menggeliat kelaparan. Suster sudah mencoba menenangkan, tapi air s**u formula yang diteteskan pelan ditolak mentah–mentah oleh bayi itu. "Jadi saya harus bagaimana? Apa tidak ada seseorang pun di sini yang bisa menggantikan Ibu s**u itu dan menenangkan anak saya?" Kesabaran Hannan mulai habis. "Beberapa yang kami hubungi belum bisa—" "Tidak perlu alasan!" potong Hannan tajam, tanpa sadar memberi gertakan. "Yang saya perlukan ASI untuk anak saya secepatnya. Datangkan sekarang juga atau saya buat direktur rumah sakit ini dipecat besok pagi!" "Hannan, tenanglah!" Lena menarik lengan sang putra, membisikkan kalimat agar Hannan tidak samp