"Aku hanya ingin memberitahumu, Andini." Dirga berdialog santai, sayup-sayup terdengar suara nyanyian seorang perempuan—samar dari arahnya. "Besok, surat perceraian akan sampai. Tanda tangani dan kita selesai. Ingat, jangan kebanyakan drama. Aku ingin semuanya berjalan cepat dan mudah." Andini mengepalkan tangan di pangkuan. Memproses berita sebesar itu dalam satu hela napas adalah sebuah ujian yang sulit dilalui olehnya. "Mas, bisakah membahas ini dengan nada yang lebih pantas? Kau membicarakannya di depan perempuan yang mende–sah di sebelahmu!" kecam Andini, malu bercampur kesal. "Pantas?" Dirga tertawa pendek, tawa yang begitu lepas seolah menjawab tantangan dengan berani. "Apa kau pikir kau pantas menerima perlakuan 'pantas' setelah semua ini?" "Apa maksudmu?" bisik Andini, tenggor