Neriti mengurung dirinya di kamar seharian. Mario yang menyadari kesalahannya kepada sang istri begitu besar, hanya berani mengintip wanita itu menangis di kamar. Mario menyaksikan Neriti tergugu-gugu. "Ner...." Suara Mario seolah-olah enggan keluar. Tak ada reaksi dari wanita yang sedang menikmati duka dan kecewa itu. "Stop!" "Kamu enggak keluar kamar seharian." Mario mencoba duduk di tepi ranjang itu. "Aku lagi malas keluar," ujar Neriti dingin. "Kamu juga belum makan," ucap Mario. Neriti diam. Ia benar-benar tak ingin menggubris suaminya. Rasanya sakit sekali. Bayangkan saja, saat kehamilan Neriti harus gugur begitu saja, kini tiba-tiba ada wanita lain yang mengandung anak Mario. "Apa pentingnya aku makan?" tanya Neriti. "Kalau enggak makan nanti sakit, Ner."