Mawar sedang duduk di atas ranjang. Gadis itu sedang meratapi nasibnya. Seperti dugaannya, menolak pun percuma. Jika sudah seperti ini, dia terpaksa menerima perjodohan ini, lalu menikah dengan si setan Rendra.
Gadis itu menjadi penasaran, apakah si setan Rendra mampu menolak perjodohan ini? Dia pun mengambil ponselnya, lalu mencari pesan yang kemarin dikirim oleh pria itu.
Setelah menemukannya, Mawar pun mengetik sebuah pesan singkat untuk si Rendra.
Mawar : "Gimana? Kamu berhasil batalin perjodohan ini?"
Setelah mengirimkan pesan, Mawar pun berinisiatif untuk menyimpan kontak Rendra. Dia pun memberi nama 'Si Setan R'.
Gadis itu jadi teringat lagi, bagaimana mamanya menolak permintaan dirinya. Dia bahkan terkejut, baru kali ini dia melihat mamanya murka.
"Udah ya, Nak! Pokonya, mama nggak mau denger jawaban kamu yang ingin menolak perjodohan ini! Sudah cukup mama mengalah ke kamu!"
Setelah mengatakan itu, Desri pun langsung melenggang pergi. Kebetulan Mirna dan Herman sudah menunggu di depan d**a rumah, rencananya mereka akan berangkat ke acara reuni bersama-sama.
Sedangkan Mawar, gadis itu malah diam tertunduk. Dia takut, pasalnya ini kali pertamanya dibentak oleh mamanya.
Tak lama kemudian, ponselnya bergetar, ada pesan masuk. Ternyata dari Si Setan R.
Setan R : "Gagal! Orang tua gue nggak nerima penolakan. Lo gimana?"
Mawar menghela napas. Ia sudah duga, jika orang tua dirinya dan Rendra tidak akan menerima penolakan. Lalu, apakah ini pertanda bahwa dirinya harus menerima perjodohan ini? Haruskah?
Ponselnya bergetar lagi. Mawar melihat ada pesan masuk lagi, ternyata dari Si Setan R. Mawar mengerutkan keningnya.
"Ada apa lagi?" batinnya.
Setan R : "Bales dong woy! Ini chat ya, bukan koran yang cuma dibaca aja tanpa perlu dibales! Jadi gimana? Lo juga gagal?"
Mawar membuang wajah, memalingkan wajahnya dari benda pipih yang sedang ia pegang.
Tangannya sibuk mengetik di benda pipih itu. Jemarinya sibuk menari-nari di atas ponselnya. Entah balasan apa yang sedang ia siapkan. Apakah itu sebuah makian, u*****n atau apapun itu, karena isinya hanya dia dan Tuhan yang tau. Tapi yang jelas, balasan dari Mawar mampu membuat Rendra kesal sendiri. Ingin rasanya dia menjotos wanita yang akan menjadi istrinya itu. Apa? Istri? Cih, laki-laki itu bahkan tak sudi mengakui jika Mawar adalah calon istrinya, jika mengingat bagaimana sikap Mawar yang sebenarnya. Mampu membuat Rendra geleng-geleng kepala, tak pantas katanya! Baginya, hanya Michelle lah yang satu-satunya wanita yang pantas bersanding dengannya.
********
Sedangkan di dalam ballroom yang ada di sebuah hotel yang ada di Kuningan, sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Mirna, Herman, dan Desri sudah turun dari mobil. Mereka masuk ke dalam ballroom, ikut bergabung dengan yang lainnya.
Meja bundar sudah tersusun rapih. Meja yang bisa diisi oleh enam orang. Desri, Mirna dan Herman berada dalam satu meja. Mereka bercengkrama dengan teman-teman semasa SMA mereka dulu.
"Kamu punya anak berapa, Mir?" tanya salah satu teman mereka, yang berada dalam satu meja dengan mereka.
"Aku? Satu, anak bujang yang nggak guna. Anak durhaka yang nggak pernah memberikan menantu dan cucu kepadaku," ucap Mirna sambil memasang wajah kesal.
"Ya ampun, kamu jangan gitu, Mir," sanggah salah satu dari mereka.
"Ya abisnya umur udah kepala tiga. Jangankan nikah, pacar aja dia nggak punya!"
Semuanya hanya tersenyum canggung, dan juga bingung juga respon apa yang harus mereka berikan.
"Desri? Kamu kalo kamu punya anak berapa? Cewek atau cowok?" tanya Firda, teman mereka bertiga semasa SMA.
Desri tersenyum, lalu berkata, "Aku punya satu. Perempuan, Da."
"Udah nikah?"
Desri menggeleng. "Belum, Da."
"Serius? Sama anak aku aja, yuk? Kebetulan anak aku laki-laki, masih bujang juga."
Mirna yang mendengar hal itu langsung menggebrak meja. Hingga membuat orang lain melihat ke arah meja mereka.
"Nggak boleh! Anaknya Desri itu udah dijodohin sama anaknya aku!" tegas Mirna.
Herman, laki-laki itu hanya geleng-geleng kepala karena tingkah sang istri.
Suara hentakan sepatu di atas lantai terdengar sangat jelas. Sepasang suami istri sedang berjalan mendekat ke arah meja yang sedang digunakan oleh Mirna, dkk.
"Hai, apa kabar semuanya?" sapa laki-laki itu sambil memeluk pinggang wanita yang sedang merangkul lengannya.
Wajah Desri sudah berubah kesal saat melihat pria yang sedang berdiri di sampingnya.
Mata genit laki-laki itu menatap ke arah perempuan yang sedang duduk dengan anggun, lalu tangannya sedang memegang segelas sampanye.
"Hai, Des ... apa kabar?" tanya pria itu sambil memegang pundak Desri.
Desri, wanita itu mencengkeram gelas yang sedang ia genggam. Mirna, wanita itu menyadari jika sahabatnya itu sedang menahan amarah. Dia langsung memegang punggung tangan sahabatnya, Desri.
"Des ...." Suara lembut milik Mirna mampu membuat Desri lebih tenang.
"Tolong singkirkan tangan Anda dari pundak saya, Bapak Bima yang terhormat!" tegas Desri sambil menepis tangan mantan suaminya yang masih berada di atas pundaknya.
"Kamu jangan galak-galak dong sama mantan suami sendiri," kata Bima sambil kembali memegang pundak Desri.
Sedangkan Melinda, wanita yang kini berstatus sebagai istri dari Bima, sedang mengepalkan tangannya erat-erat.
"Sayang," panggil Melinda dengan suara lembut, tangannya menyentuh lengan suaminya. Tapi sayangnya tangannya malah ditepis oleh Bima.
"Des, gimana kabar Mawar? Dia baik-baik aja, kan?" tanya Bima sambil duduk di kursi kosong sebelah mantan istrinya. Sedangkan Melinda masih berdiri.
"Jangan sok peduli kamu sama Mawar!" bentak Desri.
"Tapi, bagaimanapun juga aku adalah ayahnya dia, Des. Kamu kenapa, sih? Ko jadi dingin seperti ini sama mantan suami sendiri?" tanya Bima sambil mengusap pipi milik Desri dengan tangannya.
Desri tersenyum, kemudian dia menatap tajam ke arah Bima.
"Hei, Bima Satria Gunawan! Apakah mengusir anak dan istrinya di tengah malam, saat bumi sedang diguyur oleh hujan dan langit dipenuhi oleh kilat, itu adalah sikap yang terpuji? Mawar, tubuh gadis berumur empat tahun itu menggigil! Tubuh mungil gadis itu harus merasakan dinginnya guyuran hujan dan dinginnya malam! Bahkan, gadis kecil itu harus menahan lapar karena ekonomi aku yang kurang! Bahkan Mawar, gadis itu tidak merasakan kasih sayang dari seorang ayah, karena kamu malah sibuk pacaran dengan wanita itu! Wanita yang sudah menghancurkan rumah tangga kita! Wanita itu sudah merenggut kebahagiaan Mawar!" Amarah Desri sudah tidak bisa dibendung lagi. Air matanya keluar dengan lancangnya, tanpa permisi terlebih dahulu.
Suasana ballroom mendadak hening. Semua mata tertuju pada meja yang sedang digunakan oleh Mirna, dkk.
Melinda, wanita itu kini jadi pusat perhatian. Yang mereka tau, Bima dan Desri bercerai karena mereka sudah tidak saling cinta lagi. Ternyata, hancurnya rumah tangga antara Desri dan Bima gara-gara hadirnya Melinda.
Melinda terlihat gugup. Tapi sedetik kemudian, dia tersenyum.
"Jangan salahkan aku jika Mas Bima berpaling dari kamu! Salahkan diri kamu sendiri yang nggak becus mengurus diri! Kalo udah nikah tuh, harus bisa mempercantik diri dong. Biar suami betah di rumah." Jawaban Melinda mampu membuat para wanita yang ada di situ merasa geram.
Lalu, sebuah tamparan mendarat di pipi Melinda. Wanita itu meringis kesakitan. Tangan kanannya memegangi pipi yang baru kena tamparan dari Mirna.
"Kamu!" pekik Melinda dengan sorot mata yang berapi-api.
"Iya, aku kenapa? Hem?" Tantang Mirna.
"Awas aja ya kamu! Mas Bima nggak akan biarin hal ini!" ancam Melinda.
Lalu mata wanita itu menatap ke arah Bima, yang masih tetap setia memandangi wajah Desri yang sangat cantik.
"Mas!" panggil Melinda.
"Apa?" sahut Bima tanpa menoleh.
"Belaian aku dong!" katanya dengan wajah menahan sakit, malu, dan marah.
"Lagian kamu juga yang salah, Mel. Kalo kamu nggak godain aku, aku nggak akan mengusir Mawar dan Desri malam itu. Sekarang kita cerai, ya?" kata Bima tanpa melihat ke arah Melinda. Lalu matanya menatap lekat ke arah Desri. "Des, kamu mau kan balikan lagi sama aku?" tanya pria itu tanpa rasa malu. Sepertinya, urat malu milik pria itu sudah putus.