Javier POV
Sudah setengah tahun aku tidak menghubungi Anna meskipun sesekali aku pergi ke sekolahannya hanya sekedar melihat Anna dari kejauhan.
Ingin rasanya aku membawanya kembali kepelukanku namun aku tidak bisa melakukannya untuk beberapa saat karena aku telah menikah dengan Irene enam bulan lalu sebelum kami pindah dari kosan saat Irene memberitahuku bahwa ia mengandung anak kami yang aku sendiri juga tidak yakin apa benar itu anakku karena aku tau meski kami satu rumah ia tetap memiliki laki-laki lain diluaran sana.
Aku terus saja merindukan Anna hingga fikiran ku tidak pernah bisa fokus dengan pekerjaanku yang bukan lagi seorang General Manager melainkan telah menjadi CEO sebulan lalu.
Yah penerbangan tempat ku bekerja adalah salah satu naungan keluargaku. Aku memang masih terlalu muda untuk memimpin perusahan besar apalagi di dunia penerbangan namun pengalamanku sudah lebih dari cukup untuk memimpin perusahaan ini karena ayahku telah mengajarkan segalanya sedari aku kecil bahkan saat anak SD bermain kelereng aku tengah menggambar kerangka pesawat. Saat anak SMP balapan liar aku telah belajar mengemudikan pesawat meski hanya sebuah simulasi karena sekolah ku yang akselerasi semakin mempercepat pendidikan ku.
"Pak ini laporan hari ini" sekertaris ku Anna yang namanya mirip dengan gadis yang aku cintai itu semakin membuat pikiranku kacau saat melihatnya.
"Letakkan saja di meja" ujarku memintanya
Setelah meletakkan berkas yang ia bawa Anna sekertaris ku pun pergi meninggalkan ruanganku dan kembali berjaga di depan.
"Ro, cari tau keberadaan Anna. Bawa dia ke apartemen ku" perintahku pada Robert asisten ku diseberang panggilan
Robert sangat tau hubungan ku dengan Anna dan bahkan hubungan rumah tanggaku yang tidak harmonis sejak awal pun ia sangat tahu.
Robert sudah seperti saudaraku karena ia besar bersamaku dan tinggal bersama keluargaku.
Yah.. Robert adalah anak dari asisten rumah tangga dirumah orangtuaku.
"Maaf tuan Javier, tapi nona Anna sedang melakukan outbound yang diadakan sekolahnya diluar kota. Sepertinya itu akan berlangsung dua sampai tiga hari kedepan" ujar Robert melaporkan informasi yang ia dapatkan padaku melalui telepon
"Aku merindukanmu Anna" gumamku menghembuskan nafas kasar dan menyandarkan punggung di kursi kerjaku
"Kau sudah pulang honey.. buruan mandi sana.. aku sudah menyiapkan makan malam" sapa Irene menyambutku yang baru saja akan menaiki anak tangga. Aku membalasnya dengan dehuman dan segera beranjak ke kamar.
"Hari ini aku berbelanja pakaian untuk anak kita. Pembantu yang kau perintahkan untuk menjagaku sangat menyebalkan. Dia manjatuhkan belanjaanku sampai terlindas mobil di depan lobby mall. Aku ingin kau memecatnya dan mencarikan asisten baru untukku" ocehan Irene ditengah-tengah makan malam kami dan hanya aku iyakan
Aku mulai bosan mencarikan dia asisten bahkan dalam sebulan dia sudah mengganti asistennya sebanyak tiga sampai lima kali.
Dia selalu mengeluhkan keburukan asistennya namun dia juga tidak bisa melihat kerja keras asisten yang terus mengikutinya setiap hari untuk berkeliling mall.
Entah kakinya terbuat dari baja apa sampai sehari penuh mengelilingi mall pun tidak membuatnya lelah padahal saat ia bekerja dulu selalu mengeluhkan lelah apalagi dengan penyakit jantung lemahnya.
Sepanjang makan malam ia terus bergumam bercerita panjang lebar mengenai belanjaannya. Aku hanya menanggapinya dengan dehuman dan terus menikmati makananku
"Jav.. kau dengar tidak !!" Sentaknya padaku sontak membuatku melihat padanya
"Iya aku dengar.. kau cerita saja.. aku hanya pendengar" ujarku mengacuhkannya dan kembali menikmati makananku
Aku bosan dengar ocehan Irene setiap hari yang jauh berbeda dengan Anna. Jika aku bersama Anna dia tidak hanya bercerita, tetapi juga menanyakan pendapatku dan terkadang ia menanyakan mengenai diriku.
----
Siang ini aku baru saja kembali dari Singapura setelah dua hari perjalanan bisnis. Aku tidak pergi ke kantor maupun pulang ke rumah justru aku pergi ke sekolah Anna dengan mobil Porsche ku yang aku parkirkan sejak dua hari lalu di bandara.
Aku berhenti di seberang pagar sekolah Anna. Aku melihatnya berjalan keluar pagar dan benar ia terkejut melihat mobilku di area sekolahnya.
"Masuklah ke mobilku atau aku akan menjemputmu di sana" ancamku menelfon Anna yang bergeming di depan pagar sekolahnya
Seringaian kemenangan terukir jelas di bibir ku seketika Anna memasuki mobilku.
"Ada apa ?" Tanya ketusnya
Bukannya menjawab pertanyaan Anna aku memintanya mengenakan seatbelt namun dienggankan oleh Anna. Tanpa memperdulikan penolakan Anna aku mengunci pintu mobil dan menancap gas mobilku dengan kencang membuat Anna berpegang pada gagang di atas pintu disampingnya.
"Gunakan seatbelt mu !" Sentakku disegerakan Anna
Aku menghentikan mobilku di basemen salah satu apartemen ku. Membuka kasar pintu penumpang tempat Anna terduduk kaku.
Aku menggendong Anna seperti karung beras membawanya ke lantai 14 letak kamar apartemenku berada.
Aku membanting tubuh Anna diatas kasur. Mengukungnya melumat membabi buta bibir Anna membuat Anna gelagapan dengan ciumanku.
Anna mencoba mendorongku namun ia tidak berhasil menjauhkan tubuhku darinya.
Aku melepaskannya begitu melihat air matanya mengalir cukup deras. Aku menghela nafas kasar membanting tubuhku disampingnya. Aku memeluk Anna dengan lembut mengusap rambut Anna.
"Maaf.. maafkan aku.. aku benar-benar minta maaf" ujarku terbata-bata mencium puncak kepala Anna
Anna mengusap air matanya mendongak mentapku dengan mengerutkan dahinya
"Kenapa kau kembali om ?" Tanyanya membuat jantung ku seperti tertusuk pisau yang tajam
"Aku merindukanmu" sahutku menenggelamkan wajah Anna di dadaku
"Kau sudah menikahi tante Irene dan kalian segera memiliki anak. Untuk apa lagi kau mencariku" tanyanya kembali
"Aku tidak bisa tanpamu Anna. Aku mohon jangan pernah pergi lagi" aku memohon padanya menolak melepaskan rangkulanku yang sedang ia coba menjauhkan tubuhku darinya
"Kau tidak bisa begini terus-menerus om Javier. Kau sudah menjadi suami orang dan segera menjadi ayah. Aku juga sudah memiliki pacar" sentak Anna seketika seperti membunuhku dengan ucapannya yang mengatakan bahwa ia telah memiliki pacar.
Ya aku memang tau dari laporan Robert bahwa Anna memiliki pacar dan mereka juga sering berkencan bahkan kadang tidur satu kamar. Tetapi kali ini hatiku benar-benar merasakan sakit saat Anna sendirilah yang mengatakannya
"Aku tidak perduli kalau kamu sudah punya pacar atau belum, yang aku mau kamu terus bersamaku disampingku menemaniku sampai nanti tua" balasku dengan tegasnya pada Anna
Anna menangis kencang. Air matanya membasahi dadaku dan aku terus mengusap kepalanya.
"Maafkan aku.. maaf" ucapku padanya
"Aku yang salah sudah hadir dikehidupan mu om. aku yang salah telah menanggapi kekonyolan mu. Bahkan aku tidak bisa melupakan perhatian dan rasa sayangmu padaku" pernyataannya membuatku sedikit lega karena meski setengah tahun kami berpisah ia tidak pernah lupa akan diriku dihatinya
"Terimakasih" ucapku mengangkat dagunya mencium bibirnya dengan hangat
Aku mengulum bibir nya atas-bawah bergantian menghisap lidahnya memainkan lidahku di dalam mulutnya.
Kini aku merasakan Anna yang mulai ahli membalas kulumanku. Aku kembali mengukung Anna melapaskan seragamnya yang ia kenakan.
Bibirku turun mengulum kedua buah dadanya Anna secara bergantian. Tanganku yang tak tinggal diam melepaskan rok yang ia kenakan mengusap lembut miliknya yang masih terbungkus kain terakhir.
Aku turun menjilati pusarnya juga melepaskan celana dalamnya memasukkan satu jariku di lubangnya membuat Anna tersentak hingga mendongak.
Aku menjilat dan menghisap area sensitif nya semakin membuat Anna menggeliat dan tanpa ia sadari Anna mendorong pinggulnya naik untuk meminta lebih.
Aku melepaskan semua kain yang menutupi tubuhku. Aku sudah tidak sabar memasuki Anna dan dengan sekali hentakkan milikku masuk kedalamnya membuat Anna mengerang kesakitan
Aku membiarkan milikku bergeming di sana dan beberapa detik kemudian aku gerakkan pinggul ku naik-turun perlahan mengubah sakitnya Anna menjadi nikmat.
Desahan pun terus keluar dari mulut Anna membuatku semakin gencar menambah ritme gerakkan ku. Menikmati tubuh Anna tanpa membiarkan seinch pun aku lewatkan. Anna hanya bisa menutup mata merasakan perlakuanku untuk memuaskannya.
"Enak kan" bisikku dianggukannya pelan