Abi pasti sudah akan tersedak, kalau saja dia belum menelan kunyahannya—ketika mendengar kalimat ajakan menikah, dari wanita yang duduk terpisah meja dengannya. Karin masih menatapnya dengan wajah serius. Tidak ada senyum sedikitpun. Wanita itu benar-benar serius dengan ucapannya. Abi menghembuskan nafas yang tertahan di rongga paru-parunya selama beberapa saat, ketika rasa keget tak terelakkan. Pria itu mendorong ke samping piring yang masih menyisakan sedikit isi di dalamnya. Kedua tangan pria itu tertumpu di atas meja, dengan jemari yang saling terkait. “Kamu tahu seberapa besar aku sangat menginginkannya. Tapi, kita masih belum mendapatkan res—” “Tidak perlu menunggu. Mama tidak akan pernah memberikan restunya.” Karin menggeleng tegas. “Dan papa … dia hanya akan menuruti istrinya, k